Editors Picks

Jumat, 10 Juni 2016

Kebijakan ‘Tax Amnesty’




Penerimaan negara dari pajak merupakan andalan utama. Beberapa tahun terakhir ini berbagai usaha peningkatan penerimaan negara dari pajak telah diusahakan. Salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi kebutuhan penerimaan negara di tahun anggaran 2016 adalah kebijakan pengampunan pajak atau program tax amnesty. Asa penerimaan dari kebijakan ini diharapkan menambah kas negara tidak kurang dari Rp 160 triliun. Sangat wajar usaha untuk adanya payung undang-undang tentang tax amnesty dilakukan oleh pemerintah bersama DPR.

Program tax amnesty memiliki sejarah panjang dan populer di berbagai negara. Beberapa pembuat kebijakan yakin tax amnesty sebagai langkah yang efisien. Karena langsung meningkatkan pendapatan pajak tertentu tanpa mengubah strukturnya (tarif dan basis pajak). Sekaligus secara tidak langsung mengurangi kesenjangan dalam tarif pajak efektif sebelumnya antara masyarakat yang patuh dengan yang tidak.

Beberapa kali
Indonesia sudah melakukan beberapa kali program pengampunan pajak. Pengampunan pajak pertama kali diluncurkan tahun 1964 melalui Perpres No. 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Saat itu pengampunan adalah menyangkut penghasilan atau akumulasi modal yang diperoleh sebelum tanggal 10 November 1964 yang belum dilaporkan dalam SPT dan yang belum dikenakan Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan maupun Pajak Kekayaan. Pengampunan pajak pada saat itu tidak mempersoalkan sumber penghasilan, dari hasil korupsi, hasil suap menyuap, ataupun merupakan penyelundupan pajak yang tidak diungkapkan. Modal tersebut pada pendaftaran dikarenakan pungutan satu kali sebesar 10% sebagai tebusan dari pada jumlah pajak-pajak yang menurut peraturan fiskal sebenarnya terutang kepada negara.

Dua dasawarsa kemudian, kebijakan serupa dikeluarkan melalui Keppres No. 26 Tahun 1984. Pertimbangan utama dalam pelaksanaan pengampunan tahun 1984 ialah karena berubahnya system yang dianut dari official assessment menjadi self-assessment. Pengampunan pajak tersebut diberikan atas pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun bentuk pengampunannya dikarenakan dikenakan tebusan dengan tariff: pertama 1% dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi Wajib Pajak yang pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini telah memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan tahun 1983 dan Pajak Kekayaan tahun 1984. Kedua 10% dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi Wajib Pajak yang pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini belum memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan tahun 1983 dan Pajak Kekayaan tahun 1984.

Fakta historis menunjukkan bahwa kedua program tax amnesty tersebut tidak memperoleh ‘sambutan hangat’ dari WP karena tidak diiringi dengan pengampunan pemerintah di bidang lain selain karena kualitas sistem administrasi perpajakan yang masih minimal. Pada era reformasi tahun 2008, Indonesia juga telah melakukan soft tax amnesty yang diberi nama sunset policy. Kebijakan ini pada dasarnya merupakan kebijakan pemberian fasilitas penghapusan sanksi administratif perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh tujuan untuk menggenjot penerimaan pajak.

Langkah Tegas
Dengan mempertimbangkan kegagalan atas penerapan kebijakan tax amnesty yang lalu maka asa atas UU Tax Amnesty di tahun 2016 ini, pemerintah perlu mengambil langkah tegas. Seperti penanaman komitmen di semua lini pemerintah sebagai eksekutor kebijakan. Perbaikan regulasi harus dengan melihat atas yang terjadi pada kegagalan penerapan kebijakan tax amnesty sebelumnya.

Penerapan kebijakan tax amnesty merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Berkaca pada kegagalan atas penerapan kebijakan ini, hal tersebut perlu didukung dengan regulasi dan sanksi yang tegas. Serta sangat dibutuhkan keseriusan dan komitmen di seluma lini pemerintahan terhadap penerapan kebijakan tax amnesty ini. Hal ini menjadi asa dan tantangan pemerintah Indonesia saat ini untuk membuat kebijakan berhasil diterapkan.

oleh: Abdul Halim
disadur dari Kedaulatan Rakyat, Jum’at, 10 Juni 2016  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar