Penyaluran
kredit perbankan masih seret. Malah tren pertumbuhannya melambat. Sebagai
gambaran, kredit perbankan hanya tumbuh 7,7% menjadi Rp 4.036,3 triliun per
April 2016 secara year on year. Pertumbuhan kredit ini melambat ketimbang
pertumbuhan kredit pada bulan sebelumnya atau Maret 2016 yang mencapai 8,4%.
Pertumbuhan
kredit itu juga masih jauh di bawah target sebesar 12%–14% sampai akhir tahun.
Seretnya pertumbuhan kredit ini menggambarkan pula lesunya pertumbuhan ekonomi
kita. Seorang bankir senior pernah bilang, pertumbuhan kredit perbankan itu
kira-kira setara dua hingga tiga kali lipat pertumbuhan ekonomi.
Katakanlah,
pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5%, maka pertumbuhan kredit perbankan
kira-kira sebesar 10%-15%. Jadi, kalau kredit perbankan hanya tumbuh di bawah
10%, betapa pelannya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tentu
ini bukan rumus baku. Hanya sebagai gambaran bahwa geliat perekonomian bisa
tercermin dari deras tidaknya kucuran kredit perbankan. Optimisme maupun
ekspansi pelaku usaha bisa diukur dari seberapa besar kredit bank menggelontor.
Geliat investasi swasta akan tercermin dari aliran kredit ini.
Celakanya,
prospek kredit perbankan di tahun ini tak setinggi proyeksi awal tahun. Melihat
kinerja di awal-awal tahun yang melempem, bank-bank pun sudah bersiap
mengoreksi target pertumbuhan kredit yang ketinggian.
Jauh
sebelumnya, Bank Indonesia (BI) sudah memangkas proyeksi pertumbuhan kredit
perbankan menjadi 11%-14% dari sebelumnya 12% di tahun ini. Ekonomi yang lesu
menjadi pertimbangan bank sentral menggunting proyeksi pertumbuhan kredit.
Stimulus
berupa penurunan suku bunga nyatanya belum kuasa mengerek tinggi pertumbuhan
kredit perbankan. Ini menandakan bahwa efek pelambatan ekonomi lebih dalam dari
yang diduga. Wajar kalau pada akhirnya pemerintah realistis dan merevisi pula
target pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2016, target
pertumbuhan ekonomi tahun ini diturunkan menjadi 5,2% dari 5,3% di APBN 2016.
Konsumsi rumah tangga yang melemah menjadi faktor utama koreksi pertumbuhan.
Dus,
memperkuat daya beli rumah tangga ini yang harusnya menjadi fokus pemerintah.
Sebab, dari sinilah efek domino ekonomi bergulir, termasuk ke kredit
perbankan.
oleh
Khomarul Hidayat
disadur
dari Kontan, Rabu, 15 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar