Koreksi
asumsi makro dalam RAPBN Perubahan 2016 tidak sedrastis usulan awal.
Pemerintah
dan DPR sepakat menaikkan lagi seluruh asumsi makro yang berkaitan dengan migas
dari usulan pemerintah. Meski demikian, seluruh asumsi masih lebih rendah dari
patokan APBN 2016.
Rapat
Panitia Kerja (panja) antara pemerintah dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR,
Rabu (15/6) akhirnya menyepakati asumsi harga minyak mentah Indonesia
(Indonesian Crude Price/ICP) senilai US$40 per barel.
Angka
ini memang lebih rendah dari patokan awal APBN 2016 senilai US$50 per barel,
tapi lebih tinggi dari usulan awal pemerintah dalam RAPBN Perubahan 2016
senilai US$35 per barel. Sehari sebelumnya, komisi VII memutuskan angka US$45
per barel.
Suahasil
Nazara, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu mengatakan asumsi
harga ICP US$40 per barel itu merupakan posisi yang paling realistis.
Dia
berujar rata-rata perkem bangan ICP sampai dengan akhir Mei 2016 mencapai US$34
per barel. Bulan ini memang ada peningkatan harga sehingga rata-rata ICP hingga
minggu lalu US$36 per barel.
Ke
depan, lanjutnya, memang ada kecenderungan peningkatan pada musim dingin atau
akhir tahun. Untuk musim panas, sekitar Agustus hingga Oktober, ICP
diperkirakan turun. Selain itu, ada faktor oversupply
minyak dunia dan negara-negara anggota OPEC belum sepakat mengurangi produksi
minyak.
Sementara,
untuk asumsi lifting
minyak bumi dan lifting
gas bumi disepakati masing-masing 820.000 ba rel per hari (bopd) dan 1,155 juta
barel setara minyak per hari sesuai dengan keputusan komisi VII. Kendati
demikian, angka ini lebih tinggi dari usulan pemerintah.
Dengan
kesepakatan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan migas tersebut, Suahasil
mengatakan akan ada implikasi penambahan penerimaan negara walaupun ada
tambahan belanja dari subsidi.
Seperti
diketahui, dalam RAPBN Perubahan 2016, pemerintah mengusulkan pendapatan negara
Rp1.734,5 triliun, turun sekitar Rp88 triliun dibandingkan dengan target awal
Rp1.822,5 triliun.
Senior
Economic Analyst Kenta Institute Eric Alexander Sugandi menilai pos penerimaan
pajak nonmigas masih riskan karena pemerintah sangat optimistis dengan adanya tax amnesty. “Saya pikir
baru kali ini APBN gambling, berharap pada tax
amnesty.”
Ketua
Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengaku tidak masalah ada target
penerimaan dari tax amnesty
yang sudah dimasukkan dalam RAPBN Perubahan 2016. Namun, seharusnya ambil angka
yang konservatif.
Disadur
dari Bisnis, Kamis, 16 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar