Di
tengah upaya mengebut penyelesaian RUU Tax Amnesty, Ditjen Pajak Kementerian
Keuangan merencanakan eksekusi tindakan paksa badan atau gijzeling kepada lebih
dari 700 penanggung pajak tahun ini guna mengamankan target penerimaan pajak.
Angin
Praytino Aji, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak (DJP) mengatakan
sebagai bagian dari program di tahun penegakan hukum, setiap kantor pelayanan
pajak (KPP) ditarget melakukan gijzeling
minimal 2 penanggung pajak.
“Masing-masing
KPP kami minta untuk meng-gijzeling
2 penanggung pajak. Jadi kalau ada 330 KPP, ya sekitar 600-700 lebiih kita
targetkanuntuk kami gijzeling,”
ujarnya dalam konferensi pers, Senin (20/6).
Langkah
ini, sambungnya, sebagai bagian dari upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak
dalam memenuhi kewajibannya. Apalagi, tahun ini, penerimaan pajak dari hasil
pemeriksaan ditarget sekitar Rp50 triliun atau sekitar 3,7% dari target
penerimaan pajak total dalam APBN 2016 senilai Rp1.360,2 triliun.
Angka
tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari target tahun lalu Rp33,6 triliun.
Hingga saat ini, penerimaan pajak yang berhasil didapat dari upaya pemeriksaan
sekitar Rp12 triliun.
Khusus
untuk gijzeling,
dari awal tahun hingga saat ini, DJP telah mengeksekusi terhadap 25 penanggung
pajak dengan nilai penerimaan sekitar Rp106 miliar. Angin mengaku belum
seluruhnya dilunasi sehingga masih ada beberapa penanggung pajak yang dikurung
di lembaga permasyarakatan (lapas).
Sayangnya
dia tidak menjabarkan lebih detil terkait posisi tunggakan pajak secara
keseluruhan yang saat ini ada di DJP. Namun, sebagai gambaran, tindakan paksa
badan selama ini dilakukan secara selektif pada penanggung pajak yang memiliki
tunggakan minimal Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi.
Angin
menegaskan tindakan gijzeling
ini merupakan langkah terakhir. Sebelum dilakukan gijzeling, DJP
telah melakukan memberikan peringatan, surat pencekalan selama-lamanya dua kali
6 bulan, dan karena tak digubris akhirnya dilakukan gijzeling.
Tindakan
itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 19/2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa. Jika tetap tidak membayar dalam waktu dua kali 6
bulan, sesuai dengan PP No. 137/2000, pemerintah akan melepaskannya.
Walaupun
dilepaskan, urusan tunggakan pajak tetap akan diproses dan harus dibayar. Oleh
karena itulah, dalam waktu satu tahun kurungan, DJP juga terus melakukan asset tracing.
Saat
ini, DJP memiliki 4.558 petugas fungsional pemeriksa yang siap dikerahkan.
“Petugas mulai fokus di khusus tahun ini. Data di DJP makin hari, makin kaya
dari seluruh institusi,” katanya.
Hestu
Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP
mengungkapkan segala upaya pemeriksaan, penyidikan, hingga gijzeling akan terus
dilakukan tahun ini untuk mengamankan target penerimaan pajak.
“Bahwa
ujungnya nanti wajib pajak memanfaatkan pengampunan pajak ya sesuai koriodor
yang ada di UU itu ya silakan. Tapi selama setahun ini penegakan hukum baik di
pemeriksaan, penyidikan, maupun gijzeling
semua tetap berjalan,” katanya.
Tax Amnesty
Sementara
itu, DPR menjamin RUU Pengampunan Pajak akan disahkan pada pekan depan.
Di
hadapan Presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla, Ketua DPR Ade Komarudin
menjanjikan pembahasan tax
amnesty atau pengampunan pajak selesai sebelum 28 Juni.
"Jelang
tanggal 28 kami mengakhiri masa sidang untuk memasuki cuti panjang. Insya Allah kami bisa
selesaikan UU tax amnesty satu dua hari ini," katanya dalam acara buka
bersama di kediamannya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (20/6).
Hingga
saat ini masih terdapat tujuh pasal lagi yang belum selesai dibahas. Akom pun
optimistis pembahasan ketujuh pasal tersebut akan segera selesai.
Sementara
itu, Panitia Kerja RUU Pengampunan Pajak berkomitmen menyelesaikan sejumlah
pasal yang dianggap masih alot. Penyelesaian pembahasan pasal-pasal itu
ditargetkan selesai hari ini, Selasa (21/6).
Ketua
Panita Kerja (Panja) RUU Pengampunan Pajak Soepriyatno mengatakan pasal-pasal
yang dianggap alot tersebut melingkupi tarif tebusan, bank persepsi, dan subjek
maupun objek yang akan ditentukan dalam program pengampunan pajak.
“Ya
banyak . Ada masalah tarif, masalah yang berhubungan dengan tarif, objek,
subyek tax amnesty,
dan bank persepsi, bank persepsi mana aja yang ingin dipakai Menteri
Keuangan untuk menerima dana repatriasi dan uang tebusan ,” ujarnya saat
dihubungi Bisnis,
Senin (20/6).
Panja
RUU Pengampunan Pajak dijadwalkan merampungkan seluruh pembahasan di Hotel
InterContinental, Jakarta.
Dia
optimistis RUU Pengampunan Pajak tersebut akan rampung pada pekan ini dan
diketok palu pada paripurna penutupan masa sidang ini sehingga kebijakan
tersebut dapat berlaku pada 1 Juli.
Politisi
Partai Golkar, Misbakhun menambahkan beberapa kendala yang masih menjadi
perdebatan yaitu soal ruang lingkup tindak pidana juga masih terkesan alot.
“Bagaimana
pun juga tax amnesty
ini bukan hanya mendesak tetapi juga mendasar.”
Politisi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Hendrawan Supratikno
menegaskan sudah ada kesepahaman yang sama diantara sepuluh fraksi di DPR.
Hendrawan
mengungkapkan komisinya sengaja belum membahas pasal 3 terkait tarif uang tebusan
baik untuk repatriasi maupun deklarasi.
“Pokoknya
yang sensitif ditunda dulu. karena setiap parpol punya ideal masing-masing dan
perhitungan yang beda-beda dan itu wajar kira-kira. Tarif memang belum
disinggung sama sekali, itu untuk menghindari deadlock politik di awal,”
terangnya.
Pun
demikian, Hendrawan mengungkapkan opini yang tengah bergulir terkait besaran
tarif uang tebusan yaitu untuk deklarasi antara 5%-10% dan repatriasi
antara 2%-5%.
Mengenai
jangka waktu pelaksanaan, Hendrawan menyebutkan fraksi Gerindra
menginginkan perpanjangan RUU tersebut hingga 9 bulan atau 31 Maret 2017.
“Pemerintah
tidak keberatan sampai 31 Maret 2017, jadi kalau pemerintah sepakat, biasanya
fraksi-fraksi yang semula menolak akan cepat berubah dan sepakat dengan usulan
pemerintah,” tegasnya.
Disadur
dari Bisnis, Selasa, 21 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar