Editors Picks

Jumat, 17 Juni 2016

Ekonomi wisata mudik Lebaran



Ramadan telah hadir beberapa hari. Puncak ritual Ramadan adalah perayaan Idul Fitri atau Lebaran. Setiap Lebaran terdapat tradisi pulang kampung atau mudik yang melibatkan banyak orang. Kementerian Perhubungan (2015) mencatat 11,36 juta orang menjalankan aktivitas mudik pada musim Lebaran 2015. Angka fantastis ini menghasilkan perputaran uang yang luar biasa.

Bank Indonesia mencatat kebutuhan dana Lebaran tahun 2015 adalah sekitar Rp 125,2 triliun. Salah satu sektor yang menghasilkan perputaran uang selama mudik lebaran adalah pariwisata. Musim mudik Lebaran 2015 menciptakan peluang kerja bagi 11,3 juta tenaga kerja.

Perputaran uang dari pemudik yang menjadi wisatawan nusantara sebesar Rp 800.000 per hari per orang (Kementerian Pariwisata, 2015). Langkah strategis berbasis optimalisasi layanan mesti diambil sektor pariwisata guna menangkap potensi selama musim mudik Lebaran 2016 nanti.

Salah satu fokus pemerintahan Jokowi adalah mengembangkan pariwisata. Pengembangan wisata nasional terdiri dari empat program, yakni Program Destinasi dan Even, Program Pengembangan Aksesibilitas dan Infrastruktur, Program Promosi Pemasaran Bersama, dan Program Pengembangan Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan.

Capaian sektor pariwisata Indonesia menunjukkan tren positif meskipun belum memenuhi harapan. Sekitar 10 juta turis asing datang ke Indonesia sepanjang 2015. Sektor pariwisata baru berkontribusi sekitar 4% dari total perekonomian. Pemerintah menargetkan pada 2019 kontribusi tersebut naik dua kali lipat menjadi 8% dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah pengunjung harus ditingkatkan dua kali lipat menjadi kira-kira 20 juta (Kementerian Pariwisata, 2016).

Puncak aktivitas pariwisata, khususnya domestik umumnya terjadi pada setiap musim libur. Banyak hikmah, potensi, dan permasalahan di setiap dinamika musim libur. Salah satu sektor yang berpeluang mendulang potensi ekonomi adalah pariwisata.

Kondisi ini terjadi misalnya di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu tujuan wisata nasional. Yogyakarta menjadi salah satu destinasi yang diserbu ratusan ribu pengunjung. Peningkatan berkisar 10%-15% dibandingkan dengan rata-rata bulan lainnya (Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, 2015). Bank Indonesia Perwakilan DI Yogyakarta bahkan mempersiapkan uang tunai hingga Rp 3,4 triliun. Dinamika musim libur penting dievaluasi demi menguatkan dan meningkatkan mutu layanan pariwisata ke depannya.

Layanan pariwisata secara umum dapat dikatakan baik dan selalu meningkat dibandingkan dengan sebelumnya. Namun masih  saja dijumpai beberapa permasalahan yang mengganggu kenyamanan wisatawan.

Strategi optimalisasi
Pertama, terkait layanan transportasi. Permasalahan klasik setiap puncak liburan adalah kemacetan pada jalur destinasi wisata. Kondisi ini diperburuk oleh layanan juru parkir ilegal atau menaikkan biaya parkir secara signifikan. Di beberapa daerah, juga muncul beberapa pemandu liar jalur alternatif yang membebani biaya dan kurang bertanggung jawab.

Kedua, terkait aspek lingkungan. Permasalahan lingkungan yang menonjol dan kerap menganggu kenyamanan berwisata adalah sampah yang berserakan atau menggunung. Sampah menimbulkan bau tidak sedap dan pemandangan yang tidak bagus.

Sektor pariwisata Indonesia sempat tertampar karena kondisi sampah di Bali. Majalah Time edisi 1 April 2011 pernah menampilkan reportase berjudul Holidays in Hell: Bali’s Ongoing Woes. Andrew Marshall, sang penulis, menyebutkan Bali kini penuh sampah, limbah industri, dan kemacetan lalu lintas yang akut. Bali dicap sebagai tempat berlibur seperti neraka. Pariwisata di Yogyakarta mesti bisa belajar dari kasus ini.

Ketiga, menyangkut keramahan dan keamanan. Yogyakarta terkenal keramahan sosial budaya warganya. Namun segelintir oknum terkadang mencoreng keunggulan tersebut. Misalnya dengan hadirnya pemandu wisata liar, juru parkir ilegal, pedagang nakal, pungutan liar, dan lainnya. Aspek keamanan juga tidak jarang terganggu karena ulah pencopet dan sejenisnya.

Permasalahan layanan selama ini masih dalam taraf wajar, tetapi dapat menjadi bom waktu bagi masa depan sektor pariwisata Yogyakarta. Langkah cepat dan komprehensif penting segera ditempuh guna revitalisasi layanan jasa pariwisata agar prima dan berkelanjutan.

Pembenahan sektor pariwisata penting menjadi prioritas. Moda transportasi umum dan lokal mesti diperbaiki kinerja dan kualitasnya. Jalur-jalur alternatif mestinya dipersiapkan guna menghadapi lonjakan daya tampung jalan saat musim liburan. Kantong-kantong parkir yang representatif dan terjangkau wajib tersediakan. Sumberdaya manusia pendukungnya mesti dibekali kemampuan dan karakter yang ramah. Teknologi penunjang juga mesti diperhatikan, seperti informasi digital, rambu lalu lintas, dan lainnya.

Kebersihan dan kesehatan lingkungan lokasi wisata menjadi tanggung jawab pengelola dan pemerintah. Patut diteladani sikap Gubernur Bali yang secara terbuka mengakui ulasan Time. Langkah darurat diambil dengan pembersihan Pantai Kuta setiap pagi dengan alat-alat berat. Langkah selanjutnya merancang Perda Pengelolaan Sampah. Yogyakarta perlu memikirkan pengelolaan sampah terpadu dan penyediaan ruang terbuka hijau untuk kenyamanan wisatawan.

Pelaku dan penyedia jasa wisata penting menonjolkan keistimewaan budaya Yogyakarta dalam melayani wisatawan. Keramahan mesti diprioritaskan. Atraksi seni dan budaya menarik disuguhkan dalam menghibur dan melayani wisatawan. Aparat kepolisian juga wajib menjamin keamanan bagi para wisatawan.

Yogyakarta memiliki potensi menjadi destinasi utama wisata dunia. Kunjungan wisatawan mesti ditarik tidak sekadar saat musim liburan dan bersifat lokal. Kunci utamanya adalah layanan jasa pariwisata yang kompetitif dan memiliki nilai unggul. Keunggulan ini penting dipromosikan secara internasional dan didukung oleh kontribusi lintas sektor.

oleh Ribut Lupiyanto
disadur dari Kontan, Jum’at, 17 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar