Program pengembangan industri kecil
menengah yang selalu digembar-gemborkan mampu mendorong IKM Indonesia menembus
pasar dunia, harus diakui masih sebatas guyub dan seremonial. Tak heran bila
benang kusut yang mendera IKM belum bisa terurai tuntas.
Pelayanan birokrasi perizinan masih
tidak ramah kepada pengusaha kecil. Mereka bahkan dijumpai kerap beradu mulut
dengan para birokrat yang konon katanya adalah pelayan rakyat itu. Sudah banyak
industri yang mati sungguhan akibat tergilas arus persaingan.
Kekuasaan yang seharusnya menjadi
harapan terakhir untuk bisa mentransfer kebijakan dalam melindungi,
menggerakkan, membimbing dan mengarahkan sektor usaha rakyat untuk memperkuat
daya saing ternyata masih seperti kerupuk melempem.
Komitmen penguasa sebatas apa yang
disampaikan berbusa-busa di ruang publik pada setiap kesempatan kunjungan
kerja. Setelah tenda pejabat digulung, semua program kembali tersimpan rapi di
balik laci meja birokrat.
Pemerintah hanya sesekali terlihat
heroik sekelebatan di depan media massa ketika sedang membuka pameran IKM
berkelas internasional yang sepaket dengan obral janji-janji surga agar IKM harus
begini dan begitu supaya bisa bertahan. Namun, mengalahkan IKM Vietnam pun
Indonesia sekarang kewalahan.
Nyatanya, mengurus izin usaha di
rumah sendiri masih dipersulit. Mengurus berbagai sertifikasi produk SNI bahkan
seperti lagu Bang Toyib. Tiga kali Lebaran urusannya tidak kelar-kelar.
Pengusaha kecil ini bahkan sampai
putus urat lehernya berteriak soal sulitnya akses modal perbankan. Apalagi bila
kita berbicara mengenai tren usaha berplatform digital seperti e-commerce.
Tren market place dan segala hal yang berkaitan dengan ini memang sedang
naik daun dalam beberapa tahun belakangan.
Namun, ide ini harus diakui bukan
asli Indonesia. Akibatnya, kita merespons kebangkitan e-commerce global
minus konsep jitu sehingga semuanya tertatih-tatih. Entah karena latah atau
sekadar tak ingin dibilang kampungan, pemerintah daerah mulai
berbondong-bondong ikut membuat platform e-commerce sebagai lapak untuk
IKM di daerahnya.
Memang tak sepenuhnya salah cara
merespons pemerintah menyikapi tumbuhnya e-commerce global bak cendawan.
Namun, mereka melupakan masalah dasar yang selama ini membelit IKM, yaitu
lemahnya daya saing.
Sebagus apapun platform e-commerce
yang diciptakan pemda untuk IKM mereka, jika tak ada yang mengangkat daya
saingnya, pengusaha-pengusaha kecil ini tak akan bisa berjualan dan mendapatkan
untung. Dikhawatirkan durability mereka tak akan bertahan lama di situ.
Presiden Joko Widodo telah
menyampaikan bahwa bahwa salah satu raksasa e-commerce asal China,
Alibaba, sudah menguasai saham perusahaan e-commerce yang lumayan tenar
di Indonesia. Menurutnya, hal itu sebagai tanda dunia internasional menyadari
potensi besar digital ekonomi Indonesia.
Ini bisa jadi ancaman sekaligus
peluang buat kita. Namun, ada satu hal yang menyedihkan melihat
perusahaan-perusahaan skala kecil Indonesia yang listing product di
situs milik orang terkaya di China itu. IKM Indonesia masih kurang
membanggakan.
IKM kita belum layak disejajarkan
dengan home industry China yang berkembang pesat. Produk IKM Indonesia
masih kalah masif dari sisi kuantitas karena mesin produksi yang ala kadarnya,
kalah jumlah tenaga kerja, kalah kualitas bahan baku, kalah desain, kalah
promosi, tak punya dukungan sertifikasi produk, kalah murah, kalah mutu, dan
kalah semuanya.
Good manufacturing process IKM Indonesia masih kurang diperhatikan meski produknya
bisa disejajarkan. Pabrik IKM kita kumuh, kotoran di mana-mana, tak ada standar
seragam pekerja, kepercayaan para buyer sangat rendah untuk mengambil
order dari Indonesia.
Meski harus diakui Indonesia memiliki
banyak para pekerja yang tak kalah hebat dibandingkan dengan pekerja China.
Namun, untuk bangkit dari ‘keterbelakangan’ ini memang perlu upaya serius.
Untuk apa ada kementerian jika menteri, dirjen dan birokratnya tak bisa bekerja
memajukan mereka?
Sebagian besar IKM kita yang sukses
boleh dikata tumbuh tanpa banyak uluran tangan pemerintah. Sekeping rupiah dari
kantong negara pun tak pernah mereka nikmati. Namun, jangan sampai nanti ketika
ada sejumlah IKM Indonesia yang bersinar di pasar dunia, para pejabat ini
tiba-tiba hadir seperti pahlawan kesiangan. Ini memalukan.
oleh Yusuf
Waluyo Jati
disadur
dari Bisnis, Sabtu, 11 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar