Ketika sejumlah perusahaan farmasi
asing memburu rempah Indonesia karena munculnya kesadaran gaya hidup sehat,
kita justru cenderung abai.
Kompas melaporkan, sejak awal pekan,
tentang ketertarikan perusahaan-perusahaan farmasi sejumlah negara pada
sejumlah tumbuhan asli Indonesia. Mereka memburu tanaman rempah dan tumbuhan
lain karena meyakini manfaatnya terhadap kesehatan dan memasukkan tumbuhan itu
sebagai komoditas masa depan.
Indonesia menjadi perhatian dunia
sejak lama karena sebagai negara beriklim tropis basah yang kekayaan plasma
nutfah di daratan ataupun di perairan darat dan lautnya adalah salah satu yang
terkaya di dunia.
Kita mengenal manfaat plasma nutfah
di Nusantara melalui beraneka produk jamu, obat, dan kosmetika tradisional yang
resepnya dimiliki individu-individu dan diwariskan turun-temurun. Kearifan
lokal tersebut biasanya disimpan di keraton atau rumah para bangsawan karena
merekalah yang pada masa lalu memiliki kemampuan ekonomi dan wibawa untuk
meminta para genius lokal menghasilkan produk terbaik.
Tanaman rempah dan tanaman industri
lain telah membawa pedagang dari Eropa dan Asia datang ke Kepulauan Nusantara
sejak berabad lalu. Rempah-rempah pula yang membuat para pedagang Eropa
memonopoli perdagangan dengan kekerasan di beberapa tempat Nusantara selama
ratusan tahun.
Peran rempah-rempah dan tanaman
penghasil minyak atsiri, bahan baku obat dan kosmetik, menyurut dalam
perekonomian Indonesia sejalan dengan turunnya permintaan dunia, digantikan
tanaman industri berskala besar, seperti kelapa sawit, karet, dan teh. Karena
itu, perhatian pemerintah dan masyarakat pun ikut pudar.
Seiring bertambahnya kemakmuran
masyarakat di negara berkembang, tumbuh pula kebutuhan untuk gaya hidup sehat
dan kembali pada pemanfaatan unsur alam, bukan produk sintetis. Riset di
negara-negara maju terhadap bahan aktif pada tumbuhan, hewan, dan jasad renik
telah dilakukan sejak lebih dari tiga puluh tahun lalu untuk menghasilkan
obat-obatan, makanan kesehatan, kosmetik, produk industri lain, dan energi.
Kita lambat melakukan riset, mulai
dari budidaya hingga pemanfaatan bahan aktif di dalam kekayaan plasma nutfah
kita. Ironisnya, pengabaian tersebut berakibat kita mengimpor produk olahan
yang berasal dari plasma nutfah kita karena kita hanya mampu menghasilkan
produk mentah.
Pemerintah perlu menciptakan iklim
yang mendorong riset dan inovasi oleh peneliti di lembaga pemerintah dan
swasta. Tanpa dukungan pemerintah, kita sulit naik kelas menjadi bangsa yang
disegani dunia melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
disadur dari Tajuk Rencana Kompas, Kamis, 26 Mei 2016
disadur dari Tajuk Rencana Kompas, Kamis, 26 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar