Editors Picks

Senin, 13 Juni 2016

Kebijakan pangan menelan korban



Minim perencanaan! Inilah barangkali gambaran yang pas atas kebijakan pangan yang diambil pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menstabilkan harga pangan jelang Lebaran.


Keinginan Presiden agar harga tiga komoditas pangan yakni daging, bawang merah dan gula pasir murah saat Ramadan mulai menimbulkan masalah baru. Tengok saja stok bawang merah di Bulog. Ratusan ton bawang merah Bulog membusuk. Sedianya, bawang merah ini untuk operasi pasar.

"Stok yang ada saat ini sudah mulai menyusut dan sebagian busuk," ujar pejabat yang enggan disebut namanya itu pada KONTAN, pekan lalu.

Efeknya Bulog harus menanggung kerugian. Sayang, ia enggan menyebut besarannya. Yang pasti, Mei lalu, Bulog akan memborong 8.000 ton bawang merah petani untuk operasi pasar.

Dalam Rapat Koordinasi Pangan, Bulog mendapat tugas impor 2.500 bawang merah dari Vietnam dan Filipina. Ikhwan Arif, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) menemukan bukti, sepanjang pekan lalu, sekitar 300 ton bawang merah Bulog rusak. Sebagian busuk dan harus dibuang. Sebagian lagi terpaksa dijual dengan harga sangat rendah.

Jumlah ini bisa bertambah. Sebab, berdasarkan catatan ABMI, Bulog telah membeli 700 ton bawang merah petani, dari hasil panen petani sebanyak 23.000 ton. Dengan asumsi harga beli Rp 16.000 per kilogram (kg), Bulog merugi Rp 4,8 miliar jika bawang yang membusuk 300 ton.

"Bulog tak mengerti cara mengelola bawang. Seharusnya dipelajari dulu sebelum menerima tugas," ujar Ikhwan. Gara-gara itu pula, Bulog membatalkan rencana impor bawang merah.

Tak menampik kabar itu, Wahyu, Direktur Pengadaan Bulog mengakui, impor bawang merah ditunda. Bukan karena tak mampu kelola komoditas ini, tapi "Tren harga bawang merah sudah turun," ujarnya.

Selain itu, Bulog juga menghentikan pembelian bawang merah petani karena stok di gudang masih 1.200 ton. "Jika ada kerugian dari bisnis satu komoditas, Bulog akan menutupi dari keuntungan bisnis komoditas lain," ujarnya.

Pengalaman pahit Bulog ini tentu tak akan terjadi jika program stabilisasi pangan dirancang matang. Masalahnya: "Kebijakan impor selalu mendadak, tanpa perencanaan," tandas Khudori, pengamat pertanian. Alhasil, eksekusi di lapangan juga kedodoran. Lebih menyesakkan lagi, harga pangan juga belum beranjak turun dari harga idaman.

disadur dari Kontan, Senin, 13 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar