Lonjakan tajam harga pangan kembali
terjadi. Keterlambatan pemerintah mengantisipasi gangguan pasokan, lemahnya
perencanaan, dan buruknya tata niaga jadi pemicu.
Pemerintah gagal memetik pelajaran
dari pengalaman gejolak harga sebelumnya. Dalam catatan Kompas, kegagalan
mengendalikan pangan terus dipertontonkan pemerintah sejak 2011 dengan
kelangkaan pasokan, dan lonjakan tajam harga terus berulang pada momen
menjelang hari raya.
Lonjakan harga komoditas pangan
pokok-termasuk 11 barang kebutuhan pokok yang harus dijaga pemerintah
berdasarkan Perpres No 71/2015-kali ini, terjadi di tengah jaminan harga stabil
dan rendah menjelang Ramadhan dan Lebaran yang dilontarkan pemerintah, serta
klaim stok yang menurut pemerintah jauh di atas kebutuhan.
Instruksi langsung Presiden kepada
Menko Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri BUMN
untuk menstabilkan harga seperti tak bergigi. Operasi pasar Bulog juga tak
banyak berpengaruh ke pasar.
Kalangan pengamat sepakat, semua ini
tak akan terjadi seandainya pemerintah bekerja serius dan mampu lebih awal
mengantisipasi gangguan-gangguan produksi, seperti kondisi cuaca yang
memengaruhi pasokan serta memangkas mata rantai pasokan yang terlalu panjang. Kelemahan
juga ditunjukkan pemerintah dalam perencanaan, pemahaman persoalan di lapangan,
dan penguasaan data.
Perbedaan tajam harga di tingkat
petani dan konsumen menunjukkan masih panjangnya rantai distribusi. Adanya
segelintir pelaku usaha yang mengendalikan komoditas pangan tertentu juga
menunjukkan masih bercokolnya mafia/spekulan/kartel sehingga harga sulit
ditekan.
Gejolak harga yang terjadi setiap
tahun akan bisa ditekan seandainya pemerintah memiliki kendali atas stok pangan
yang mencukupi. Stok aman hanya bisa terbangun jika ditopang produksi dalam
negeri yang cukup, sistem logistik dan distribusi yang efisien-dengan
menghilangkan distorsi-distorsi yang ada-kelembagaan yang baik, sistem data
yang akurat, kejelian membaca tren pasar, termasuk kepiawaian kapan harus
menggunakan instrumen impor.
Itu yang tak terjadi selama ini.
Antar-instansi berjalan sendiri-sendiri. Perang kepentingan antarpejabat begitu
mengemuka. Lonjakan harga pangan saat ini suatu ironi di tengah klaim sukses
swasembada dan surplus pangan yang digaungkan Mentan dua tahun terakhir. Klaim
yang justru dibantah sendiri oleh pemerintah lewat impor pangan (yang terus
meningkat) dan lonjakan harga di pasar.
Pemerintah, lewat Mendag, juga
begitu gampang membuka keran impor berbagai komoditas pangan. Rapor sektor
pangan yang kedodoran ini justru terjadi di tengah peningkatan drastis anggaran
Kementan (112 persen 2016). Banyak program tak jalan di lapangan, karena tak
dikawal dengan baik, menyebabkan ketahanan pangan kian kedodoran. Pemerintah
jangan lagi bermain-main mengingat pangan komoditas strategis menyumbang 40
persen inflasi nasional dan 73 persen indikator garis kemiskinan.
disadur dari: Kompas, Selasa, 7 Juni
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar