Sejak turun drastis pada awal tahun
ini, harga minyak dunia mulai merangkak naik. Bahkan, kemarin harga minyak WTI
sempat menyentuh level US$ 51,5 per barel.
Kenaikan harga minyak dunia ini
tentu saja akan berdampak pada anggaran negara. Baik di sisi penerimaan dan
belanja. Kenaikan harga minyak dunia tentu bakal berdampak positif bagi
penerimaan negara.
Sebab, penerimaan dari sektor migas
akan terkerek. Di sisi lain, beban belanja subsidi juga bakal naik, meski tidak
signifikan. Sebab saat ini porsi subsidi energi sudah jauh lebih kecil
dibanding sebelumnya.
Menurut saya [Enny Sri Hartati ] kenaikan harga minyak dunia kali ini tak akan berdampak
signifikan terhadap ekonomi dalam negeri. Sebab, harga minyak dunia belum akan
naik signifikan lantaran permintaan minyak global belum pulih seiring pemulihan
ekonomi global yang berjalan lambat. Sehingga, sampai akhir tahun ini harga minyak
tidak akan melambung cukup tinggi.
Kalaupun ada kenaikan harga minyak
dunia, saya [Enny
Sri Hartati ] yakin pemerintah tak akan
terburu-buru melakukan penyesuaian. Apalagi, dalam Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 pemerintah justru merevisi
turun asumsi harga minyak dunia dari yang semula US$ 50 per barel menjadi US$
35 per barel.
Berkaca dari hal itu, kenaikan harga
minyak dunia ini juga tidak akan berdampak besar pada ekonomi domestik. Daya
beli masyarakat juga tidak banyak terganggu akibat kenaikan harga minyak dunia.
Menurut saya [Enny Sri Hartati], lesunya daya beli masyarakat justru karena anomali harga
pangan akibat buruknya tata niaga pangan. Di sisi lain, investasi di sektor
industri juga lesu. Imbasnya beban masyarakat makin bertambah di saat sumber
pendapatan turun.
Dalam waktu singkat ini pemerintah
harus segera menggairahkan dunia usaha dan menciptakan lapangan kerja agar
terjadi stabilitas ekonomi.
oleh Enny
Sri Hartati
disadur
dari Kontan, Sabtu, 11 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar