Penerimaan negara dari pajak
merupakan andalan utama. Beberapa tahun terakhir ini berbagai usaha peningkatan
penerimaan negara dari pajak telah diusahakan. Salah satu usaha pemerintah
dalam mengatasi kebutuhan penerimaan negara di tahun anggaran 2016 adalah
kebijakan pengampunan pajak atau program tax
amnesty. Asa penerimaan dari kebijakan ini diharapkan menambah kas negara
tidak kurang dari Rp 160 triliun. Sangat wajar usaha untuk adanya payung
undang-undang tentang tax amnesty
dilakukan oleh pemerintah bersama DPR.
Program tax amnesty memiliki sejarah panjang dan populer di berbagai
negara. Beberapa pembuat kebijakan yakin tax
amnesty sebagai langkah yang efisien. Karena langsung meningkatkan
pendapatan pajak tertentu tanpa mengubah strukturnya (tarif dan basis pajak). Sekaligus
secara tidak langsung mengurangi kesenjangan dalam tarif pajak efektif
sebelumnya antara masyarakat yang patuh dengan yang tidak.
Beberapa kali
Indonesia
sudah melakukan beberapa kali program pengampunan pajak. Pengampunan pajak
pertama kali diluncurkan tahun 1964 melalui Perpres No. 5 Tahun 1964 tentang
Peraturan Pengampunan Pajak. Saat itu pengampunan adalah menyangkut penghasilan
atau akumulasi modal yang diperoleh sebelum tanggal 10 November 1964 yang belum
dilaporkan dalam SPT dan yang belum dikenakan Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan
maupun Pajak Kekayaan. Pengampunan pajak pada saat itu tidak mempersoalkan
sumber penghasilan, dari hasil korupsi, hasil suap menyuap, ataupun merupakan
penyelundupan pajak yang tidak diungkapkan. Modal tersebut pada pendaftaran
dikarenakan pungutan satu kali sebesar 10% sebagai tebusan dari pada jumlah
pajak-pajak yang menurut peraturan fiskal sebenarnya terutang kepada negara.
Dua dasawarsa
kemudian, kebijakan serupa dikeluarkan melalui Keppres No. 26 Tahun 1984. Pertimbangan
utama dalam pelaksanaan pengampunan tahun 1984 ialah karena berubahnya system yang
dianut dari official assessment
menjadi self-assessment. Pengampunan pajak
tersebut diberikan atas pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan
atau dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun bentuk
pengampunannya dikarenakan dikenakan tebusan dengan tariff: pertama 1% dari
jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
dimintakan pengampunan, bagi Wajib Pajak yang pada tanggal ditetapkannya
Keputusan Presiden ini telah memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak
Perseroan tahun 1983 dan Pajak Kekayaan tahun 1984. Kedua 10% dari jumlah
kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan
pengampunan, bagi Wajib Pajak yang pada tanggal ditetapkannya Keputusan
Presiden ini belum memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak
Perseroan tahun 1983 dan Pajak Kekayaan tahun 1984.
Fakta historis
menunjukkan bahwa kedua program tax
amnesty tersebut tidak memperoleh ‘sambutan hangat’ dari WP karena tidak
diiringi dengan pengampunan pemerintah di bidang lain selain karena kualitas sistem
administrasi perpajakan yang masih minimal. Pada era reformasi tahun 2008,
Indonesia juga telah melakukan soft tax
amnesty yang diberi nama sunset
policy. Kebijakan ini pada dasarnya merupakan kebijakan pemberian fasilitas
penghapusan sanksi administratif perpajakan berupa bunga yang diatur dalam
Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Kebijakan
ini dilatarbelakangi oleh tujuan untuk menggenjot penerimaan pajak.
Langkah Tegas
Dengan
mempertimbangkan kegagalan atas penerapan kebijakan tax amnesty yang lalu maka asa atas UU Tax Amnesty di tahun 2016
ini, pemerintah perlu mengambil langkah tegas. Seperti penanaman komitmen di
semua lini pemerintah sebagai eksekutor kebijakan. Perbaikan regulasi harus
dengan melihat atas yang terjadi pada kegagalan penerapan kebijakan tax amnesty sebelumnya.
Penerapan
kebijakan tax amnesty merupakan
tindakan yang tepat untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Berkaca pada
kegagalan atas penerapan kebijakan ini, hal tersebut perlu didukung dengan
regulasi dan sanksi yang tegas. Serta sangat dibutuhkan keseriusan dan komitmen
di seluma lini pemerintahan terhadap penerapan kebijakan tax amnesty ini. Hal ini
menjadi asa dan tantangan pemerintah Indonesia saat ini untuk membuat kebijakan
berhasil diterapkan.
oleh:
Abdul Halim
disadur
dari Kedaulatan Rakyat, Jum’at, 10 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar