Editors Picks

Jumat, 17 Juni 2016

KEAMANAN TEKNOLOGI - Peretas dan Pasar Gelap Dunia Maya



Dewasa ini, pergeseran era konvensional ke digital telah menyuburkan pertumbuhan para hacker dan cracker yang hidup di atas jaringan Internet.

Peretas seolah-olah bernapas melalui aktivitas hacking yang seringkali menebar wabah kepada calon targetnya di seluruh dunia.

Secara harfiah, istilah hacker atau peretas sendiri adalah seseorang yang memiliki kegiatan untuk mempelajari, menganalisis, memodifikasi, dan menerobos masuk ke dalam sistem dan jaringan komputer, baik untuk keuntungan atau dimotivasi oleh tantangan.

Tergantung kebutuhannya, terkadang ada seseorang yang dengan sengaja melakukan peretasan hanya untuk memberikan informasi kepada perusahaan yang diretas, bahwa perusahaan itu memiliki celah pada sistem keamanannya yang harus segera diperbaiki, agar data yang dimiliki tidak diserap oleh pihak ketiga. Kelompok ini biasanya disebut sebagai hacker.

Di samping itu, ada juga individu atau kelompok yang melakukan penetrasi atau menerobos masuk ke dalam sistem keamanan suatu perusahaan untuk melakukan kejahatan seperti mencuri data perusahaan hanya untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya. Mereka dikenal sebagai cracker.

Biasanya, seseorang atau kelompok tertentu melakukan peretasan hanya untuk kesenangan pribadi atau menyukai tantangan sistem keamanan yang canggih untuk diretas. Namun kini paradigmanya sudah berganti menjadi motif finansial, lebih tepatnya para penjahat ini melakukan semua aksinya hanya untuk menopang biaya hidup mereka dan tentunya motif ini mempunyai efek berbahaya.

Peretas tidak lagi memperdulikan lagi etika di komunitasnya, segala cara akan dilakukan untuk mencapai target pribadinya, atau target kliennya.

Perusahaan teknologi Microsoft juga sempat memprediksi kerugian ekonomi global yang disebabkan oleh kejahatan siber sampai saat ini mencapai US$500 miliar setiap tahunnya. Sedikitnya 1 juta orang telah menjadi korban dari aksi yang dilakukan para penjahat siber setiap harinya.

Aksi yang dilakukan para penjahat siber ini dinilai akan semakin mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, kini hampir seluruh perusahaan global maupun nasional sudah merasa terancam dengan keberadaan para penjahat siber yang mampu menyerap data dengan cepat untuk dipindahkan ke tempat yang lain.

Malware
Bahkan, kini sudah ada malware khusus yang disiapkan para penjahat siber untuk mengunci dan mengenkripsi data, kemudian penjahat ini nantinya akan meminta sejumlah uang tunai untuk ditukar dengan kode enkripsi agar data korbannya dapat dikembalikan seperti semula.

Menurut Microsoft, sekitar 20% target serangan para penjahat siber adalah usaha kecil dan menengah karena sangat mudah untuk disusupi malware.

Beberapa waktu lalu sempat terjadi peristiwa kebocoran data perusahaan global seperti Panama Papers yang sempat menjadi buah bibir selama lebih dari sebulan karena kebocoran data yang dilakukan oleh para hacker.

Tak main-main, mereka berhasil membobol 2,6 terrabyte data dari Panama Papers yang terdiri dari 4,80 juta surel, database format 3,05 juta file, file dalam bentuk PDF 2,15 juta PDF, 1,12 juta dokumen bergambar, 320.166 dokumen teks, serta dokumen lainnya sebanyak 2.242 file.

Tidak hanya Panama Papers, perusahaan global seperti HSBC Files menurut data Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) juga sempat dibobol sebesar 3,3 gigabyte data pada 2015.

Selanjutnya, pada 2014, perusahaan Luxembourg Tax File dibocorkan datanya sebesar 4,4 gigabyte. Selain itu, perusahaan Offshore Secrets juga sempat kehilangan 260 gigabyte data pada 2013.

Selain itu, Kaspersky Lab juga sempat menemukan adanya pasar gelap para penjahat siber yang dinamakan dengan xDedic. Sebanyak 70.624 Remote Desktop Protocol (RDP) server dari 173 negara di seluruh dunia ternyata telah berhasil diretas penjahat siber untuk dijual kembali dengan harga yang sangat murah yaitu sekitar US$6.

Pasar gelap penjahat siber ini menawarkan banyak pilihan ilegal kepada konsumennya seperti penjualan kartu kredit ilegal, penjualan data akun sosial media ilegal, penjualan malware dan jasa untuk melakukan hacking.

Penjualan kartu kredit ilegal ini dijual dengan harga sekitar US$2—US$4 untuk satu kartu sedangkan untuk premiumnya dijual dengan harga US$35—US$40 per kartu. Sedangkan untuk penjualan malware meliputi berbagai jenis malware seperti worm, exploit, trojan horse dan program ilegal lainnya.

Pasar xDedic ini dibuka untuk bisnis bagi para penjahat siber pada 2014 dan popularitasnya semakin tumbuh signifikan sejak pertengahan 2015. Pada Mei 2016, terdaftar sebanyak 70.624 server dari 173 negara yang diperjualbelikan dan di-posting dalam 416 nama penjual yang berbeda-beda.

Beberapa negara yang terkena dampak dari pasar xDedic ini adalah Brazil, Cina, Rusia, India, Spanyol, Italia, Prancis, Australia, Afrika Selatan dan Malaysia. Indonesia menduduki peringkat ke-37, dengan 549 server dikompromikan terdaftar di xDedic pada Mei 2016.

xDedic adalah salah satu contoh pasar gelap para penjahat siber yang terorganisir dengan baik dan menawarkan semua orang mulai dari kelas pemula untuk menjadi penjahat siber. Cara peretasan server yang dilakukan oleh penjahat siber itu memang terbilang cukup sederhana yaitu melalui serangan brute-force dan membawa kredensial yang terdapat di dalam server tersebut ke xDedic.

Server yang telah diretas selanjutnya diperiksa kembali mulai dari konfigurasi RDP, memori, perangkat lunak, riwayat browsing beberapa hal lainnya.

Setelah itu, semua fitur tersebut akan ditambahkan ke inventaris online dan terus berkembang meliputi akses ke server milik pemerintah, perusahaan dan universitas. Karena itu, mulai saat ini, perusahaan harus serius menyoroti perkembangan informasi dan teknologinya agar tidak menjadi bulan-bulanan penjahat-penjahat siber.

oleh Sholahuddin Al Ayyubi
disadur dari Bisnis, Jum’at, 17 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar