Editors Picks

Jumat, 29 Juli 2016

Lebaran Kebangsaan



LEBARAN ialah Indonesia dalam format yang kecil (Indonesia in a nutshell). Ini dinyatakan demi mengingat Indonesia sebagaimana Lebaran dapat dipahami dengan memandangnya sebagai sesuatu upaya mencapai nilai yang sama, yaitu nurani.

Jika membaca sejarah munculnya elite modern pendiri Indonesia, seperti karya Robert van Niel, betapa jelas frase bersifat terang yang merupakan arti dari kata nurani itu mendominasi pikiran mereka. Sebab itu, bukunya diberi Van Niel judul The Dawn of Indonesian Nationalism atau Fajar Nasionalisme Indonesia.

Pada 20 Mei 1908, berdiri Budi Utomo yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional dan organisasi itu menunjuk pengutamaan budi dengan menjaga batin atau nurani. Para tokohnya mengagumi Kartini sebagai orang pertama yang di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 rajin menggunakan kias terang sebagai lawan gelap. "Habis gelap terbitlah terang," kata Kartini. Ini kritik dia terhadap Ranggawarsita yang pada 1873 mendedahkan karena kejahatan kolonial tiada lagi cahaya nurani yang ada tinggal suatu zaman gelap.

Pengagungan nurani
Tulisan-tulisan Kartini menjadi ayat-ayat api yang membakar kaum terpelajar untuk membawa bangsa dari gelap kepada terang. Antara 1900 dan 1925, banyak pers yang tumbuh mengiringi gerakan politik modern elite baru itu dengan menggunakan nama matahari, surya, bintang, fajar, nyala, suluh, sinar, cahaya, dan api.

Soekarno sebagai sosok yang artikulasinya sangat besar dalam pembentukan Indonesia menyebut dirinya sebagai 'putra sang fajar'. Ini karena ia lahir dan tumbuh dewasa di zaman yang gandrung akan kias terang itu. Kemampuan politik Soekarno diasah di Bandung di bawah asuhan Tjipto Mangoenkoesoemo dari Indische Partij yang lambangnya cakra. Sebelumnya ia dikader Tjokroaminoto pendiri Sarikat Islam yang lambangnya bulan bintang.

Nama Sarekat Islam, satu-satunya partai politik yang berpengaruh besar dalam tahun belasan, menunjukkan aspek agama dan aspek kebangsaan.

Islam memang dianggap sama dengan pribumi oleh Belanda. Slam begitu mereka menyebutnya. Sampai di sini gerakan kebangsaan mengambil sumber nilai pencerahan Islam, juga Eropa, yang notabene sama, pengagungan nurani.

Jadi, pertimbangan pertama dan utama untuk bergerak bersama mengimajinasikan Indonesia ialah nurani. Murni dan terangnya hati nurani akan membisikkan apa yang baik dan buruk, yang benar dan palsu.

Manifestasinya, Indonesia ialah buah dari nasionalisme yang antitesis dari kolonialisme, suatu praktik manusia yang nuraninya kehilangan cahaya sehingga tidak bersifat terang. Ini karena kejahatan-kejahatan yang dilakukan membuat hatinya zhulm atau gelap, dan menjadikan mereka orang berdosa atau zalim, artinya melakukan kegelapan.

Soekarno sering mengutip Arnord Toynbee bahwa suatu bangsa dapat dipahami dengan memandangnya sebagai suatu siklus. Ia lahir tumbuh dan bukan tak mungkin dalam perjalanannya dari cita-cita sucinya yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD 1945 terkotori oleh kejahatan.

Akhirnya kejahatan yang tak disadari menebal menuju kebangkrutan spiritual. Dalam konteks inilah, seperti manusia, negara pun memerlukan proses pembersihan diri. Negara perlu Lebaran kebangsaan sebagaimana pernah dilakukan pada masa revolusi ketika Belanda kembali, sementara elite Republik yang baru lahir terpecah dan berkonflik.

Hasil kreasi
Demikianlah lahir istilah halal-bihalal yang khas Indonesia dan tak ada di kamus bahasa Arab. Juga minal aidin wal faidzin. Ada yang menyebut ini hasil kreasi Haji Agus Salim, ada juga yang bilang buatan AR Bassedan.

Namun, jelas Lebaran ialah peristiwa yang istimewa dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Saking istimewanya, orang Indonesia juga lebih senang menggunakan istilah sendiri daripada istilah dari dunia Arab sana, seperti kata puasa dan Lebaran ketimbang shaum dan Idul Fitri.

Memang Lebaran dan puasa dikatakan ialah suatu modifikasi dari perayaan tahunan zaman Hindu Majapahit yang disebut phalguna caitra dan hakikatnya acara pesta perayaan menghormati asal-muasal dan semua janji awal keberadaan. Saat itulah jejaring dari Majapahit berkumpul mengadakan rapat besar untuk meninjau ulang keberhasilan dan kegagalan kembali pada kesucian tujuan keberadaan.

Soekarno pernah bilang bahwa Indonesia ialah persambungan dari Majapahit. Banyak yang setuju dan banyak juga yang mencibir. Namun, terlepas dari itu, Indonesia mewariskan dan terus membentuk tradisi khas Lebaran, terutama dalam artian Lebaran yang paling sederhana, bersalaman bermaafan dan pesta pora. Namun, Lebaran kebangsaan lama terlupakan.

oleh JJ Rizal
disadur dari Media Indonesia, Selasa, 5 Juli 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar