Editors Picks

Jumat, 27 Mei 2016

(Beban) Bonus Demografi



Akhir-akhir ini, berita yang menghiasi layar kaca, baik televisi maupun online, banyak yang mengomentari tentang aksi  kekerasan yang dilakukan oleh remaja.

Bila sebelumnya ada aksi mengenai seorang anak SMA yang berbicara dengan nada mengancam kepada seorang polisi wanita, akhir-akhir ini ada kabar mengenai pemerkosaan dan pembunuhan gadis oleh sekelompok pemuda.

Ketika mendengar ataupun membaca  berita itu, saya langsung teringat dengan frase bonus demografi, yang mulai mengemuka pada awal 2014.Ketika itu, mulai dari presiden, menteri, gubernur, hingga wali kota kerap kali menyampaikan Indonesia akan mengalami bonus demografi pada periode 2020–2030.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), bonus demografi mengandung arti bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya.Pada periode itu, jumlah usia angkatan kerja, yakni yang berusia 15 tahun-64 tahun, diperkirakan mencapai sekitar 70%.

Adapun jumlah penduduk lainnya me  masuki usia tidak produktif, yakni usia di bawah 14 tahun dan usia di atas 65 tahun. Dengan demikian, pada tahun 2020-2030, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif,sedang usia tidak produktif sekitar 60 juta jiwa, atau 10 orang usia produktif hanya menanggung 3-4 orang usia tidak produktif. Hal ini tentunya akan meningkatkan jumlah penghasilan yang masih bisa disisihkan sebagai salah satu sumber devisa negara.

Jumlah penduduk produktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang nonproduktif, secara teoretis tentunya akan mengompensasi ketidakproduktifan yang ada. Namun, perhitungan kompensasi ini tentunya juga harus dibarengi dengan persiapan mental dan diri dari generasi muda yang ada.

Ketika bonus demografi dimanfaatkan dengan baik, pertumbuhan ekonomi pun akan turut terkerek karena dominasi penduduk yang produktif akan mengerek pendapatan domestik bruto. Tanggung jawab ini berada di tangan pemerintah dan masyarakat, yang harus menyiapkan generasi muda yang berkualitas tinggi,melalui pendidikan, kesehatan penyediaan lapangan kerja dan investasi. Namun, melihat tingkah polah para pemuda ini justru membuat saya jadi berpikir apakah bonus demografi itu berkah bagi Indonesia? Bagaimana kalau justru bonus demografi ini menjadi beban yang harus ditanggung negara yang sedang gencar-gencarnya melakukan perbaikan infrastruktur fisik di mana-mana?

Kasus yang terjadi di atas memang tidak lantas bisa dicap sebagai cerminan dari generasi muda yang ada saat ini. Namun,kasus–kasus itu juga tidak bisa dianggap sepele karena benar-benar terjadi di depan mata dan hidung kita.Permasalahan utama yang bisa ditimbulkan dari bonus demografi yang tidak dipersiapkan dengan baik adalah pengangguran.

Keterampilan Khusus
Jumlah angkatan kerja yang cukup besar tanpa dibarengi dengan keterampilan khusus atau ketersediaan lapangan kerja yang memadai, tentunya akan menambah jumlah pengangguran. Apakah bisa pemerintah menyediakan lapangan kerja untuk seluruh penduduk berusia produktif pada saat bonus demografi terjadi? Seandainya pun tidak bisa dan harus bekerja di Negara lain,apakah mampu penduduk berusia produktif itu bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri pernah menyebutkan ada permasalahan yang harus diselesaikan dalam menghadapi bonus demografi. Permasalahan yang dimaksud adalah mengenai tingkat pendidikan penduduk yang saat ini sebagian besar hanya mengenyam pendidikan SD dan SMP. Kebanyakan dari kelompok tersebut merupakan pengangguran yang tidak memiliki keterampilan. Berdasarkan laporan dari United Nations Development Programme, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia berada pada peringkat 110. Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan Thailand, Malaysia, apalagi Singapura. Memang peringkatnya
lebih baik dibandingkan dengan Filipina, Viet Nam, dan Kamboja, tetapi menurut saya itu memang sudah seharusnya terjadi dan bukan merupakan sebuah prestasi. Karena itu, pemerintah dan juga masyarakat perlu mawas diri apakah anak-anak kita nanti bisa menjadi generasi penerus yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Atau justru anak-anak kita justru menjadi beban bagi Negara kita di masa mendatang? Kita lihat saja.

oleh: Rachmad Subiyanto
disadur dari Bisnis, Jum’at, 27 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar