Sudah menjadi hukum sejarah, dunia berikut tatanan
kehidupannya akan terus berevolusi. Demikian juga perjalanan suatu bangsa jika
bangsa itu lulus menjaga eksistensinya.
Agustus 2015, dalam
acara seminar internasional di Universitas Indonesia, saya menyampaikan
refleksi kesejarahan "70 Tahun Indonesia Merdeka". Saya kedepankan
dinamika dan pasang surut perjalanan bangsa Indonesia sejak 1945, kemudian apa
tantangan dan pekerjaan rumah 70 tahun ke depan.
Di awal 2016, saya
juga diminta Universitas Udayana, Bali, untuk memberikan kuliah umum
"Indonesia 2045" atau "Satu Abad Indonesia Merdeka". Di
hadapan segenap sivitas akademika, saya sampaikan bahwa tahun 2045 Indonesia
bisa menjadi negara yang lebih maju, kuat, dan sejahtera. Dengan kerja keras
dan pertolongan Tuhan, insya Allah Indonesia bisa. Tentu ini tidak datang dari
langit dan jalan yang ditempuh tak selalu lunak.
Indonesia 2045,
tinggal tiga dekade lagi. Sebagai warga bangsa yang bertanggung jawab kita
berkewajiban mewujudkan impian indah itu. Seorang guru manajemen tersohor,
Peter Drucker, pernah mengatakan, "The
best way to predict the future is to create it". Ia
benar.
Maka melalui artikel
ini saya ingin mengajak kita semua, bangsa Indonesia, bersatu dan bekerja keras
mewujudkan "Indonesia Sukses" tahun 2045.
Transformasi besar bangsa
Sejak 1998,
sesungguhnya bangsa Indonesia bukan sekadar melakukan reformasi, melainkan juga
transformasi besar dan mendasar. Transformasi ini masih berlangsung dan menurut
perkiraan saya masih berlanjut 20-30 tahun ke depan.
Saya mencatat ada lima
transformasi besar yang tengah kita lakukan. Pertama, dalam dunia politik, kita
bertransformasi dari sistem otoritarian menuju demokrasi. Kedua, di bidang
pemerintahan dari sistem yang sentralistik menuju desentralistik. Ketiga, dari
ekonomi yang didominasi sumber daya alam menuju yang lebih berbasis industri,
jasa, teknologi, dan sumber daya manusia. Keempat, dalam hubungan internasional
kita tengah melengkapi cara pandang dari inward looking dan terlalu nasionalistik menuju
wawasan yang lebih seimbang: inward
and outward looking, dengan tetap mengutamakan kepentingan
nasional. Kelima, terkait stabilitas politik dan keamanan publik, kita berubah
dari pendekatan keamanan menuju ke penegakan hukum.
Layaknya perubahan
besar, selalu ada tantangan dan resistensinya. Perubahan juga menghadirkan
instabilitas dan rasa tidak nyaman bagi sebagian kalangan. Itu sebabnya tak
sedikit reformasi dan transformasi gagal mencapai tujuan karena para pelakunya
menyerah. Atau kaum yang menentang berhasil mengalahkan kaum reformis. Kalau
ini terjadi, bangsa yang bersangkutan bukan hanya kembali ke posisi awal,
melainkan bisa mengalami disorientasi dan lebih buruk kondisinya.
Sebagai contoh, tak
mudah mendidik dan mentransformasi alam pikir dan perilaku politik kita, orang
seorang, yang selama lebih dari 30 tahun menjalankan sistem otoritarian,
menjadi demokratis. Termasuk alam pikiran para pemimpin di negeri ini. Ekonomi
dan bisnis Indonesia yang dimanjakan oleh keberlimpahan sumber daya alam juga
tidak mudah hijrah ke ekonomi jasa, sumber daya manusia, dan penguasaan iptek.
Para pelaku ekonomi di comfort
zone enggan berubah. Tentu masih banyak tantangan lain. Peran
para pemimpin menjadi penting untuk menjaga semangat perubahan ini.
Urusan transformasi
sengaja saya angkat karena ada kaitannya dengan pekerjaan besar yang hendak
kita lakukan untuk mewujudkan Indonesia Sukses di ulang tahunnya yang
keseratus.
Pekerjaan rumah ke depan
Menurut saya, ada tiga
tujuan besar yang mesti kita capai di satu abad kemerdekaan nanti, yaitu (1)
demokrasi yang kuat, stabil, dan berkualitas; (2) ekonomi yang kuat, adil, dan
berkelanjutan; dan (3) peradaban bangsa yang lebih unggul menuju negara maju (developed country)
akhir abad XXI.
Banyak hal harus kita
lakukan untuk tujuan pertama. Para pemimpin-negara, pemerintah, dan tokoh
politik-harus berdiri di depan dan menjadi contoh.
Mari kita didik
masyarakat dan diri kita, bahwa demokrasi tidak sekadar pemilihan umum dan
kebebasan. Juga bukan hanya hak sipil dan hak politik warga negara. Demokrasi
juga tentang konstitusionalisme dan kepatuhan kita terhadap sistem dan
perundang-undangan, sekaligus etika dan aturan main. Juga tentang kepatuhan
pada pranata hukum (rule
of law) dan penegakan hukum. Juga tentang akuntabilitas para
penyelenggara negara, termasuk bebasnya mereka dari penyimpangan dan tindak
pidana korupsi. Juga tentang checks
and balances di antara para pemegang kekuasaan, termasuk di
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Juga tentang penggunaan kekuasaan
(the exercise of power)-apakah
kekuasaan digunakan secara tepat atau melampaui batasnya.
Demokrasi juga
berkaitan dengan etika para wakil rakyat dan semua pejabat yang mendapat mandat
rakyat. Di sini termasuk presiden, gubernur, bupati, dan wali kota. Juga para
anggota DPR, DPD, dan MPR. Yang mereka lakukan dan perjuangkan harus
benar-benar yang menjadi harapan dan aspirasi rakyat.
Yang terakhir dari
domain demokrasi adalah menghadirkan demokrasi yang tertib. Demokrasi yang
matang ditandai oleh politik yang tertib dan stabil. Maka untuk menjaga
stabilitas politik dan ketertiban publik harus dipilih cara-cara yang tidak
merusak sendi-sendi demokrasi. Cara-cara represif dan keluar dari pranata hukum
harus menjadi milik masa lampau. Membikin rakyat tidak berani bicara karena
takut divonis mengganggu stabilitas politik dan jalannya pemerintahan adalah
bentuk represi di era modern ini.
Tujuan besar kedua
berupa ekonomi yang kuat, adil, dan berkelanjutan, berarti upaya agar ekonomi
terus tumbuh dan pendapatan nasional juga semakin besar; ekonomi makro terjaga
baik, termasuk terciptanya lapangan pekerjaan dan harga-harga yang stabil dan
terjangkau; serta ketahanan dan fundamental ekonomi. Antara 2004-2014
pertumbuhan kita rata-rata hampir 6 persen, tertinggi kedua atau ketiga di
antara negara-negara G-20.
Ekonomi yang
berkeadilan menjadi tantangan besar Indonesia dan dunia. Meskipun secara global
jumlah orang miskin berkurang, ketimpangan sosial-ekonomi makin besar. Meskipun
belum sempurna, apa yang kami doktrinkan dulu dalam pembangunan ekonomi, yaitu
"pertumbuhan disertai pemerataan" atau growth with equity akan
bijak jika tidak ditinggalkan. Alangkah tidak indahnya jika negara kita
dipenuhi bangunan megah serta proyek-proyek mercu suar lainnya, sementara
masyarakat hidup miskin.
Kita harus kembali mengejawantahkan
kearifan para pendiri republik bahwa Indonesia yang kita tuju adalah Indonesia
yang adil dan makmur. Keduanya harus tumbuh bersama, jangan dipisahkan dan
jangan sampai keadilan dikorbankan lantaran yang ingin kita tampilkan adalah
gemerlapnya wajah kemakmuran.
Dunia abad XXI juga
menghadirkan semangat tinggi bagi terpeliharanya lingkungan alam dan
sumber-sumber kehidupan di Bumi. Konferensi PBB di Paris, Desember 2015, yang
berhasil menghadirkan dokumen bersejarah untuk memerangi pemanasan global dan
perubahan iklim, adalah tonggak baru yang patut kita rayakan. Dunia sepakat
bahwa pembangunan yang kita jalankan adalah pembangunan berkelanjutan dan
ekonomi yang kita anut adalah ekonomi hijau.
Semoga strategi
pembangunan ekonomi yang saya tawarkan (juga kita laksanakan dalam 10 tahun
masa kepresidenan saya), yaitu "4
Track Strategy", bisa diposisikan sebagai alternatif.
Alhamdulillah, tema besar kita"sustainable
growth with equity" dan juga"4 Track Strategy" yang mencakup
pembangunan ekonomi yang pro-pertumbuhan, pro-lapangan pekerjaan,
pro-pengurangan kemiskinan, dan pro-kelestarian lingkungan juga menjadi masukan
penyusunan SDGs (Sustainable Development Goals) yang secara pribadi saya ikut
menyumbang.
Indonesia maju, kuat,
dan sejahtera tahun 2045 dapat kita wujudkan jika peradaban terus kita majukan.
Kemajuan peradaban sebuah bangsa ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi tinggi, daya saing dan kemandirian yang kuat, serta karakter yang
kokoh dan unggul. Dengan itu semua, bangsa akan lebih tahan guncangan. Artinya,
jika harus mengalami krisis yang berat sekalipun, bangsa itu akan tetap survive.
Pengertian peradaban (civilization) luas
dan beragam. Sungguh pun demikian, saya berpikir peradaban, ketahanan, dan
keunggulan bangsa Indonesia akan ditentukan oleh tingkat pendidikan. Manusia
dan bangsa Indonesia harus berkarakter kuat di atas jati dirinya yang telah
lulus dari berbagai ujian sejarah. Masyarakat Indonesia juga harus menjadi
masyarakat yang rasional dan bertanggung jawab. Teknologi harus dikuasai,
apalagi kita hidup dalam era digital dan juga revolusi industri gelombang
keempat. Sebagai bangsa majemuk, peradaban bangsa kita juga mesti ditandai
dengan toleransi dan kerukunan, sekaligus mencintai perdamaian. Sebagai bagian
dari the good society,
masyarakat Indonesia juga harus kepatuhan terhadap pranata sosial dan pranata
hukum.
Peluang, tantangan, dan imperatif
Bisakah Indonesia
menjadi negara yang lebih maju, kuat, dan sejahtera 2045? Tak ada seorang pun
bisa menjamin. Namun, berangkat dari keyakinan dan akal sehat, saya
memberanikan diri bahwa kita bisa.
Ada lima alasan yang
dapat saya sampaikan. Pertama, Indonesia berusia muda~young country.
Masih ada peluang untuk tumbuh dan maju. Kedua, kita selalu bisa keluar dari
krisis. Beberapa kali Indonesia diramalkan ambruk, tetapi tidak terjadi.
Ketiga, potensi dan sumber daya kita besar. Ini modal pembangunan yang berharga
jika negara diawaki oleh manusia yang cakap, inovatif, dan unggul. Keempat,
kita masih terus bertransformasi. Maka, transformasi dan reformasi tidak boleh
terhenti. Apalagi gagal. Kelima, untuk menambah keyakinan bahwa Indonesia bisa
maju, ada banyak kisah sukses.
Meskipun 10 tahun masa
pemerintahan saya amat berat kondisinya serta tak semua bisa kita capai, dalam
kurun waktu itu pendapatan per kapita rakyat naik hampir 350 persen. Ingat,
sejak Indonesia merdeka hingga 60 tahun kemudian, pendapatan per kapita kita
1.100 dollar AS. Dalam 10 tahun, angka itu menjadi 3.700 dollar AS. Ternyata
bangsa kita bisa.
Ke depan, tantangan
dan permasalahan yang kita hadapi semakin berat. Dunia dan kawasan Asia juga
tidak selalu kondusif. Perjalanan bangsa kita pun penuh dengan masa pasang dan
surut. Oleh karena itu, untuk sukses kita harus bekerja sangat keras disertai
pikiran yang cerdas. Kalau hal ini saya tuangkan dalam bentuk imperatif, ada 3
hal yang harus kita penuhi.
Pertama, bangsa ini
harus punya visi. Visi ini produk dari pemikiran besar berlandaskan realitas
dan telaah logis dan rasional atas apa yang bisa dan tidak bisa dicapai
Indonesia ke depan, serta pengalaman panjang kita semua dalam membangun negara.
Dalam arti luas visi berkaitan dengan grand
strategy, perencanaan jangka panjang dan haluan pembangunan yang
kita jalankan.
Pemimpin pada tingkat
puncak beserta jajaran penyelenggara negara serta lembaga think tank berkewajiban
merumuskan visi bangsa dan kemudian menjadikannya sebagai kompas dan haluan
kehidupan bernegara kita ke depan.
Kedua, diperlukan
kepemimpinan yang visioner, cakap, dan kuat. Kepemimpinan ini tidak hanya
berkaitan dengan presiden sebagai pemimpin puncak, tetapi juga kepemimpinan di
semua lini dan tingkatan. Dalam konteks menuju Indonesia 2045, tugas penting
pemimpin adalah menyatukan dan mengarahkan (aligning)
rakyat untuk bekerja dan bergerak menuju masa depan itu. Para pemimpin tingkat
nasional secara moral dan politik bertanggung jawab membawa bangsa ini terus
bergerak ke depan. Inilah yang disebut pragmatisme dengan visi. Pragmatisme
tanpa visi bisa membuat perjalanan Indonesia menuju ke arah yang keliru.
Ketiga, ketika
Indonesia telah memiliki visi besar dan juga dipimpin oleh para pemimpin yang
cakap, seluruh komponen bangsa harus bekerja dan memberikan sumbangsihnya.
Indonesia 2045 tinggal
30 tahun kurang. Seraya memberikan kesempatan dan dukungan kepada negara dan
pemerintah untuk memimpin kita semua, ada tugas sejarah yang harus kita
tunaikan. Semua mesti ikut berkarya hari ini dan berupaya agar karya kita
sukses dalam arahan para pemimpin yang cakap dan bertanggung jawab dalam visi
besar bangsa.
oleh Susilo Bambang Yudhoyono
disadur dari Kompas, Selasa, 28 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar