Editors Picks

Jumat, 10 Juni 2016

Masalahnya permintaan dan konsumsi


Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% tahun ini. Tidak ada yang salah dengan target tersebut, itu hanya soal pilihan. Namun setiap pilihan selalu ada konsekuensinya.

Konsekuensi yang harus dihadapi oleh pemerintah  dengan pilihannya itu adalah harus ada upaya ekstra agar target tercapai. Hanya saja, dengan skenario sejumlah kebijakan fiskal yang ada saat ini, akan berat untuk mencapainya.

Seperti lambatnya ekonomi global dan harga komoditas yang masih rendah membuat dunia usaha enggan melakukan ekspansi. Sementara pembangunan infrastruktur dan penyaluran dana desa perlu waktu agar bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan.

Kemudian pemerintah memberikan respons lain, yakni dengan memangkas suku bunga kredit menjadi single digit. Namun hal itu juga tidak bisa memberikan hasil berarti.
Percuma saja bunga rendah kalau permintaannya tidak ada. Sehingga bisa saya simpulkan masalah yang dihadapi saat ini adalah tidak ada permintaan dan rendahnya konsumsi.

Jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, permintaan harus didorong. Pemerintah harus bisa merangsang konsumsi masyarakat. Konsumsi bisa meningkat dengan dua hal.

Pertama, daya beli ditingkatkan atau harga dibuat murah. Sebetulnya saat ini laju inflasi relatif lebih rendah dari tahun lalu. Alhasil, pemerintah bisa mencoba mendorong konsumsi masyarakat dengan menambah penyaluran bantuan dalam bentuk cash transfer. Hanya ini cara yang bisa diambil pemerintah dalam jangka pendek.

Sebetulnya, bagi saya pertumbuhan ekonomi 5% atau 4,9% untuk kondisi sulit seperti saat ini tidak menjadi masalah. Karena kita bicara dalam konteks kondisi global yang tidak memungkinkan tumbuh tinggi.

Jadi pemerintah tak perlu memaksakan diri dengan mengejar pertumbuhan ekonomi 5,3% yang ujungnya menambah beban fiskal. Tetapi kembali lagi, ini soal pilihan dan konsekuensi. 

oleh Muhamad Chatib Basri
disadur dari Kontan, Kamis, 2 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar