Editors Picks

Jumat, 17 Juni 2016

Cermin kredit bank



Penyaluran kredit perbankan masih seret. Malah tren pertumbuhannya melambat. Sebagai gambaran, kredit perbankan hanya tumbuh 7,7% menjadi Rp 4.036,3 triliun per April 2016 secara year on year. Pertumbuhan kredit ini melambat ketimbang pertumbuhan kredit pada bulan sebelumnya atau Maret 2016 yang mencapai 8,4%.

Pertumbuhan kredit itu juga masih jauh di bawah target sebesar 12%–14% sampai akhir tahun. Seretnya pertumbuhan kredit ini menggambarkan pula lesunya pertumbuhan ekonomi kita. Seorang bankir senior pernah bilang, pertumbuhan kredit perbankan itu kira-kira setara dua hingga tiga kali lipat pertumbuhan ekonomi.

Katakanlah, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5%, maka pertumbuhan kredit perbankan kira-kira sebesar 10%-15%. Jadi, kalau kredit perbankan hanya tumbuh di bawah 10%, betapa pelannya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tentu ini bukan rumus baku. Hanya sebagai gambaran bahwa geliat perekonomian bisa tercermin dari deras tidaknya kucuran kredit perbankan. Optimisme maupun ekspansi pelaku usaha bisa diukur dari seberapa besar kredit bank menggelontor. Geliat investasi swasta akan tercermin dari aliran kredit ini.

Celakanya, prospek kredit perbankan di tahun ini tak setinggi proyeksi awal tahun. Melihat kinerja di awal-awal tahun yang melempem, bank-bank pun sudah bersiap mengoreksi target pertumbuhan kredit yang ketinggian.

Jauh sebelumnya, Bank Indonesia (BI) sudah memangkas proyeksi pertumbuhan kredit perbankan menjadi 11%-14% dari sebelumnya 12% di tahun ini. Ekonomi yang lesu menjadi pertimbangan bank sentral menggunting proyeksi pertumbuhan kredit.

Stimulus berupa penurunan suku bunga nyatanya belum kuasa mengerek tinggi pertumbuhan kredit perbankan. Ini menandakan bahwa efek pelambatan ekonomi lebih dalam dari yang diduga. Wajar kalau pada akhirnya pemerintah realistis dan merevisi pula target pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan 2016, target pertumbuhan ekonomi tahun ini diturunkan menjadi 5,2% dari 5,3% di APBN 2016. Konsumsi rumah tangga yang melemah menjadi faktor utama koreksi pertumbuhan.

Dus, memperkuat daya beli rumah tangga ini yang harusnya menjadi fokus pemerintah. Sebab, dari sinilah efek domino ekonomi bergulir, termasuk ke kredit perbankan. 

oleh Khomarul Hidayat
disadur dari Kontan, Rabu, 15 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar