Saeni (Bu Eni) adalah
orang biaa yang banyak menghiasi media massa dan media sosial pekan lalu,
bahkan sampai hari ini. Bu Eni, penjual warteg di Serang yang ditertibkan oleh
Satpol PP. Yang menjadikan ‘heboh’ adalah ketika barang dagangan Bu Eni disita.
Beragam kalangan berkomentar, mulai masyarakat online (netizen), tokoh agama,
sampai dengan tokoh politik. Bahkan, Buya Ahmad Syafii Maarif menyebut tindakan
tersebut sadis. Banyak simpati mengalir dari beragam kalangan.
Salah satu bentuk
simpati yang digalang adalah pengumpulan uang untuk membantu Bu Eni. Dwika
Putra, seorang pengguna media sosial (medsos) Twitter, bersama beberapa
kawannya, merasa tergerak untuk membantu. Ajakan gotongroyong online
(eGotongroyong) melalui cuit di Twitter ini pun bersambut. Sampai ditutup,
hanya dalam tiga hari, sebanyak 2.427 orang ikut menyumbang dengan total dana
yang terkumpul sebesar Rp 265.534.758. Rencananya uang ini akan diberikan tidak
hanya ke Bu Eni, tetapi juga ke pedagang lain yang terdampak.
Ini adalah bukti
kekuatan medsos dalam eGotongroyong. Penggalangan dana netizen dapat dilakukan
dalam waktu sekejap. Partisipasi netizen juga terfasilitasi dengan beberapa
kali pencet tombol ponsel.
Kasus di atas memberi
ilustrasi manfaat serius medsos.selain dapat meningkatkan transparansi, medsos
dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi dan membangun kolaborasi. Jika transparansi
dapat dilakukan dengan pola komunikasi satu arah, dengan demikian halnya dengan
partisipasi dan kolaborasi.
Transparansi dapat
membantu edukasi masyarakat dana akan memanen kepercayaan. Ini yang dilakukan
oleh Dwika ketika memberikan informasi dana yang terkumpul. Konfirmasi dari
jaringan pertemanan daring Dwika juga akan meningkatkan kepercayaan netizen,
yang tidak kenal secara personal dengannya.
Partisipasi mengharuskan
komunikasi dua arah dan akan menuai keterlibatan. Pembingkaian isu akan ikut
menentukan ketertarikan netizen. Sebagai contoh, dengan tegas Dwika menulis
cuit “Donasi ini bukan tentang politik, agama, atau apaun. Ini hanyalah
kemanusiaan saat melihat sesame yang kesusahan.” Bingkai ini meniadakan sekat
antarkelompok. Banyak juga netizen yang mengunggah foto-foto Bu Eni di Twitter.
Simpati pun bereskalasi.
Kolaborasi dalam kasus
ini terjadi ketika netizen merespon ajakan Dwika dengan cepat. Transparansi
yang dijanjikan dalam memutakhirkan status pengumpulan dana sangat berpengaruh.
Orang seakan berpikir,”Dwika serius, bisa dipercaya, mari kita bantu.” Di sinilah
digagas aksi lintas batas dan pembangunan komunitas. Dengan medsos juga aka
nada kokreasi inisiatif, seperti ketika mendiskusikan kepada siapa dan bagaiaman
seharusnya dana yang terkumpul disalurkan.
Kekuatan medsos dalam
meningkatkan transparansi, menggalang partisipasi, dan membangun kolaborasi
inilah yang menjadikan eGotongroyon menjadi menjanjikan sebagai alternatif gerakan
kebaikan ke depan. Tentu, eGotongroyong ini tidak menggantikan, tetapi
melengkapi bentuk gotong royong lain.
oleh Fathul Wahid
disadur dai Kedaulatan
Rakyat, Selasa, 14 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar