Saat rapat dengan Komisi XI DPR membahas
RUU Tax Amnesty awal pekan ini, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
mengungkapkan ada sekitar 6.519 WNI yang menyimpan kekayaannya di luar negeri.
Berapa banyak kekayaan mereka yang
disimpan di luar negeri?
Jumlah mencapai sekitar Rp 4.000
triliun. Jika dirata-rata, maka satu WNI menyimpan aset di luar negeri sebanyak
Rp 614 miliar.
Akumulasi kekayaan yang disimpan di
luar negeri itu tidak pernah dilaporkan oleh si empunya sehingga tidak pernah
dibayarkan pajaknya.
Padahal, berdasarkan aturan pajak di
Indonesia, setiap WNI yang menjadi wajib pajak harus menyetor pajak dari setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan WNI bersangkutan.
Pajak ini disebut pajak penghasilan
atau PPh.
Besaran tarif PPh bervariasi,
berkisar 5 – 30 persen dari setiap tambahan penghasilan, tergantung seberapa
besar penghasilannya.
Semakin besar tambahan penghasilan,
semakin besar tarif PPh-nya.
WNI Super Kaya
Apabila jumlah WNI yang menyimpan
dananya di luar negeri dibandingkan total penduduk Indonesia yang sebanyak 255
juta, maka persentasenya hanya 0,000026 persen.
Amat sangat kecil dan tidak signifikan
sama sekali. Namun, betapa dahsyat kekayaan yang mereka miliki.
Sebab, simpanan mereka yang sebesar
Rp 4.000 triliun itu ternyata hampir dua kali lipat dari belanja negara.
Total belanja negara tahun 2016 ini
ditetapkan sebesar 2.095,7 triliun.
Belanja itu dipakai antara lain
untuk membayar gaji sekitar 4,5 juta PNS, 900.000 TNI/polri, dan pegawai
pemerintah lainnya di seluruh Indonesia.
Dana itu juga digunakan untuk
belanja barang dan modal termasuk membangun infrastruktur seperti waduk, jalan,
bandara, pelabuhan di seantero Indonesia.
Yang lebih mencengangkan, jumlah
simpanan WNI super kaya di luar negeri ternyata hampir sebanding dengan jumlah
uang beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia yang sebesar Rp 4.561 triliun
per akhir Maret 2016.
M2 terdiri dari uang kartal, uang
kuasi, dan surat berharga.
Uang kartal merupakan uang pecahan
yang beredar di masyarakat. Uang yang ada di dompet kita merupakan bagian dari
uang kartal.
Sementara uang kuasi adalah uang
yang wujud tidak kita pegang seperti tabungan, deposito, dan giro di perbankan.
Jumlah M2 mencerminkan kekayaan
seluruh masyarakat Indonesia yang disimpan dalam bentuk uang dan sejenisnya di
dalam negeri.
Jadi, simpanan seluruh masyarakat
Indonesia yang sebanyak 255 juta hampir setara dengan simpanan 6.519 WNI super
kaya di luar negeri.
Ketimpangan
Kondisi itu menunjukkan betapa
timpangnya pendapatan di Indonesia.
Hampir setengah kekayaan total
bangsa hanya dimiliki oleh segelintir orang yang jumlahnya tak sampai 1 persen
dari jumlah penduduk.
Wajar saja, angka gini rasio
Indonesia tergolong tinggi.
Gini rasio atau Koefisien Gini
adalah ukuran yang dikembangkan oleh ahli statistik Italia bernama Corrado Gini,
Koefisien ini digunakan untuk
mengukur kesenjangan kekayaan antar penduduk.
Semakin kecil angkanya, semakin
rendah kesenjangannya. Sebaliknya, semakin besar angkanya, maka kesenjangan
pendapatan semakin melebar.
Di seluruh dunia, gini rasio bervariasi,
mulai 0,25 yakni Denmark hingga 0,70 yakni Namibia. Adapun angka gini rasio
Indonesia, berdasarkan data BPS adalah 0,4.
Dalam 20 tahun terakhir, Gini rasio
Indonesia cenderung membesar. Kondisi ini menunjukkan, kesenjangan pendapatan
semakin melebar.
Dengan kata lain, orang kaya makin
kaya, orang miskin tambah miskin.
Melebarnya pendapatan, juga
terkonfirmasi dari data distribusi simpanan di perbankan yang dirilis Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
Data tersebut membagi simpanan dalam
7 rentang nominal yakni simpanan di bawah Rp 100 juta; simpanan Rp 100 – 200
juta, Rp 200 – 500 juta, Rp 500 juta – 1 miliar; Rp 1 – 2 miliar; Rp 2 – 5
miliar, dan di atas Rp 5 miliar.
WNI super kaya tentu digolongkan
sebagai pemilik rekening dengan nominal simpanan di atas Rp 5 miliar.
Dilihat dari jumlah rekeningnya,
pemilik simpanan di atas Rp 5 miliar hanya sebanyak 78.177 rekening atau 0,04
persen dari total rekening simpanan di industri perbankan Indonesia yang sebanyak
175.904.630 rekening.
Namun nilai simpanan segelintir
pemilik rekening itu mencapai Rp 2.115 triliun atau 46,48 persen total simpanan
di perbankan nasional yang mencapai Rp 4.550,91 triliun.
Dilihat dari pangsa terhadap total
simpanan, ternyata nilai simpanan di atas Rp 5 miliar cenderung meningkat.
Pangsanya per Maret 2016 mencapai
46,48 persen, lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya yang 45,66 persen.
Sebaliknya, pangsa simpanan di bawah
Rp 5 miliar turun dari 54,34 persen menjadi 53,52 persen. Padahal, porsi jumlah
rekeningnya tetap yakni sebesar 0,04 persen.
Artinya, akumulasi kekayaan dari
segelintir pemilik simpanan di atas Rp 5 miliar lebih cepat dibandingkan
pemilik simpanan di bawah Rp 5 miliar. Dengan kata lain, ketimpangan makin melebar.
Tebusan
Nah kini, melalui Tax Amnesty,
dana simpanan WNI di luar negeri yang sebesar Rp 4.000 triliun itu coba diambil
manfaatnya oleh negara.
Para WNI super kaya yang menyimpan
dananya di luar negeri sejatinya adalah para pelanggar hukum.
Sekurangnya mereka melanggar
administrasi perpajakan karena tidak melaporkan kekayaannya secara semestinya.
Agar mereka mau melaporkan
kekayaannya itulah, pemerintah memberi insentif berupa pengampunan pajak.
Dalam draft RUU Tax Amnesty disebutkan,
insentif bagi pemohon tax amnesty antara lain penghapusan pajak
terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana dibidang
perpajakan.
Selain itu, tidak dilakukan
penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti
permulaan, serta penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan.
Bahkan, dengan memohon tax
amnesty, pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan terhadap
pemohon akan langsung dihentikan.
Pemberian tax amnesty hanya
dikecualikan untuk mereka yang memperoleh kekayaan melalui tindak pidana
terorisme, narkoba dan perdagangan manusia.
Artinya, bagi mereka yang diduga
melakukan tidak pidana korupsi, pencucian uang, penggelapan pajak akan
dibebaskan dari segala sangkaan bila mengajukan tax amnesty.
Untuk mendapatkan insentif yang
dahsyat tersebut, WNI super kaya yang menyimpan dananya di luar negeri cukup
membayar uang tebusan.
Besarnya tarif tebusan masih dibahas
oleh Panja RUU Tax Amnesty yang terdiri dari perwakilan Kementerian Keuangan
dan perwakilan Komisi XI DPR.
Namun, sejauh ini, pemerintah dan
DPR tampaknya setuju dengan skema ini :
1. Untuk gelombang pertama, tarif
tebusan sebesar 2 persen untuk repatriasi dan 4 persen untuk non repatriasi
2. Untuk gelombang kedua, tarif
tebusan 3 persen untuk repatriasi dan 6 persen untuk non repatriasi.
Tarif tebusan itu akan dikenakan
untuk seluruh kekayaan yang dilaporkan.
Dalam skema tersebut, pemohon yang
bersedia membawa dananya ke Indonesia (repatriasi) akan dikenakan tarif yang
lebih rendah dibandingkan bagi mereka yang tetap menaruh dananya di luar
negeri.
Berdasarkan hitung-hitungan yang
dilakukan, Menkeu Bambang optimistis pemerintah bisa mendapatkan dana sekitar
Rp 165 triliun dari pembayaran uang tebusan simpanan WNI di luar negeri.
Uang tebusan yang hanya 2 -3 persen
rasanya sangat tidak memberatkan. Apalagi, uang untuk membayar tebusan itu
segera akan mendapatkan gantinya.
Sebab, dengan ditempatkan di
deposito saja, WNI super kaya akan mendapatkan bunga sebesar 7 – 9 persen. Jika
dibelikan Surat Utang Negara, bunganya bisa lebih tinggi.
Jadi, tax amnesty tidak hanya
membebaskan pemohon dari jerat hukum, tetapi juga akan memperkaya pemohon.
Sementara, WNI yang patuh bayar pajak
akan gigit jari. Sebab, dengan kepatuhannya, mereka harus bayar pajak 5 – 30
persen.
Apakah ketimpangan akan semakin
membesar? Tentu saja.
oleh M Fajar Marta
disadur dari Kompas, Kamis, 26 Juni
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar