Editors Picks

Selasa, 07 Juni 2016

Mengendalikan Harga Pangan




Lonjakan tajam harga pangan kembali terjadi. Keterlambatan pemerintah mengantisipasi gangguan pasokan, lemahnya perencanaan, dan buruknya tata niaga jadi pemicu.

Pemerintah gagal memetik pelajaran dari pengalaman gejolak harga sebelumnya. Dalam catatan Kompas, kegagalan mengendalikan pangan terus dipertontonkan pemerintah sejak 2011 dengan kelangkaan pasokan, dan lonjakan tajam harga terus berulang pada momen menjelang hari raya.

Lonjakan harga komoditas pangan pokok-termasuk 11 barang kebutuhan pokok yang harus dijaga pemerintah berdasarkan Perpres No 71/2015-kali ini, terjadi di tengah jaminan harga stabil dan rendah menjelang Ramadhan dan Lebaran yang dilontarkan pemerintah, serta klaim stok yang menurut pemerintah jauh di atas kebutuhan.

Instruksi langsung Presiden kepada Menko Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri BUMN untuk menstabilkan harga seperti tak bergigi. Operasi pasar Bulog juga tak banyak berpengaruh ke pasar.

Kalangan pengamat sepakat, semua ini tak akan terjadi seandainya pemerintah bekerja serius dan mampu lebih awal mengantisipasi gangguan-gangguan produksi, seperti kondisi cuaca yang memengaruhi pasokan serta memangkas mata rantai pasokan yang terlalu panjang. Kelemahan juga ditunjukkan pemerintah dalam perencanaan, pemahaman persoalan di lapangan, dan penguasaan data.

Perbedaan tajam harga di tingkat petani dan konsumen menunjukkan masih panjangnya rantai distribusi. Adanya segelintir pelaku usaha yang mengendalikan komoditas pangan tertentu juga menunjukkan masih bercokolnya mafia/spekulan/kartel sehingga harga sulit ditekan.

Gejolak harga yang terjadi setiap tahun akan bisa ditekan seandainya pemerintah memiliki kendali atas stok pangan yang mencukupi. Stok aman hanya bisa terbangun jika ditopang produksi dalam negeri yang cukup, sistem logistik dan distribusi yang efisien-dengan menghilangkan distorsi-distorsi yang ada-kelembagaan yang baik, sistem data yang akurat, kejelian membaca tren pasar, termasuk kepiawaian kapan harus menggunakan instrumen impor.

Itu yang tak terjadi selama ini. Antar-instansi berjalan sendiri-sendiri. Perang kepentingan antarpejabat begitu mengemuka. Lonjakan harga pangan saat ini suatu ironi di tengah klaim sukses swasembada dan surplus pangan yang digaungkan Mentan dua tahun terakhir. Klaim yang justru dibantah sendiri oleh pemerintah lewat impor pangan (yang terus meningkat) dan lonjakan harga di pasar.

Pemerintah, lewat Mendag, juga begitu gampang membuka keran impor berbagai komoditas pangan. Rapor sektor pangan yang kedodoran ini justru terjadi di tengah peningkatan drastis anggaran Kementan (112 persen 2016). Banyak program tak jalan di lapangan, karena tak dikawal dengan baik, menyebabkan ketahanan pangan kian kedodoran. Pemerintah jangan lagi bermain-main mengingat pangan komoditas strategis menyumbang 40 persen inflasi nasional dan 73 persen indikator garis kemiskinan.

disadur dari: Kompas, Selasa, 7 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar