Pemerintah
secara resmi telah mengajukan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU
KUP) kepada DPR. Pengajuan ini menandai babak baru reformasi pajak yang sejak
lama diharapkan cepat bergulir. Pertanyaannya, apakah substansi RUU ini telah
sungguh menjamin arah baru sistem perpajakan dan dapat menjadi pandu bagi
reformasi yang dicita-citakan?
RUU
KUP yang diajukan Pemerintah adalah RUU yang sama sekali baru, menggantikan UU
KUP yang selama ini berlaku (UU No 6/1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU
No 16/2009). Kebaruan tampak pada jumlah bab dan pasal yang mencapai 23 bab dan
129 pasal. Bandingkan dengan UU KUP yang saat ini berlaku, 9 bab dan 44 pasal.
Terdapat
beberapa perubahan mendasar dalam RUU KUP. Pertama,
sistematika yang lebih baik karena sekuensial, isi undang-undang disesuaikan
dengan prosedur adminstrasi perpajakan yang umumnya dilalui wajib pajak. Hal
ini membuat UU mudah dipahami, dengan urutan pendaftaran, pembukuan,
pembayaran, pelaporan, pemeriksaan, dan sengketa.
Kedua, perubahan istilah baru seperti wajib
pajak menjadi pembayar pajak, NPWP menjadi NIPP, Ditjen Pajak menjadi Lembaga,
dan lainnya. Nuansa egaliter ingin ditonjolkan dengan penyebutan pembayar
pajak. Ketiga,
perubahan tentang sanksi administrasi. Jika dulu dibedakan bunga, denda, dan
kenaikan, kini hanya disebut sanksi administratif. Besaran sanksi dibedakan
antara terlambat dan tidak/kurang bayar, dan diturunkan serta menegaskan fungsi
sanksi sebagai pendorong kepatuhan, bukan hukuman.
Keempat, kembali ke UU KUP lama, pengajuan
keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan
pajak. Kelima, penguatan peran
penegakan hukum, mencakup perluasan kewenangan penyidik yaitu penangkapan,
penyitaan, dan penghentian penyidikan. Sanksi administratif pun dibedakan lebih
jelas dari sanksi pidana dan pembedaan rumusan delik formal dan delik material
dipertegas. Keenam, penegasan peran
data dan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum. Dan ketujuh, transformasi kelembagaan yang memisahkan Ditjen Pajak dari
Kemkeu melalui pembentukan lembaga baru.
Beberapa
perubahan signifikan dalam RUU KUP ini layak diapresiasi. Artinya tumbuh
kesadaran akan pentingnya pajak sebagai nadi kehidupan negara modern disertai
kebutuhan membangun sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Namun,
terdapat beberapa catatan kritis terhadap RUU KUP ini. Pertama, jika RUU KUP ini
merupakan UU yang sama sekali baru, kebaruan prinsip, azas, maksud, dan tujuan
belum cukup jelas dimasukkan dalam Penjelasan Umum. Padahal salah satu ciri dan
corak perubahan harus jelas tergambar dalam Penjelasan, berikut prinsip-prinsip
perpajakan baru yang sifatnya direksional sehingga tidak menimbulkan
multitafsir dan ruang diskresi.
Ciptakan kerumitan baru
Kedua, visi egaliter belum diikuti penghormatan
hak wajib pajak lebih eksplisit, misalnya percepatan penyelesaian pemeriksaan,
keberatan, dan permohonan lain, termasuk sanksi bagi Fiskus yang melanggar UU.
RUU ini masih bernuansa government-centered.
Ketiga, pembenahan kelembagaan, termasuk restrukturisasi
lembaga keberatan dan revitalisasi peran pengawasan yang efektif. Keempat, tantangan
keterbukaan informasi dan akses ke data perbankan justru absen dari di RUU ini.
Penambahan pengecualian kerahasiaan data perbankan untuk pertukaran data dan penggalian
potensi justru tidak muncul.
Kelima, pembentukan badan penerimaan
perpajakan yang baru perlu diikuti peta jalan yang jelas sehingga menjamin
efektivitas lembaga baru dalam pemungutan pajak. Keenam, pengaturan yang detail
di satu sisi lebih menjamin kepastian hukum, namun di sisi lain bisa
menciptakan kerumitan dan ketidakpastian baru. Pengalaman hasil uji materi
terhadap PP No. 74/2011 harus dicermati agar peraturan pelaksanaan kelak lebih
jelas dan tidak melampaui kewenangan.
RUU
KUP ini dapat menjadi tonggak pembuka jalan bagi Reformasi Perpajakan
menyeluruh. Beberapa perubahan cukup menjanjikan meski masih membutuhkan
kejelasan. Meski proses menuju sistem perpajakan baru yang lebih baik
masih panjang dan terjal, kita patut optimistis bahwa arah yang ada sudah benar
dan menunggu peran serta kita ikut menyempurnakannya.
oleh
Yustinus Prastowo
disadur
dari Kontan, Kamis, 16 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar