Penduduk
Inggris memutuskan Brexit atau tidak,
tidak terlalu memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi market di dalam
negeri. Hubungan langsung antara Indonesia dan Inggris terbilang terbatas.
Kondisi
tersebut bisa dilihat dari sisi investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI), trading, portofolio investasi dan
sebagainya. Semua indikator hubungan dua negara itu serba terbatas.
Jadi,
jika referendum Brexit ternyata
mengesahkan Inggris keluar dari Uni Eropa, pasar di dalam negeri justru hanya
akan merasakan dampak tidak langsung. Apabila Inggris benar-benar keluar,
dollar Amerika Serikat (AS) akan menguat terhadap mata uang global.
Ketika
dollar AS menguat, otomatis nilai tukar rupiah menjadi terdepresiasi. Dengan
demikian, appetite masuk ke
dalam aset yang lebih berisiko juga akan berkurang, termasuk di pasar saham
domestik.
Dalam
kondisi seperti ini, khususnya depresiasi rupiah, sudah bisa dilihat efeknya
dari gejolak ekonomi sebelumnya ketika rupiah melemah. Nah, efek inilah yang
akan dirasakan oleh pasar dalam negeri.
Skenario
berikutnya adalah, apabila ternyata Brexit
tidak terjadi. Artinya, Inggris tetap akan menjadi anggota Uni Eropa.
Prospeknya sama seperti skenario yang pertama.
Hal
tersebut tidak membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia (BEI) reli secara signifikan. Ini lantaran mempertimbangkan outlook fundamental perekonomian global
yang juga sudah melemah.
Namun
kondisi ini juga tidak serta merta membuat kita harus meninggalkan market juga,
tapi sebaiknya lebih waspada. Jadi, saya menyarankan kepada para pelaku pasar,tidak
terlalu merisaukan isu Brexit secara
berlebihan.
Kondisi
pasar di jangka pendek, khususnya selama Juni tahun ini, relatif positif. Tapi
hingga akhir tahun nanti, investor sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih
konservatif dalam melihat market.
oleh
Taye Shim
disadur dari Kontan, Kamis,
23 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar