Harga
daging sapi harus Rp80.000 per kilogram. Itu perintah keras Presiden Joko
Widodo kepada segenap ‘pembantunya’, terutama menteri yang terkait langsung
dengan komoditas pangan itu.
Presiden
Jokowi pun sempat memanggil Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri
Perdagangan Thomas Lembong, dan Menteri BUMN Rini Soemarno menjelang Ramadan.
Mereka
dipanggil guna memberikan psy
war kepada pasar bahwa pemerintah sangat tidak bisa mentoleransi
lagi, jika harga komoditas pangan naik saat puasa.
Presiden
Jokowi sangat menginginkan harga pangan strategis turun, tidak stabil sekadar
stabil sehingga tidak membebani masyarakat.
Namun,
faktanya harga daging sapi belum juga turun meskipun sejumlah daerah sudah
menggelar operasi pasar daging sapi. Bahkan, petinggi di sejumlah daerah sudah
‘menyerah’. Tidak mungkin membuat harga daging sapi turun sekitar Rp80.000.
Sudah
tiga tahun berturut daging sapi menjadi primadona saat Ramadan dan Lebaran.
Artinya, sudah dua kali dalam pemerintahan Presiden Jokowi harga daging sapi
melonjak liar tak terkendali.
Sedari
awal perintah Presiden Jokowi itu diragukan sejumlah kalangan, termasuk
pedagang. Bahkan, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah
Mansuri menyatakan, harga daging sapi sulit menyentuh Rp80.000 per kg, meskipun
ada pasokan daging impor.
Alasannya,
daging beku tidak banyak diminati masyarakat. Daging beku selama ini lebih
cocok untuk konsumsi industri dan rumah makan.
Terkini,
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menegaskan sudah mengikuti
instruksi Presiden Jokowi untuk menjual daging sapi di kisaran harga Rp80.000
per kg saat puasa hingga Lebaran tahun ini. Namun, ungkapnya, Pemprov DKI hanya
bisa menargetkan harga daging di bawah Rp100.000 per kg.
“Presiden
Jokowi berharap bisa menembus Rp80.000 per kg. Namun, saya rasa agak sulit.
Untuk jalan tengah, kami menargetkan harga daging bisa di bawah Rp100.000 per
kg,” ujarnya.
Berdasarkan
data Info Pangan Jakarta, daging sapi has (paha belakang) dibanderol Rp126.875
per kg pada Senin (13/6). Adapun daging sapi murni (semur) masih di level
Rp117.375 per kg.
Mantan
Wali Kota Blitar itu mengatakan gejolak harga daging saat Puasa dan jelang
Lebaran memang persoalan pelik. Dia menduga hal ini terjadi lantaran ada oknum
alias mafia daging yang mempermainkan harga.
Benarkah
ada permainan mafia?
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kenaikan harga daging sapi yang
terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia bukan akibat kartel alias mafia.
Hal
ini berbeda dengan kondisi pada 2015, pada waktu itu KPPU menghukum 32 feedlotter (pengusaha
penggemukan sapi) karena menahan pasokan.
Ketua
KPPU Syarkawi Rauf menegaskan, kenaikan harga daging sapi pada tahun ini
terutama disebabkan oleh kekurangan pasokan sapi lokal siap potong.
Syarkawi
memaparkan, berdasarkan hasil pemantauan KPPU, harga daging sapi di feedlotter mencapai
Rp43.000 per kg. Ketika masuk ke rumah pemotongan hewan harganya naik dua kali
lipat menjadi Rp86.000 per kg, sehingga di pedagang eceran mencapai Rp110.000
per kg - Rp120.000 per kg.
Lebih Akur
Namun,
di balik ‘gaduhnya’ harga daging sapi itu kini tidak lagi terlihat saling
menyalahkan antarpembantu presiden.
Bahkan,
Mendag Thomas Lembong menyesal karena dalam melaksanakan rencana terkait dengan
pengendalian harga daging tidak optimal.
Dia
menjelaskan, terkait dengan daging sapi, kemungkinan koordinasi antarlembaga
belum maksimal, kepatuhan kepada keputusan yang diambil yang masih kurang dan
pola pikir pedagang.
Sebaliknya,
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, harga daging di pasaran
masih tinggi karena persediaan terbatas dan permintaan meningkat saat Ramadan.
Dalam
hal ini, pemerintah mendatangkan daging dari luar negeri sebanyak 27.000 ton.
“Jadi
jika masih ditemukan pedagang yang menjual daging melewati Rp80.000 akan disanksi,"
tegasnya.
Keinginan
kuat Presiden Jokowi memerintah daging harus Rp80.000 per kg sebenarnya
hanyalah solusi jangka pendek. Apalagi, pengendalian harga itu dilakukan via
instrumen impor.
Untuk
jangka panjang, swasembada daging mutlak segera diwujudkan. Alangkah eloknya
jika kebutuhan daging dipenuhi sendiri dari produksi dalam negeri seperti yang
sudah lama ditargetkan pemerintah.
Salah
satu hal yang harus dibenahi adalah soal usaha pembibitan dan pembesaran
bakalan sapi potong. Secara ekonomi, usaha pembibitan serta pembesaran bakalan
sapi potong belum mampu menawarkan insentif pada peternak atau pelaku usaha
lainnya dibandingkan dengan usaha penggemukan.
oleh
Bambang Supriyanto
disadur
dari Bisnis, Selasa, 14 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar