Editors Picks

Selasa, 14 Juni 2016

Mempertanyakan harga bawang merah



Sejak menjelang ramadan, seperti biasa masyarakat diributkan dengan perihal melambungnya harga beberapa bahan pokok. Salah satu bahan pokok yang harganya naik di luar batas kewajaran adalah bawang merah.

Dari informasi yang dihimpun oleh Harian KONTAN, harga bawang merah rata-rata menyentuh level Rp 41.000 per kilogram (24 Mei 2016). Harga tersebut dinilai jauh dari harga biasanya yang berada pada level Rp 20.000- Rp 25.000 per kilogram (kg). Selisih yang besar tersebut dianggap buah dari kegagalan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok.

Banyak analisa yang dikemukakan oleh pengamat maupun peneliti mengenai fluktuasi harga bawang. Selain faktor rutinitas menjelang puasa, penulis akan membuka empat alasan yang patut diperhatikan oleh stakeholders.

Pertama, rantai distribusi bawang merah dinilai terlalu panjang. Rantai distribusi ini adalah proses distribusi dari petani hingga konsumen. Penelitian dari Bank Indonesia (2013) menyebutkan bahwa setidaknya ada 5 pelaku ekonomi sebelum ke konsumen di rantai distribusi bawang merah di Ambon.

Rantai distribusi tersebut adalah petani, pedagang pengepul, pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Setiap pelaku pasti akan mengambil keuntungan dari bisnis ini. Jika setiap pedagang mengambil keuntungan minimal 5% dari harga jual, harga ke konsumen bisa mencapai 1,5 kali hingga 2 kali lipat dari harga petani. Hal ini membuat pasar menjadi tidak efisien.

Kedua, struktur pasar bawang merah cenderung oligopsoni. Jumlah pembeli (pedagang pengepul) cenderung lebih sedikit daripada petani. Begitu juga dengan tingkatan rantai distribusi selanjutnya yang juga cenderung oligopsoni. Hal ini akan lebih menguntungkan pedagang karena penetapan harga akan kecenderungan dikuasai oleh pedagang.

Selain itu, hasil penelitian Asmara (2010) menambahkan ada integrasi vertikal di rantai distribusi bawang merah. Dua hal ini patut dipertanyakan karena dua-duanya sudah diatur dan dinyatakan termasuk tindakan persaingan tidak sehat.

Namun pertanyaannya adalah apakah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mampu melaksanakan pengendalian persaingan usaha di tingkat petani dan hulu? Diperlukan pengawasan terhadap pelaku usaha terutama di tingkat pedagang.

Kekuatan pemerintah
Ketiga, produktivitas lahan bawang merah berkurang. Produktivitas bawang merah tahun 2015 mencapai 10,16 ton per hektare (Kemtan, 2016). Angka tersebut turun 0,62% dari tahun 2014.

Hal ini menyebabkan penurunan produksi bawang merah walaupun saat ini diklaim mencukupi kebutuhan dalam negeri. Penurunan produktivitas akan mengurangi produksi dan berakibat pada kurangnya pasokan dalam negeri.

Keempat, kekuatan pemerintah dalam menstabilkan harga bawang merah masih menjadi tanda tanya. Rencana pemerintah yang akan menerapkan Harga Patokan Pembelian (HPP) masih belum mampu berperan signifikan.

HPP yang rencananya di level Rp 15.000 per kg di petani dianggap akan digunakan sebagai senjata oleh pedagang pengumpul untuk menekan harga di tingkat petani.

Sebab, informasi diprediksi tidak akan sampai di tingkat petani. Paling banter hanya ke pedagang pengepul. Informasi dan struktur pasar yang tidak sempurna menjadikan HPP tidak efektif.

Dampak dari permasalahan di atas adalah kerugian pada dua sisi. Konsumen akan dirugikan karena harga jual mahal. Petani juga akan dirugikan.

Untuk mengatasinya, pemerintah diharapkan mengandalkan semua elemen pemerintahan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rencana akan menerapkan sistem jemput bola ke petani lewat Perum Bulog patut diapresiasi.

Namun harus ada beberapa catatan. Pertama, pemisahan definisi antara petani, pedagang pengepul, dan campuran dari keduanya. Bulog harus mengambil bawang merah dari petani langsung, jangan sampai salah target pembelian.

Kedua, pemetaan persaingan dengan pedagang baik pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Pemetaan ini berkaitan dengan strategi Bulog karena secara modal mungkin Bulog dapat unggul secara individu, namun secara berkelompok Bulog kalah modal, baik berbentuk fisik maupun jaringan. Jika mau masuk ke dalam tata niaga bawang merah, pemerintah harus kuat dalam dua modal tersebut

oleh Nailul Huda
disadur dari Kontan, Minggu, 12 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar