Editors Picks

Kamis, 23 Juni 2016

Pengamat: Pelepasan PGN ke Pertamina Seperti Pemerintah Jual Indosat



Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menuturkan, pembentukan holding energi yang membuat PT Perusahaan Gas negara Tbk (PGN) menjadi anak usaha PT Pertamina merupakan kesalahan besar pemerintah.

Menurutnya, kebijakan paling baik adalah bagaimana Pertamina mengelola hulu gas dan PGN mengelola hilir gas secara terpisah.

“Semua anak perusahaan PT Pertamina yang mengelola hilir migas dimerger ke PT PGN Tbk, begitu pula sebaliknya. Jangan dibalik seperti saat ini di mana PT PGN sebagai BUMN terbuka, diakuisisi oleh PT Pertagas, perusahan swasta anak perusahaan Pertamina melalui kemasan holdinghisasi,” kata Agus melalui siaran tertulisnya, Rabu (22/6/2016).

“Ini merupakan akal bulus Pemerintah yang berakibat hilangnya PT PGN sebagai BUMN. Kalau ini terjadi publik harus minta pertanggungjawaban negara,” tegas Agus.

Sebagai BUMN migas, PT Pertamina 100 persen sahamnya dikuasai Negara, sedangkan PT PGN hanya 57 persen saham yang dikuasai negara, dan sisanya 43 persen merupakan saham publik.

Usulan Kementerian BUMN, terkait dengan holdingisasi migas, 57 persen saham pemerintah dan 43 persen saham publik di PT PGN diinbrengkan kepada PT Pertamina melalui anak perusahaan Pertamina, yaitu PT Pertagas yang 100 persen swasta, bukan BUMN.

“Jadilah PGN menjadi 100 persen menjadi perusahaan swasta, bukan lagi BUMN yang berstatus terbuka (Tbk). Cerdas betul Kementerian BUMN membunuh anaknya, layaknya membunuh Indosat dahulu kala,” kata dia.

Lebih jauh, Agus menjelaskan, awalnya sebagai BUMN terbuka yang go public, PGN sulit diganggu para makelar karena sebagai BUMN jika akan melakukan aksi korporasi harus melibatkan DPR-RI.

Namun, ketika sudah menjadi swasta murni, posisi dan kondisi PGN tidak beda dengan perusahaan swasta nasional yang rawan diganggu politisi, makelar dan pihak-pihak lain.

“Pada akhirnya tidak ada gunanya holdingisasi migas karena semua tujuan diatas tidak akan tercapai dan publik lagi-lagi yang akan dirugikan,” tuturnya.

Holdingisasi migas akan membuat para rent seekers berkuasa, karena peraturan perundang-undangan untuk membangun infrastruktur atau pipanisasi dan perdagangan gas bumi pasti akan dikerjakan mayoritas oleh para rent seekers bukan oleh holding.

“Akibatnya gas sulit bisa dinikmati publik. Lupakan gas murah. Di balik semua langkah Kementerian BUMN, ternyata ada akal bulus di balik holdingisasi migas, yaitu menambah aset PT Pertamina supaya kemampuan berutangnya lebih besar. Apa tidak ada jalan lain untuk memperbesar aset selain membunuh BUMN?” tandas Agus.

disadur dari Kompas, Kamis, 23 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar