LEBARAN
ialah Indonesia dalam format yang kecil (Indonesia in a nutshell). Ini
dinyatakan demi mengingat Indonesia sebagaimana Lebaran dapat dipahami dengan
memandangnya sebagai sesuatu upaya mencapai nilai yang sama, yaitu nurani.
Jika
membaca sejarah munculnya elite modern pendiri Indonesia, seperti karya Robert
van Niel, betapa jelas frase bersifat terang yang merupakan arti dari kata
nurani itu mendominasi pikiran mereka. Sebab itu, bukunya diberi Van Niel judul
The Dawn of Indonesian Nationalism atau Fajar Nasionalisme Indonesia.
Pada 20
Mei 1908, berdiri Budi Utomo yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional dan organisasi itu menunjuk pengutamaan budi dengan menjaga batin atau
nurani. Para tokohnya mengagumi Kartini sebagai orang pertama yang di akhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20 rajin menggunakan kias terang sebagai lawan
gelap. "Habis gelap terbitlah terang," kata Kartini. Ini kritik dia
terhadap Ranggawarsita yang pada 1873 mendedahkan karena kejahatan kolonial tiada
lagi cahaya nurani yang ada tinggal suatu zaman gelap.
Pengagungan
nurani
Tulisan-tulisan
Kartini menjadi ayat-ayat api yang membakar kaum terpelajar untuk membawa
bangsa dari gelap kepada terang. Antara 1900 dan 1925, banyak pers yang tumbuh
mengiringi gerakan politik modern elite baru itu dengan menggunakan nama
matahari, surya, bintang, fajar, nyala, suluh, sinar, cahaya, dan api.
Soekarno
sebagai sosok yang artikulasinya sangat besar dalam pembentukan Indonesia
menyebut dirinya sebagai 'putra sang fajar'. Ini karena ia lahir dan tumbuh
dewasa di zaman yang gandrung akan kias terang itu. Kemampuan politik Soekarno
diasah di Bandung di bawah asuhan Tjipto Mangoenkoesoemo dari Indische Partij
yang lambangnya cakra. Sebelumnya ia dikader Tjokroaminoto pendiri Sarikat
Islam yang lambangnya bulan bintang.
Nama
Sarekat Islam, satu-satunya partai politik yang berpengaruh besar dalam tahun
belasan, menunjukkan aspek agama dan aspek kebangsaan.
Islam
memang dianggap sama dengan pribumi oleh Belanda. Slam begitu mereka menyebutnya. Sampai di sini gerakan kebangsaan
mengambil sumber nilai pencerahan Islam, juga Eropa, yang notabene sama,
pengagungan nurani.
Jadi,
pertimbangan pertama dan utama untuk bergerak bersama mengimajinasikan
Indonesia ialah nurani. Murni dan terangnya hati nurani akan membisikkan apa
yang baik dan buruk, yang benar dan palsu.
Manifestasinya,
Indonesia ialah buah dari nasionalisme yang antitesis dari kolonialisme, suatu
praktik manusia yang nuraninya kehilangan cahaya sehingga tidak bersifat terang.
Ini karena kejahatan-kejahatan yang dilakukan membuat hatinya zhulm atau
gelap, dan menjadikan mereka orang berdosa atau zalim, artinya melakukan
kegelapan.
Soekarno
sering mengutip Arnord Toynbee bahwa suatu bangsa dapat dipahami dengan
memandangnya sebagai suatu siklus. Ia lahir tumbuh dan bukan tak mungkin dalam
perjalanannya dari cita-cita sucinya yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD
1945 terkotori oleh kejahatan.
Akhirnya
kejahatan yang tak disadari menebal menuju kebangkrutan spiritual. Dalam
konteks inilah, seperti manusia, negara pun memerlukan proses pembersihan diri.
Negara perlu Lebaran kebangsaan sebagaimana pernah dilakukan pada masa revolusi
ketika Belanda kembali, sementara elite Republik yang baru lahir terpecah dan
berkonflik.
Hasil
kreasi
Demikianlah
lahir istilah halal-bihalal yang khas Indonesia dan tak ada di kamus
bahasa Arab. Juga minal aidin wal faidzin. Ada yang menyebut ini hasil
kreasi Haji Agus Salim, ada juga yang bilang buatan AR Bassedan.
Namun,
jelas Lebaran ialah peristiwa yang istimewa dalam sejarah kebangsaan Indonesia.
Saking istimewanya, orang Indonesia juga lebih senang menggunakan istilah
sendiri daripada istilah dari dunia Arab sana, seperti kata puasa dan Lebaran
ketimbang shaum dan Idul Fitri.
Memang
Lebaran dan puasa dikatakan ialah suatu modifikasi dari perayaan tahunan zaman
Hindu Majapahit yang disebut phalguna caitra dan hakikatnya acara pesta
perayaan menghormati asal-muasal dan semua janji awal keberadaan. Saat itulah
jejaring dari Majapahit berkumpul mengadakan rapat besar untuk meninjau ulang
keberhasilan dan kegagalan kembali pada kesucian tujuan keberadaan.
Soekarno
pernah bilang bahwa Indonesia ialah persambungan dari Majapahit. Banyak yang
setuju dan banyak juga yang mencibir. Namun, terlepas dari itu, Indonesia
mewariskan dan terus membentuk tradisi khas Lebaran, terutama dalam artian
Lebaran yang paling sederhana, bersalaman bermaafan dan pesta pora. Namun,
Lebaran kebangsaan lama terlupakan.
oleh JJ
Rizal
disadur
dari Media Indonesia, Selasa, 5 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar