Editors Picks

Rabu, 15 Juni 2016

Harus Turun



Harga daging sapi harus Rp80.000 per kilogram. Itu perintah keras Presiden Joko Widodo kepada segenap ‘pembantunya’, terutama menteri yang terkait langsung dengan komoditas pangan itu.

Presiden Jokowi pun sempat memanggil Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Menteri BUMN Rini Soemarno menjelang Ramadan.

Mereka dipanggil guna memberikan psy war kepada pasar bahwa pemerintah sangat tidak bisa mentoleransi lagi, jika harga komoditas pangan naik saat puasa.

Presiden Jokowi sangat menginginkan harga pangan strategis turun, tidak stabil sekadar stabil sehingga tidak membebani masyarakat.  

Namun, faktanya harga daging sapi belum juga turun meskipun sejumlah daerah sudah menggelar operasi pasar daging sapi. Bahkan, petinggi di sejumlah daerah sudah ‘menyerah’. Tidak mungkin membuat harga daging sapi turun sekitar Rp80.000.

Sudah tiga tahun berturut daging sapi menjadi primadona saat Ramadan dan Lebaran. Artinya, sudah dua kali dalam pemerintahan Presiden Jokowi harga daging sapi melonjak liar tak terkendali.

Sedari awal perintah Presiden Jokowi itu diragukan sejumlah kalangan, termasuk pedagang. Bahkan, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menyatakan, harga daging sapi sulit menyentuh Rp80.000 per kg, meskipun ada pasokan daging impor.

Alasannya, daging beku tidak banyak diminati masyarakat. Daging beku selama ini lebih cocok untuk konsumsi industri dan rumah makan.

Terkini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menegaskan sudah mengikuti instruksi Presiden Jokowi untuk menjual daging sapi di kisaran harga Rp80.000 per kg saat puasa hingga Lebaran tahun ini. Namun, ungkapnya, Pemprov DKI hanya bisa menargetkan harga daging di bawah Rp100.000 per kg.

“Presiden Jokowi berharap bisa menembus Rp80.000 per kg. Namun, saya rasa agak sulit. Untuk jalan tengah, kami menargetkan harga daging bisa di bawah Rp100.000 per kg,” ujarnya.

Berdasarkan data Info Pangan Jakarta, daging sapi has (paha belakang) dibanderol Rp126.875 per kg pada Senin (13/6). Adapun  daging sapi murni (semur) masih di level Rp117.375 per kg.

Mantan Wali Kota Blitar itu mengatakan gejolak harga daging saat Puasa dan jelang Lebaran memang persoalan pelik. Dia menduga hal ini terjadi lantaran ada oknum alias mafia daging yang mempermainkan harga.

Benarkah ada permainan mafia?

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kenaikan harga daging sapi yang terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia bukan akibat kartel alias mafia.

Hal ini berbeda dengan kondisi pada 2015, pada waktu itu  KPPU menghukum 32 feedlotter (pengusaha penggemukan sapi) karena menahan pasokan.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menegaskan, kenaikan harga daging sapi pada tahun ini terutama disebabkan oleh kekurangan pasokan sapi lokal siap potong.

Syarkawi memaparkan, berdasarkan hasil pemantauan KPPU, harga daging sapi di feedlotter mencapai Rp43.000 per kg. Ketika masuk ke rumah pemotongan hewan harganya naik dua kali lipat menjadi Rp86.000 per kg, sehingga di pedagang eceran mencapai Rp110.000 per kg - Rp120.000 per kg.

Lebih Akur
Namun, di balik ‘gaduhnya’ harga daging sapi itu kini tidak lagi terlihat saling menyalahkan antarpembantu presiden.

Bahkan, Mendag Thomas Lembong menyesal karena dalam melaksanakan rencana terkait dengan pengendalian harga daging  tidak optimal.

Dia menjelaskan, terkait dengan daging sapi, kemungkinan koordinasi antarlembaga belum maksimal, kepatuhan kepada keputusan yang diambil yang masih kurang dan pola pikir pedagang.

Sebaliknya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, harga daging di pasaran masih tinggi karena persediaan terbatas dan permintaan meningkat saat Ramadan.

Dalam hal ini, pemerintah mendatangkan daging dari luar negeri sebanyak 27.000 ton.
“Jadi jika masih ditemukan pedagang yang menjual daging melewati Rp80.000 akan disanksi," tegasnya.

Keinginan kuat Presiden Jokowi memerintah daging harus Rp80.000 per kg sebenarnya hanyalah solusi jangka pendek. Apalagi, pengendalian harga itu dilakukan via instrumen impor.

Untuk jangka panjang, swasembada daging mutlak segera diwujudkan. Alangkah eloknya jika kebutuhan daging dipenuhi sendiri dari produksi dalam negeri seperti yang sudah lama ditargetkan pemerintah.

Salah satu hal yang harus dibenahi adalah soal usaha pembibitan dan pembesaran bakalan sapi potong. Secara ekonomi, usaha pembibitan serta pembesaran bakalan sapi potong belum mampu menawarkan insentif pada peternak atau pelaku usaha lainnya dibandingkan dengan usaha penggemukan.

oleh Bambang Supriyanto
disadur dari Bisnis, Selasa, 14 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar