Istilah kabinet berasal dari bahasa
Perancis, "cabinet", yang artinya sekelompok ahli yang bekerja
sebagai penasihat yang membantu untuk kepentingan raja.
Pertama kali negara yang
mempergunakan istilah ini adalah Perancis sekitar abad ke-17, untuk menamakan
kelompok kerjanya ini sebagai cabinet. Di kelak kemudian hari, di dalam sistem
ketatanegaraan modern, disebut para menteri.
Setelah Perancis kemudian diikuti
Inggris sekitar abad ke-18. Ketika itu Perancis dan Inggris dipimpin monarki
absolut. Raja sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan kerajaan memegang
kekuasaan yang tidak terbatas.
Ketika bentuk pemerintahan kerajaan
absolut, sekelompok para ahli tersebut bekerja, dibentuk, dan ditentukan
sebagai penasihat dan pembantu oleh raja. Inisiatif keberadaan kelompok ahli
itu dari raja. Raja berkeinginan punya kelompok ahli yang bisa membantunya,
raja yang memilih orangnya, raja yang menentukan kewajiban dan beban tugasnya,
dan raja yang meminta kelompok kerjanya bertanggung jawab kepadanya.
Namun, setelah monarki absolut
berubah menjadi monarki konstitusional kedudukan dan tugas penasihat dan
pembantu raja ini bergeser tidak lagi bertanggung jawab kepada raja, melainkan
kepada parlemen.
Dengan demikian, kabinet yang semula
dibentuk untuk membantu kepala negara dan pemerintahan berganti ke parlemen,
yang kelak di kemudian hari dikenal sebagai kabinet ministerial atau kabinet
parlementer.
Di kabinet ministerial ini bentuk
pemerintahan ditentukan suara mayoritas di parlemen. Seseorang dari pimpinan
mayoritas parlemen yang memenangi suara ini ditunjuk sebagai kepala
pemerintahan atau perdana menteri. Para menterinya dari anggota parlemen.
Jika pembentukan kabinet itu
ditentukan oleh kepala pemerintahan bukan berasal dari parlemen, atau
ditentukan oleh presiden atau bisa juga disebut perdana menteri yang bukan
berasal dari parlemen, kabinetnya disebut kabinet presidensial.
Di awal mula, Perancis dan Inggris
membentuk kabinetnya bukan kabinet parlementer-karena belum ada
parlemen-melainkan kabinet eksekutif raja atau istilah sekarang kabinet
presidensial. Setelah monarki absolut Perancis dan Inggris berubah jadi
monarki konstitusional, di mana rakyat mulai berperan menentukan konstitusi,
berkembanglah jenis dan macam kabinet menjadi kabinet presidensial dan
kabinet parlementer.
Sekarang jenis dan macam kabinet itu
bisa berbentuk yang ketiga, yakni kombinasi atau mendekati (semi-) keduanya,
seperti presidensial semi-parlementer. Macam dan jenis atau bentuk kabinet itu
dari dahulu sampai sekarang selalu berkisar dan bermula dari peran yang
dimainkan lembaga eksekutif (presiden) dan lembaga legislatif (mayoritas
suara partai di parlemen).
Jika yang berperan penuh dalam
membentuk kabinet dan pertanggungjawabannya kepada presiden tanpa campur tangan
partai politik di parlemen disebut kabinet presidensial. Sebaliknya, jika yang
berperan penuh suara di parlemen dan yang memenangi suara mayoritas membentuk
kabinet, kabinetnya disebut kabinet parlementer.
Presidensial vs multipartai
Di dalam pemerintahan konstitusional,
kekuasaan rakyat mulai berperan dan membuat lahirnya lembaga pemegang
kekuasaan rakyat dalam membuat konstitusi dan lembaga pemegang kekuasaan rakyat
yang melaksanakan konstitusi. Dari keadaan inilah lahir lembaga legislatif
pembuat konstitusi dan lembaga eksekutif sebagai pelaksana konstitusi.
Kalau ditilik aslinya, di depan
dijelaskan kabinet presidensial itu merupakan kabinet di lembaga eksekutif. Kabinet
ini ditentukan oleh kepala pemerintahan, yang cirinya atas inisiatif atau
dibentuk atau ditunjuk oleh kepala negara dan kepala pemerintahan (eksekutif)
untuk membantu mewujudkan kebijakan kepala eksekutif itu.
Orang yang ditunjuk tersebut
ditugaskan untuk memimpin departemen atau kementerian tertentu sesuai arahan
kebijakan kepala eksekutif: raja atau presiden.
Menteri yang ditunjuk dalam kabinet
presidensial ini adalah orang-orang yang memahami seluk-beluk kementeriannya.
Proses penunjukan itu sangat
bergantung pada diskresi yang melekat pada keahlian presiden dan tidak pada
kemauan partai politik yang berada di luar rumah kabinet.
Itulah sebabnya, dalam kabinet
presidensial para menterinya terdiri atas orang-orang yang profesional dan
bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan.
Idealnya, kabinet presidensial tidak
ada kaitannya dengan kekuasaan parlemen suatu lembaga legislatif tempat kerja
para wakil partai politik. Dengan kata lain, tidak ada kaitannya dengan
intervensi partai politik dalam proses presiden membentuk kabinet.
Dalam pemerintahan demokrasi,
kehidupan partai politik merupakan ciri tersendiri dari suatu pemerintah
tersebut. Karena itu, intervensi atau keterlibatan partai dalam pemerintahan
yang demokratis yang coba dibangun presiden tidak lagi bisa dihindari.
Meski demikian, kabinet presidensial
berubah menjadi kabinet presidensial yang diintervensi partai politik atau
menjadi semi-parlementer.
Bahkan pernah terjadi satu atau
beberapa partai politik di awal pembentukan kabinet presidensial berada di
barisan kelompok oposisi terhadap kabinet, tiba-tiba berubah sikap menjadi
pendukung kabinet karena ada keinginan bisa ditunjuk sebagai menteri di kabinet
bentukan presiden ini.
Di Indonesia, kabinet presidensial
yang dibentuk untuk melaksanakan suatu pemerintahan yang demokratis menghadapi
suatu kenyataan terhadap tumbuh suburnya banyak partai politik. Keadaan ini
membawa konsekuensi kabinet presidensial murni tidak lagi murni. Biasanya, di
beberapa negara, kabinet presidensial hanya berhadapan dengan satu atau dua
partai politik sehingga wujud pemerintahan yang demokratis dalam kabinet
presidensial bisa dilaksanakan dengan baik.
Kabinet presidensial yang asli di
Indonesia pernah diwujudkan zaman Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Diskresi
dan kekuasaan kedua presiden itu dalam membentuk kabinet dan menunjuk para
menterinya sangat berwibawa. Akan tetapi, sejak era reformasi dan mulai
tumbuhnya partai-partai politik, intervensi partai politik di parlemen tidak
bisa dihindari.
Walaupun kekuasaan membentuk kabinet
masih berada pada presiden, tetapi para menterinya banyak berasal dari partai
politik di parlemen. Sering kali terjadi suatu ketika kepuasan presiden
terhadap kinerja menterinya terganggu lalu timbul keinginan melakukan
pergantian atau perombakan kabinet.
Dua masa pemerintahan semenjak
reformasi sampai sekarang selalu dihinggapi keinginan merombak kabinet.
Perombakan kabinet
Kabinet bentukan presiden di
Indonesia, kelompok menterinya banyak ditempati orang-orang partai politik dan
tidak jarang kelihatan kurang profesional. Sementara orang-orang nonpartai yang
profesional yang ditunjuk sebagai menteri kelihatan tidak menonjol. Apalagi
bila presiden terpilih berasal dari calon parpol yang tak jarang didukung
kelompok partai-partai lain.
Kelompok partai-partai lain yang
awalnya tak mendukung itu disebut kelompok oposisi. Namun, proses pembentukan
kabinet yang didukung kelompok partai pendukung dan tak didukung kelompok
partai oposisi, jadinya seperti suasana parlemen ketika membentuk kabinet
parlementer.
Pimpinan kelompok suara mayoritas di
parlemen ditunjuk sebagai perdana menteri memimpin kabinet, kelompok minoritas
menjadi oposisi di parlemen yang bertugas mengevaluasi, bahkan mengkritik
kinerja mayoritas yang memimpin pemerintahan.
Dan, tidak jarang berakhir dengan
lahirnya mosi tidak percaya yang mengakhiri kabinet parlementer.
Sekarang, menjelang rencana presiden
melakukan perombakan kabinet, ramai suara partai- partai yang ingin mendukung
perombakan tersebut.
Sejak awal April lalu telah
berkembang di media sosial kabar "April Mop" menteri-menteri yang akan
diganti.
Partai politik yang awalnya masuk
kelompok oposisi kabinet berubah ingin mendukung kabinet, bahkan telah
mengusulkan calon menteri dari partainya. Tampaknya istilah oposisi mulai
dihindari. Bahkan ada partai yang mengaku selama ini tidak pernah berada di
oposisi melainkan selalu di dalam pemerintahan.
Mereka merancang menyusun intervensi
politik dalam perombakan kabinet mendatang. Kalau dilihat sikap dan
ketegasan Presiden Joko Widodo untuk kepentingan seluruh rakyat dan negara
kita, semoga cita-cita kabinet presidensial bisa terjaga.
Akan tetapi, jika intervensi partai
politik sangat kuat dan sulit dihindari, lain warnanya kabinet presidensial
Jokowi. Karena itu, kita tunggu perombakan kabinet yang akan dijalankan
Presiden Joko Widodo nanti, mudah-mudahan masih berdiri tegak dalam posisi kabinet
presidensial.
oleh: Miftah Thoha
oleh: Miftah Thoha
disadur
dari Kompas, Kamis, 19 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar