Drama yang terjadi beberapa waktu
belakangan dalam permasalahan antara armada transportasi umum, khususnya taksi,
dengan penyedia transportasi umum berbasis aplikasi, seperti Uber dan Go-Jek,
tampak begitu kompleks dan melibatkan berbagai aspek ekonomi serta kemajuan
teknologi. Kejadian ini sebenarnya bisa dilihat sebagai contoh klasik dari
meningkatnya persaingan usaha pada sektor yang selama ini menikmati
perlindungan dari kompetisi.
Persaingan yang selama ini mampu
ditahan, terutama dengan mengandalkan aturan dari pemerintah, kini tidak lagi
dapat dibendung. Teknologi baru dengan basis internet dan informasi,
memungkinkan munculnya pemain baru yang tidak lagi memedulikan berbagai aturan
yang ada.
Para pelaku usaha lama
tergopoh-gopoh dalam menanggapi kompetisi yang selama ini dapat diredam.
Sementara pemerintah tampak kebingungan untuk mengambil keputusan mengenai apa
yang harus dilakukan. Di satu sisi, regulator sektor tersebut berusaha ingin
mempertahankan kemapanan yang membatasi persaingan. Di sisi lain, pemerintah
juga ingin bersifat akomodatif terhadap kemajuan teknologi.
Situasi
persaingan usaha
Studi terbaru dari CSIS (2016),
menunjukkan bahwa selama 15 tahun terakhir berbagai indikator persaingan usaha
di Indonesia terlihat memburuk. Kemunduran persaingan tersebut sangat terlihat
pada sektor-sektor jasa, seperti transportasi, keuangan, serta telekomunikasi.
Lebih jauh lagi, studi tersebut juga mengungkapkan bahwa kemunduran situasi
persaingan banyak difasilitasi oleh kebijakan dan regulasi yang ditetapkan.
Regulasi penetapan batas bawah tarif
merupakan contoh kebijakan yang banyak diterapkan dalam sektor transportasi
ataupun asuransi. Pelaku usaha tidak lagi dapat menetapkan tarif sesuai dengan
struktur biaya yang mereka punyai. Pelaku usaha "dipaksa" untuk
menetapkan harga yang tinggi, meskipun mereka sudah bisa mendapatkan keuntungan
dengan harga di bawah batas tersebut. Kebijakan tersebut kemudian disertai
dengan regulasi yang membatasi jumlah pelaku usaha atau jumlah armada yang
boleh beroperasi.
Bermacam alasan dikemukakan sebagai
rasional dari kebijakan tersebut. Faktor keselamatan, misalnya, menjadi alasan
dalam penetapan tarif bawah untuk transportasi udara. Perlindungan konsumen
merupakan justifikasi yang diberikan dalam pembatasan dan pemberian izin
operasi. Skala ekonomi dan kewajiban untuk universal coveragejuga sering
dikemukakan dalam memberikan hak monopoli dan penjualan eksklusif.
Namun, sering berbagai alasan
tersebut tidak dapat diwujudkan, karena memang kebijakan yang diambil tidak
langsung menyentuh permasalahan. Keselamatan penerbangan, misalnya, tentu lebih
tepat diselesaikan dengan inspeksi dan pengawasan yang lebih ketat, bukan
dengan penerapan batas bawah harga tiket. Pembatasan pelaku usaha bahkan
membuat pemberi jasa tidak berusaha untuk meningkatkan kualitas dan pemberian
perlindungan konsumen.
Yang pasti berbagai kebijakan tersebut
memperburuk kondisi persaingan usaha di sektor tersebut. Konsumen menjadi pihak
yang dirugikan karena produk dan jasa tidak tersedia secara cukup, sementara
kualitasnya rendah. Mereka juga harus membayar harga yang lebih tinggi. Selain
itu berbagai regulasi dan kebijakan tadi juga menghambat munculnya pelaku usaha
baru yang biasanya membawa inovasi dalam sektor tersebut. Akibat dari regulasi
yang tidak pro persaingan, banyak sektor ekonomi yang cenderung stagnan dan
tidak dinamis. Kemunculan pelaku usaha baru yang membawa perubahan dalam
kinerja industri jarang terjadi, karena ketatnya aturan yang memberikan
proteksi bagi pelaku usaha lama.
Namun, perkembangan teknologi
telekomunikasi dan informasi telah mengubah lanskap dari model usaha, yang juga
berdampak pada persaingan usaha. Teknologi informasi memberikan peluang bagi
unit operasi yang lebih terdesentralisasi. Koordinasi tidak lagi hanya dapat
dilakukan oleh suatu organisasi besar, tetapi dapat dijalankan secara
independen melalui bantuan aplikasi berbasis internet. Akibatnya pelaku usaha
tidak lagi perlu mengambil bentuk sebagai perusahaan besar, tetapi cukup
dilakukan oleh individual ataupun kelompok kecil.
Ini menyebabkan pemerintah sering
tidak mampu untuk mengatur sektor usaha yang semakin tidak terkonsentrasi.
Berbagai aturan yang sebelumnya membatasi persaingan, tidak lagi menjadi
efektif, karena pelaku usaha baru cenderung tidak memerhatikan hal tersebut.
Pemerintah tentunya tak tinggal diam menghadapi ini. Kementerian Perhubungan,
misalnya, telah berusaha melarang jasa transportasi berbasis aplikasi, ataupun
memaksa para pelaku baru mengikuti aturan yang telah ada. Ada wacana pula bahwa
pelaku usaha transportasi baru juga harus menerapkan tarif sesuai dengan aturan
batas bawah yang berlaku.
Namun, sekali lagi teknologi telah
mengubah situasi persaingan usaha. Dan, teknologi yang digunakan relatif dengan
mudah dapat direplikasi. Bahkan jika pemerintah dapat memaksa pelaku usaha
baru, seperti Uber dan Grab Car untuk mengikuti aturan pemberlakuan batas bawah
tarif, akan muncul banyak pelaku usaha baru lain yang mungkin tak akan
mengikuti aturan itu. Akibatnya berbagai aturan yang membatasi persaingan
menjadi tak efektif lagi.
Aturan
pemerintah
Saat ini, teknologi informasi telah
mengubah persaingan dalam sektor transportasi. Namun, ke depannya, persaingan
dalam sektor-sektor lain juga akan dapat berubah. Sektor kesehatan, khususnya
jasa dokter, juga merupakan salah satu bidang yang sangat tertutup dan
menikmati proteksi dari aturan yang ada. Teknologi informasi yang semakin
canggih mempunyai potensi untuk mengubah situasi ini.
Teknologi akan memungkinkan seorang
pasien untuk dapat berkonsultasi dengan dokternya, tanpa harus berada pada satu
tempat. Dokter juga akan bisa memberikan diagnosis berdasarkan informasi yang
dikirimkan melalui telekomunikasi. Pada saatnya, tenaga medis lokal akan
menghadapi persaingan yang selama ini mampu dibendung oleh aturan yang berlaku.
Langkah terbaik yang dapat dilakukan
pemerintah sebenarnya adalah mengurangi berbagai aturan yang selama ini
membelenggu persaingan. Tanpa adanya aturan tersebut, pelaku usaha lama dapat
bersaing dengan lebih baik. Mungkin keuntungan yang mereka dapatkan tidak lagi
akan setinggi sebelumnya, tetapi ini akan merangsang munculnya inovasi dan cara-cara
baru untuk meningkatkan efisiensi.
oleh Yose Rizal Damuri
disadur dari Kompas, Rabu, 30 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar