Editors Picks

Sabtu, 11 Juni 2016

Melupakan Daya Saing




Program pengembangan industri kecil menengah yang selalu digembar-gemborkan mampu mendorong IKM Indonesia menembus pasar dunia, harus diakui masih sebatas guyub dan seremonial. Tak heran bila benang kusut yang mendera IKM belum bisa terurai tuntas.

Pelayanan birokrasi perizinan masih tidak ramah kepada pengusaha kecil. Mereka bahkan dijumpai kerap beradu mulut dengan para birokrat yang konon katanya adalah pelayan rakyat itu. Sudah banyak industri yang mati sungguhan akibat tergilas arus persaingan.

Kekuasaan yang seharusnya menjadi harapan terakhir untuk bisa mentransfer kebijakan dalam melindungi, menggerakkan, membimbing dan mengarahkan sektor usaha rakyat untuk memperkuat daya saing ternyata masih seperti kerupuk melempem.
Komitmen penguasa sebatas apa yang disampaikan berbusa-busa di ruang publik pada setiap kesempatan kunjungan kerja. Setelah tenda pejabat digulung, semua program kembali tersimpan rapi di balik laci meja birokrat.

Pemerintah hanya sesekali terlihat heroik sekelebatan di depan media massa ketika sedang membuka pameran IKM berkelas internasional yang sepaket dengan obral janji-janji surga agar IKM harus begini dan begitu supaya bisa bertahan. Namun, mengalahkan IKM Vietnam pun Indonesia sekarang kewalahan.

Nyatanya, mengurus izin usaha di rumah sendiri masih dipersulit. Mengurus berbagai sertifikasi produk SNI bahkan seperti lagu Bang Toyib. Tiga kali Lebaran urusannya tidak kelar-kelar.

Pengusaha kecil ini bahkan sampai putus urat lehernya berteriak soal sulitnya akses modal perbankan. Apalagi bila kita berbicara mengenai tren usaha berplatform digital seperti e-commerce. Tren market place dan segala hal yang berkaitan dengan ini memang sedang naik daun dalam beberapa tahun belakangan.

Namun, ide ini harus diakui bukan asli Indonesia. Akibatnya, kita merespons kebangkitan e-commerce global minus konsep jitu sehingga semuanya tertatih-tatih. Entah karena latah atau sekadar tak ingin dibilang kampungan, pemerintah daerah mulai berbondong-bondong ikut membuat platform e-commerce sebagai lapak untuk IKM di daerahnya.

Memang tak sepenuhnya salah cara merespons pemerintah menyikapi tumbuhnya e-commerce global bak cendawan. Namun, mereka melupakan masalah dasar yang selama ini membelit IKM, yaitu lemahnya daya saing.

Sebagus apapun platform e-commerce yang diciptakan pemda untuk IKM mereka, jika tak ada yang mengangkat daya saingnya, pengusaha-pengusaha kecil ini tak akan bisa berjualan dan mendapatkan untung. Dikhawatirkan durability mereka tak akan bertahan lama di situ.

Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa bahwa salah satu raksasa e-commerce asal China, Alibaba, sudah menguasai saham perusahaan e-commerce yang lumayan tenar di Indonesia. Menurutnya, hal itu sebagai tanda dunia internasional menyadari potensi besar digital ekonomi Indonesia.

Ini bisa jadi ancaman sekaligus peluang buat kita. Namun, ada satu hal yang menyedihkan melihat perusahaan-perusahaan skala kecil Indonesia yang listing product di situs milik orang terkaya di China itu. IKM Indonesia masih kurang membanggakan.

IKM kita belum layak disejajarkan dengan home industry China yang berkembang pesat. Produk IKM Indonesia masih kalah masif dari sisi kuantitas karena mesin produksi yang ala kadarnya, kalah jumlah tenaga kerja, kalah kualitas bahan baku, kalah desain, kalah promosi, tak punya dukungan sertifikasi produk, kalah murah, kalah mutu, dan kalah semuanya.

Good manufacturing process IKM Indonesia masih kurang diperhatikan meski produknya bisa disejajarkan. Pabrik IKM kita kumuh, kotoran di mana-mana, tak ada standar seragam pekerja, kepercayaan para buyer sangat rendah untuk mengambil order dari Indonesia.

Meski harus diakui Indonesia memiliki banyak para pekerja yang tak kalah hebat dibandingkan dengan pekerja China. Namun, untuk bangkit dari ‘keterbelakangan’ ini memang perlu upaya serius. Untuk apa ada kementerian jika menteri, dirjen dan birokratnya tak bisa bekerja memajukan mereka?

Sebagian besar IKM kita yang sukses boleh dikata tumbuh tanpa banyak uluran tangan pemerintah. Sekeping rupiah dari kantong negara pun tak pernah mereka nikmati. Namun, jangan sampai nanti ketika ada sejumlah IKM Indonesia yang bersinar di pasar dunia, para pejabat ini tiba-tiba hadir seperti pahlawan kesiangan. Ini memalukan.

oleh Yusuf Waluyo Jati
disadur dari Bisnis, Sabtu, 11 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar