Penguasaan riset dan bisnis sejumlah komoditas oleh perusahaan-perusahaan asing hanya tinggal menunggu waktu. Mereka telah melakukan riset lebih maju dan menyiapkan rencana bisnis komoditas itu ke depan. Di dalam negeri, komoditas ini masih sedikit mendapat perhatian.
Perusahaan-perusahaan asing
menyiapkan komoditas yang sebagian besar rempah-rempah sebagai pangan masa
depan karena ditemukan sejumlah fungsi medis komoditas itu. Dalam beberapa
studi rempah-rempah diperkirakan segera masuk dalam piramida makanan dunia.
Peneliti Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Aek Nauli Aswandi, di Simalungun,
Sumatera Utara, Selasa (24/5), mengatakan beberapa kali didatangi pengusaha
dari luar negeri untuk mengembangkan komoditas yang tengah diteliti.
Pengusaha dari Tiongkok mencari
dirinya untuk mengetahui tanaman kapur (Dryobalanops aromatica). Di
Tiongkok, minyak kapur diambil dari daunnya. Pengusaha itu mencari tanaman
kapur di Sumatera karena kandungan zat-zat dalam tanaman Sumatera jauh lebih
baik daripada tanaman kapur di negara itu. Minyak kamper akan dijual ke Perancis
sebagai bahan parfum dan ke Amerika Serikat untuk bahan obat.
Selain itu, Aswandi juga dicari
pemilik rumah sakit besar di Singapura untuk mengembangkan tanaman rotan
jernang (Daemonorops sp). Ia ditawari untuk mengembangkan tanaman
jernang seluas 100 hektar di Malaysia, khususnya jernang dragon’s blood
(Daemonorops draco). Serbuk dalam buah rotan itu adalah obat pengencer
darah. Harga serbuk itu mencapai Rp 5 juta per kilogram.
”Mereka datang ke Pematang Siantar
dan menawari gaji yang bagus untuk membawa tanaman jernang dikembangkan di
sana, tetapi saya tolak,” ujar Aswandi.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani
Desa Noemeto, Kecamatan Oinlasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara
Timur, Yusuf Faot (65) mengatakan, ia memiliki tiga pohon cendana dengan
diameter 30-40 sentimeter. Satu pohon di antaranya tumbuh di dekat jalan Trans
Timor, berdiameter 40 cm. Pohon itu sudah ditawar oleh seorang pengusaha dari
luar dengan uang tunai Rp 500 juta atau uang tunai Rp 300 juta ditambah satu
unit mobil Avansa. ”Namun, saya tak mau karena saya belum tahu harga cendana
sebenarnya,” kata Faot. Fungsi kayu dan minyak cendana antara lain untuk bahan
baku parfum, sabun, kosmetik, dan obat-obatan.
Executive Vice President Supply and
Operation SOHO Global Health I Made Dharma Wijaya mengatakan, komoditas rempah
sangat prospektif untuk industri obat, kosmetika, dan pangan. Sejumlah riset
dilakukan oleh peneliti Indonesia yang bekerja di Jerman dan Korea Selatan,
serta peneliti luar negeri.
Minat riset yang tinggi terhadap
rempah Indonesia, menurut Made, sangat bisa dimengerti. Indonesia terkenal
dengan kekayaan sumber daya alamnya, termasuk berbagai tanaman obat yang telah
dikenal dapat menyembuhkan berbagai keluhan dan penyakit. Dari sekitar 40.000
spesies tanaman obat di dunia, 30.000 ada di Indonesia.
Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk
Putri K Wardani mengatakan, para peneliti luar negeri saat ini banyak meneliti
kandungan tanaman berkhasiat dari Indonesia. Peneliti Jepang, misalnya, telah
meneliti khasiat temulawak untuk hepatitis dan kunyit putih untuk kanker.
Menjadi incaran
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Syakir mengakui adanya
upaya pihak asing untuk memanfaatkan kekayaan komoditas langka di Indonesia.
”Indonesia menjadi incaran negara
lain dalam perburuan plasma nutfah karena nomor dua pemilik kekayaan plasma
nutfah terbesar dunia setelah Brasil, kalau dengan biota lain nomor satu
dunia,” katanya.
Meski demikian, riset-riset di dalam
negeri sudah mulai dilakukan. Beberapa perusahaan swasta tengah melakukan
penelitian sejumlah tanaman untuk bahan baku obat.
I Made Dharma Wijaya mengatakan,
SOHO Global Health telah melakukan banyak penelitian baik yang dikerjakan oleh
tim riset dan pengembangan sendiri maupun bekerja sama dengan peneliti dari
berbagai lembaga penelitian dan universitas dalam dan luar negeri. Kendala
utamanya adalah investasi biaya penelitian cukup besar dan memakan waktu yang
sangat lama. Kendala lain adalah ketersediaan sumber daya dan fasilitas pendukung
penelitian yang masih terbatas.
Kepala Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Joeni S Rahajoe Joeni
juga menekankan, tantangannya adalah waktu riset yang panjang. Penelitian untuk
menghasilkan obat bisa belasan hingga puluhan tahun karena harus melalui
berbagai pengujian mengingat itu berhubungan dengan nyawa manusia.
Dengan segala keterbatasan itu, LIPI
tidak akan mampu mempelajari potensi dari
seluruh tumbuhan satu per satu,
termasuk yang tergolong komoditas-komoditas perdagangan terlupakan.
Peneliti etnobotani LIPI, M Fathi
Royyani, menuturkan, salah satu tanaman komoditas yang perdagangannya makin
surut, gambir, memberi jalan bagi penemuan antibiotik asal Indonesia. Penemuan
ini adalah hasil riset peneliti fitofarmaka LIPI yang masih berjalan. Namun,
potensi manfaat bukan dari tumbuhannya, melainkan dari metabolit atau senyawa
kimia pada jamur di tumbuhan gambir. (JOG/LAS/WSI/MAS/ CAS/KOR)
disadur dari Kompas, Rabu, 25 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar