Pengamat
Kebijakan Publik, Agus Pambagio menuturkan, pembentukan holding energi yang membuat PT Perusahaan Gas negara Tbk (PGN)
menjadi anak usaha PT Pertamina merupakan kesalahan besar pemerintah.
Menurutnya,
kebijakan paling baik adalah bagaimana Pertamina mengelola hulu gas dan PGN
mengelola hilir gas secara terpisah.
“Semua
anak perusahaan PT Pertamina yang mengelola hilir migas dimerger ke PT PGN Tbk,
begitu pula sebaliknya. Jangan dibalik seperti saat ini di mana PT PGN sebagai
BUMN terbuka, diakuisisi oleh PT Pertagas, perusahan swasta anak perusahaan
Pertamina melalui kemasan holdinghisasi,”
kata Agus melalui siaran tertulisnya, Rabu (22/6/2016).
“Ini
merupakan akal bulus Pemerintah yang berakibat hilangnya PT PGN sebagai BUMN.
Kalau ini terjadi publik harus minta pertanggungjawaban negara,” tegas Agus.
Sebagai
BUMN migas, PT Pertamina 100 persen sahamnya dikuasai Negara, sedangkan PT PGN
hanya 57 persen saham yang dikuasai negara, dan sisanya 43 persen merupakan
saham publik.
Usulan
Kementerian BUMN, terkait dengan holdingisasi
migas, 57 persen saham pemerintah dan 43 persen saham publik di PT PGN
diinbrengkan kepada PT Pertamina melalui anak perusahaan Pertamina, yaitu PT
Pertagas yang 100 persen swasta, bukan BUMN.
“Jadilah
PGN menjadi 100 persen menjadi perusahaan swasta, bukan lagi BUMN yang
berstatus terbuka (Tbk). Cerdas betul Kementerian BUMN membunuh anaknya,
layaknya membunuh Indosat dahulu kala,” kata dia.
Lebih
jauh, Agus menjelaskan, awalnya sebagai BUMN terbuka yang go public, PGN sulit diganggu para makelar karena sebagai BUMN jika
akan melakukan aksi korporasi harus melibatkan DPR-RI.
Namun,
ketika sudah menjadi swasta murni, posisi dan kondisi PGN tidak beda dengan
perusahaan swasta nasional yang rawan diganggu politisi, makelar dan
pihak-pihak lain.
“Pada
akhirnya tidak ada gunanya holdingisasi
migas karena semua tujuan diatas tidak akan tercapai dan publik lagi-lagi yang
akan dirugikan,” tuturnya.
Holdingisasi migas akan membuat para rent seekers berkuasa,
karena peraturan perundang-undangan untuk membangun infrastruktur atau
pipanisasi dan perdagangan gas bumi pasti akan dikerjakan mayoritas oleh para
rent seekers bukan oleh holding.
“Akibatnya
gas sulit bisa dinikmati publik. Lupakan gas murah. Di balik semua langkah
Kementerian BUMN, ternyata ada akal bulus di balik holdingisasi migas, yaitu menambah aset PT Pertamina supaya
kemampuan berutangnya lebih besar. Apa tidak ada jalan lain untuk memperbesar
aset selain membunuh BUMN?” tandas Agus.
disadur dari Kompas,
Kamis, 23 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar