Sejak
menjelang ramadan, seperti biasa masyarakat diributkan dengan perihal
melambungnya harga beberapa bahan pokok. Salah satu bahan pokok yang harganya
naik di luar batas kewajaran adalah bawang merah.
Dari
informasi yang dihimpun oleh Harian KONTAN, harga bawang merah rata-rata
menyentuh level Rp 41.000 per kilogram (24 Mei 2016). Harga tersebut dinilai
jauh dari harga biasanya yang berada pada level Rp 20.000- Rp 25.000 per
kilogram (kg). Selisih yang besar tersebut dianggap buah dari kegagalan
pemerintah dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok.
Banyak
analisa yang dikemukakan oleh pengamat maupun peneliti mengenai fluktuasi harga
bawang. Selain faktor rutinitas menjelang puasa, penulis akan membuka empat
alasan yang patut diperhatikan oleh stakeholders.
Pertama, rantai distribusi bawang merah
dinilai terlalu panjang. Rantai distribusi ini adalah proses distribusi dari
petani hingga konsumen. Penelitian dari Bank Indonesia (2013) menyebutkan bahwa
setidaknya ada 5 pelaku ekonomi sebelum ke konsumen di rantai distribusi bawang
merah di Ambon.
Rantai
distribusi tersebut adalah petani, pedagang pengepul, pedagang besar, pedagang
grosir, dan pedagang eceran. Setiap pelaku pasti akan mengambil keuntungan dari
bisnis ini. Jika setiap pedagang mengambil keuntungan minimal 5% dari harga
jual, harga ke konsumen bisa mencapai 1,5 kali hingga 2 kali lipat dari harga
petani. Hal ini membuat pasar menjadi tidak efisien.
Kedua, struktur pasar bawang merah
cenderung oligopsoni. Jumlah pembeli (pedagang pengepul) cenderung lebih
sedikit daripada petani. Begitu juga dengan tingkatan rantai distribusi
selanjutnya yang juga cenderung oligopsoni. Hal ini akan lebih menguntungkan
pedagang karena penetapan harga akan kecenderungan dikuasai oleh pedagang.
Selain
itu, hasil penelitian Asmara (2010) menambahkan ada integrasi vertikal di
rantai distribusi bawang merah. Dua hal ini patut dipertanyakan karena
dua-duanya sudah diatur dan dinyatakan termasuk tindakan persaingan tidak
sehat.
Namun
pertanyaannya adalah apakah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mampu
melaksanakan pengendalian persaingan usaha di tingkat petani dan hulu?
Diperlukan pengawasan terhadap pelaku usaha terutama di tingkat pedagang.
Kekuatan pemerintah
Ketiga, produktivitas lahan bawang merah
berkurang. Produktivitas bawang merah tahun 2015 mencapai 10,16 ton per hektare
(Kemtan, 2016). Angka tersebut turun 0,62% dari tahun 2014.
Hal
ini menyebabkan penurunan produksi bawang merah walaupun saat ini diklaim
mencukupi kebutuhan dalam negeri. Penurunan produktivitas akan mengurangi
produksi dan berakibat pada kurangnya pasokan dalam negeri.
Keempat, kekuatan pemerintah dalam
menstabilkan harga bawang merah masih menjadi tanda tanya. Rencana pemerintah
yang akan menerapkan Harga Patokan Pembelian (HPP) masih belum mampu berperan
signifikan.
HPP
yang rencananya di level Rp 15.000 per kg di petani dianggap akan digunakan
sebagai senjata oleh pedagang pengumpul untuk menekan harga di tingkat petani.
Sebab,
informasi diprediksi tidak akan sampai di tingkat petani. Paling banter hanya
ke pedagang pengepul. Informasi dan struktur pasar yang tidak sempurna
menjadikan HPP tidak efektif.
Dampak
dari permasalahan di atas adalah kerugian pada dua sisi. Konsumen akan
dirugikan karena harga jual mahal. Petani juga akan dirugikan.
Untuk
mengatasinya, pemerintah diharapkan mengandalkan semua elemen pemerintahan,
termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rencana akan menerapkan sistem jemput
bola ke petani lewat Perum Bulog patut diapresiasi.
Namun
harus ada beberapa catatan. Pertama,
pemisahan definisi antara petani, pedagang pengepul, dan campuran dari
keduanya. Bulog harus mengambil bawang merah dari petani langsung, jangan
sampai salah target pembelian.
Kedua, pemetaan persaingan dengan pedagang baik
pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Pemetaan ini berkaitan dengan
strategi Bulog karena secara modal mungkin Bulog dapat unggul secara individu,
namun secara berkelompok Bulog kalah modal, baik berbentuk fisik maupun
jaringan. Jika mau masuk ke dalam tata niaga bawang merah, pemerintah harus
kuat dalam dua modal tersebut
oleh Nailul
Huda
disadur
dari Kontan, Minggu, 12 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar