Sekitar sebulan yang lalu, pada
tanggal 12 Mei 2016, bertempat di Ritz-Carlton Pacific Place Jakarta, saya
diundang menjadi pembicara di acara tahunan Bank Permata, Wealth Wisdom:
True Essence of Wealth.
Acara ini menghadirkan belasan
pembicara top dari dalam dan luar negeri, seperti T.P. Rachmat, Adam Khoo,
Elizabeth Dunn, Dian Sastrowardoyo, Hamish Daud, Indra Lesmana, Eva Celia, dan
Mariska Prudence. Saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari deretan
pembicara di acara ini.
Pertama kali mendapatkan undangan
ini di akhir tahun 2015, saya begitu bersemangat karena acara ini bertujuan
untuk memberikan pemahaman kepada banyak orang tentang wholistic wealth,
yaitu sebuah konsep kekayaan menyeluruh dalam diri manusia yang bukan hanya
sekedar uang dan materi. Saya senang ada acara berskala nasional yang concern
dan mengangkat tema ini.
Karena biasanya di acara-acara lain
saya seringkali diminta untuk berbicara tentang bagaimana cara mendapatkan
uang, uang dan uang. Dunia seakan hanya berisi tentang hal-hal yang bersifat
duniawi.
Memang sebagai seorang pengusaha,
saya sehari-hari dihadapkan pada kenyataan bagaimana cara mengembangkan usaha
yang dijalani dan mendapatkan sebanyak-banyaknya profit dari bisnis yang
dijalankan.
Namun, semakin bersemangat saya
mengejar uang, semakin hampa hidup saya. Semua itu ternyata adalah hal yang
semu.
Makanya dalam acara ini saya mencoba
untuk berbicara dengan point of view yang berbeda tentang arti kekayaan.
Saya ingin memperlebar arti kekayaan yang sesungguhnya sehingga dapat
memberikan kebahagiaan lahir dan batin.
Saya memberikan seminar dengan judul
Spiritual Awakening and Social Giving Towards A Wealthy Life. Gambaran
besar dari judul yang saya bawakan adalah bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai
spiritual dalam kehidupan dan bisa memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi
orang lain.
Saya memulai seminar dengan sebuah
pertanyaan sederhana, “What is Success?
Di tengah dunia yang serba
materialistis dewasa ini, banyak manusia yang menjalani hidup layaknya robot.
Setiap hari terpenjara dengan rutinitas pekerjaan yang seakan tiada henti demi
mencapai satu tujuan: uang.
Benda ini begitu dielu-elukan,
disanjung dan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Cara mencarinya
menjadi tidak penting lagi, yang penting harus dapat. Saling hantam dan saling
sikut, bahkan dengan sahabat dan keluarga sendiri, dianggap hal yang lumrah
untuk mendapatkan benda ini.
Mereka lupa, bahwa hidup ini tidak
selamanya. Mereka lupa, bahwa hidup ini bukan hanya sekedar mengumpulkan
pundi-pundi kekayaan. Mereka lupa, bahwa hidup ini tidak hanya tentang materi
kebendaan.
Semua itu terjadi karena otak dan
pikiran sudah tertutup oleh syahwat dan nafsu duniawi. Ya, itulah manusia yang
memang tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki. Saat belum punya kendaraan,
ingin punya motor. Saat sudah punya motor, ingin naik mobil. Saat sudah punya 1
mobil, ingin punya 2 mobil. Tidak ada habisnya.
Sampai kapan kita harus menjadi
‘budak’ dunia? Hidup ini terlalu indah dan berharga untuk dihabiskan hanya
untuk mengejar dunia dan seisinya. Kekayaan yang sesungguhnya berupa keberkahan
hidup, kesehatan badan, kebersamaan dengan keluarga tercinta, dan kebahagiaan
saat bisa berbagi dengan sesama.
Seperti sabda Nabi Muhammad,
“Kekayaan bukanlah dari banyaknya harta benda, namun yang utama adalah kekayaan
hati.” (HR. Bukhari)
Hidup ini hanya sekali, maka
pergunakan dengan baik untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Bukankah
sebaik-baik manusia adalah dia yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain
dan sekitar? Hidup ini sejatinya adalah memberi, memberi dan memberi. Kita
harus dapat meninggalkan legacy bagi generasi selanjutnya.
Jika gajah mati meninggalkan gading,
harimau mati meninggalkan belang, maka manusia mati meninggalkan amal dan
karya. Sehingga, saat nanti meninggalkan dunia ini, kita tersenyum bahagia dan
orang lain menangis karena kehilangan.
‘Tangan di atas’ lebih mulia
dibanding ‘tangan di bawah’. Rasulullah pun mengatakan bahwa orang yang suka
meminta-minta akan mendapatkan kehinaan di dunia dan di akhirat.
Sepanjang sejarah pun, tidak pernah
seseorang dihormati karena apa yang telah ia terima. Kehormatan adalah
penghargaan bagi mereka yang telah memberikan sesuatu yang berarti bagi
sekitarnya.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa
memberi adalah salah satu cara terbaik untuk mendatangkan rezeki dari arah yang
tidak disangka-sangka. Dalam Islam namanya sedekah, yaitu menyisihkan sebagian
harta yang kita miliki untuk diberikan kepada yang membutuhkan.
Banyak yang bisa kita berikan di
dunia ini, dan jangan hanya fokus kepada pemberian materi semata. Kita bisa
memberikan ilmu dengan mengajar anak-anak yang tidak mampu. Kita bisa
memberikan tenaga untuk membantu pekerjaan orangtua. Kita bisa memberikan waktu
menemani para kakek-nenek di panti jompo. Bahkan senyum pun bernilai ibadah.
Pada intinya, “Setiap kebaikan adalah sedekah.” (HR. Bukhari)
Tidak pernah ada cerita di dunia ini
seseorang yang senang berbagi, lalu jatuh miskin. Yang ada, justru
kebalikannya. Hartanya akan terus bertambah, berlimpah dan penuh berkah.
Allah menjanjikan bagi siapa saja
yang senang bersedekah, maka akan diganti dengan balasan minimal 10 kali lipat.
“Barangsiapa berbuat amal kebaikan
(termasuk bersedekah), maka baginya balasan (pahala) 10 kali lipat; dan
barangsiapa yang berbuat kejahatan maka dia tidak diberikan pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, dan mereka sedikit pun tidak
dirugikan.” (QS. Al-An’am [6]: 160)
Sangat menarik bukan? Semakin kita
mengeluarkan lebih banyak uang untuk sedekah, maka semakin banyak balasan yang
akan diberikan olehNya. Rumus matematika sedekah: semakin dikurangi, semakin
besar hasilnya.
Sehingga pertanyaan yang keluar
setiap kali kita bersedekah bukannya “sisa berapa?” melainkan “jadi nambah
berapa?”
Dengan rumus ini, maka sedekah
bukanlah pengeluaran yang sia-sia melainkan sebuah investasi jangka panjang
yang sangat menguntungkan. Sebab memang janji Allah yang akan memberi
penggantian lebih kepada mereka yang mau bersedekah.
Kalau saja manusia itu sadar, bahwa
pada hakikatnya kita-lah orang-orang yang kaya dan mampu ini yang mendapatkan
kenikmatan dari sedekah, dan bukan orang-orang fakir miskin atau yatim piatu,
apalagi Allah.
Meskipun kita tidak pernah
bersedekah, Allah tetap Maha Kaya dan Maha Perkasa, dan tidak akan berkurang
sedikit pun kekuasaanNya di penjuru langit dan bumi.
Tidak ada alasan untuk tidak
memberi. Coba mulai bersedekah setiap hari. Ya, setiap hari. Tidak masalah
meskipun awalnya dengan nominal yang kecil asalkan istiqomah setiap hari,
karena Allah menyukai suatu amalan yang dikerjakan secara istiqomah
(terus-terusan) meskipun hanya sedikit. Lama kelamaan tentunya harus ditingkatkan.
Sedekah yang sedikit asal rutin itu
lebih baik dibanding sedekah yang udah sedikit dan nggak rutin. Tapi tentu
saja, yang paling baik adalah sedekah yang banyak dan rutin.
Dengan bersedekah, itu akan membuat
harta kita semakin bersih dan berkah. Jangan takut miskin karena bersedekah,
karena Demi Allah yang terjadi justru sebaliknya, rezeki kita akan terus
menerus bertambah dan bertambah.
Memang hal ini tidak bisa dinalar
secara logika, karena yang namanya sedekah itu tentunya mengurangi jumlah harta
kita karena diberikan kepada orang lain.
Tapi sejatinya, sedekah itu PASTI
akan membuka begitu banyak pintu rezeki di tempat lainnya. Rezeki yang
dijanjikan Allah sebagai “min haitsu laa yahtasib” atau rezeki yang
tidak disangka-sangka darimana datangnya. Tugas kita sebagai manusia hanya
tinggal yakin, percaya dan menunggu keajaibanNya.
Di bulan Ramadhan yang suci ini,
marilah kita semua memperbanyak amalan untuk terus berbagi kepada mereka yang
membutuhkan. Jangan pernah berhitung saat memberi, karena Allah juga tidak
pernah berhitung saat memberikan kita rezeki.
Dan pada akhirnya, hidup adalah
tentang bagaimana kita bisa memberi sebanyak-banyaknya kepada orang lain, dan
bukan menerima sebanyak-banyaknya. Inilah arti kekayaan yang sesungguhnya,
yaitu saat apa yang kita miliki dapat memberikan manfaat bagi orang-orang di
sekitar.
Giving is rich and making rich.
oleh Muhammad Assad
disadur dari Kompas, Rabu, 8 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar