Editors Picks

Selasa, 21 Juni 2016

Tax Amnesty & Gijzeling Berjalan Seiring



Di tengah upaya mengebut penyelesaian RUU Tax Amnesty, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan merencanakan eksekusi tindakan paksa badan atau gijzeling kepada lebih dari 700 penanggung pajak tahun ini guna mengamankan target penerimaan pajak.

Angin Praytino Aji, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak (DJP) mengatakan sebagai bagian dari program di tahun penegakan hukum, setiap kantor pelayanan pajak (KPP) ditarget melakukan gijzeling minimal 2 penanggung pajak.

“Masing-masing KPP kami minta untuk meng-gijzeling 2 penanggung pajak. Jadi kalau ada 330 KPP, ya sekitar 600-700 lebiih kita targetkanuntuk kami gijzeling,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (20/6).

Langkah ini, sambungnya, sebagai bagian dari upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Apalagi, tahun ini, penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan ditarget sekitar Rp50 triliun atau sekitar 3,7% dari target penerimaan pajak total dalam APBN 2016 senilai Rp1.360,2 triliun.

Angka tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari target tahun lalu Rp33,6 triliun. Hingga saat ini, penerimaan pajak yang berhasil didapat dari upaya pemeriksaan sekitar Rp12 triliun.

Khusus untuk gijzeling, dari awal tahun hingga saat ini, DJP telah mengeksekusi terhadap 25 penanggung pajak dengan nilai penerimaan sekitar Rp106 miliar. Angin mengaku belum seluruhnya dilunasi sehingga masih ada beberapa penanggung pajak yang dikurung di lembaga permasyarakatan (lapas).

Sayangnya dia tidak menjabarkan lebih detil terkait posisi tunggakan pajak secara keseluruhan yang saat ini ada di DJP. Namun, sebagai gambaran, tindakan paksa badan selama ini dilakukan secara selektif pada penanggung pajak yang memiliki tunggakan minimal Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi.

Angin menegaskan tindakan gijzeling ini merupakan langkah terakhir. Sebelum dilakukan gijzeling, DJP telah melakukan memberikan peringatan, surat pencekalan selama-lamanya dua kali 6 bulan‎, dan karena tak digubris akhirnya dilakukan gijzeling.

Tindakan itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 19/2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jika tetap tidak membayar dalam waktu dua kali 6 bulan, sesuai dengan PP No. 137/2000, pemerintah akan melepaskannya.

Walaupun dilepaskan, urusan tunggakan pajak tetap akan diproses dan harus dibayar. Oleh karena itulah, dalam waktu satu tahun kurungan, DJP juga terus melakukan asset tracing.

Saat ini, DJP memiliki 4.558 petugas fungsional pemeriksa yang siap dikerahkan. “Petugas mulai fokus di khusus tahun ini. Data di DJP makin hari, makin kaya dari seluruh institusi,” katanya.

Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP mengungkapkan segala upaya pemeriksaan, penyidikan, hingga gijzeling akan terus dilakukan tahun ini untuk mengamankan target penerimaan pajak.

“Bahwa ujungnya nanti wajib pajak memanfaatkan pengampunan pajak ya sesuai koriodor yang ada di UU itu ya silakan. Tapi selama setahun ini penegakan hukum baik di pemeriksaan, penyidikan, maupun gijzeling semua tetap berjalan,” katanya.

Tax Amnesty
Sementara itu, DPR menjamin RUU Pengampunan Pajak akan disahkan pada pekan depan.   

Di hadapan Presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla, Ketua DPR Ade Komarudin menjanjikan pembahasan tax amnesty atau pengampunan pajak selesai sebelum 28 Juni.

"Jelang tanggal 28 kami mengakhiri masa sidang untuk memasuki cuti panjang. Insya Allah kami bisa selesaikan UU tax amnesty satu dua hari ini," katanya dalam acara buka bersama di kediamannya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (20/6).

Hingga saat ini masih terdapat tujuh pasal lagi yang belum selesai dibahas. Akom pun optimistis pembahasan ketujuh pasal tersebut akan segera selesai.

Sementara itu, Panitia Kerja RUU Pengampunan Pajak berkomitmen menyelesaikan sejumlah pasal yang dianggap masih alot. Penyelesaian pembahasan pasal-pasal itu ditargetkan selesai hari ini, Selasa (21/6).

Ketua Panita Kerja (Panja) RUU Pengampunan Pajak Soepriyatno mengatakan pasal-pasal yang dianggap alot tersebut melingkupi tarif tebusan, bank persepsi, dan subjek maupun objek yang akan ditentukan dalam program pengampunan pajak.

“Ya banyak . Ada masalah tarif, masalah yang berhubungan dengan tarif, objek, subyek tax amnesty, dan  bank persepsi, bank persepsi mana aja yang ingin dipakai Menteri  Keuangan untuk menerima dana repatriasi dan uang tebusan ,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (20/6).

Panja RUU Pengampunan Pajak dijadwalkan merampungkan seluruh pembahasan di Hotel InterContinental, Jakarta.

Dia optimistis RUU Pengampunan Pajak tersebut akan rampung pada pekan ini dan diketok palu pada paripurna penutupan masa sidang ini sehingga kebijakan tersebut dapat berlaku pada 1 Juli.

Politisi Partai Golkar, Misbakhun  menambahkan beberapa kendala yang masih menjadi perdebatan yaitu soal ruang lingkup tindak pidana juga masih terkesan alot.
“Bagaimana pun juga tax amnesty ini bukan hanya mendesak tetapi juga mendasar.”

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Hendrawan Supratikno menegaskan sudah ada kesepahaman yang sama diantara sepuluh fraksi di DPR.

Hendrawan mengungkapkan komisinya sengaja belum membahas pasal 3 terkait tarif uang tebusan baik untuk repatriasi maupun deklarasi.

“Pokoknya yang sensitif ditunda dulu. karena setiap parpol punya ideal masing-masing dan perhitungan yang beda-beda dan itu wajar kira-kira. Tarif memang belum disinggung sama sekali, itu untuk menghindari deadlock politik di awal,” terangnya.

Pun demikian, Hendrawan mengungkapkan opini yang tengah bergulir terkait besaran tarif uang tebusan yaitu untuk deklarasi antara 5%-10% dan  repatriasi antara 2%-5%.

Mengenai jangka waktu pelaksanaan, Hendrawan menyebutkan fraksi Gerindra menginginkan perpanjangan RUU tersebut hingga 9 bulan atau 31 Maret 2017.

“Pemerintah tidak keberatan sampai 31 Maret 2017, jadi kalau pemerintah sepakat, biasanya fraksi-fraksi yang semula menolak akan cepat berubah dan sepakat dengan usulan pemerintah,” tegasnya. 

Disadur dari Bisnis, Selasa, 21 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar