Editors Picks

Rabu, 15 Juni 2016

Turunnya Investasi Infrastruktur Picu Perlambatan Pertumbuhan Kota di Indonesia



Salah satu masalah dan tantangan terkait pertumbuhan perkotaan di Indonesia adalah menurunnya jumlah investasi infrastruktur yang dihabiskan untuk membangun kota.
Total investasi infrastruktur di Indonesia terus menurun tiap tahunnya, dari rata-rata 7 persen pada pertengahan 1990-an menjadi 3 atau 4 persen dari produk domestik bruto (PDB) dalam beberapa tahun ini.

Angka tersebut lebih rendah dibanding Vietnam dan Thailand yang menghabiskan investasi infrastruktur perkotaannya lebih dari 7 persen dari PDB.

China bahkan lebih tinggi lagi, yakni dengan rata-rata 10 persen dari PDB selama lebih dari satu dekade lalu.

Bank Dunia menyebutkan bahwa belanja infrastruktur dari sektor swasta dan pemerintah perlu ditingkatkan untuk mencapai setara enam persen PDB guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan produktivitas serta perkembangan regional.

Sebaliknya dengan rasio investasi transaksi infrastruktur Indonesia yang meningkat
pesat dalam investasi oleh pemerintah daerah.

Pemerintah daerah kini menjadi sumber terbesar belanja infrastruktur di Indonesia. Hingga saat ini, nilai total belanja modal provinsi, distrik, dan kota-kota mendekati 1,5 sampai 2 persen dari PDB.

Pengeluaran pemerintah tersebut bersama dengan agensi mereka merepresentasikan setengah dari total nilai belanja modal keseluruhan di Indonesia.

Belanja modal pemerintah daerah sendiri sangat terbatas dan belanja per kapitanya cenderung terus menurun karena beberapa daerah mulai berubah menjadi perkotaan.

Transfer antarpemerintah mendanai sebagian besar belanja pemerintah daerah tersebut. Selama 2015 silam, dua pertiga dari total pendapatan pemerintah daerah berasal dari transfer-transfer itu dan pendapatan yang berasal dari sumber lokal menyumbang sekitar 24 persen-nya.

Transfer dana ke pemerintah daerah bahkan jumlahnya terus bertambah semenjak desentralisasi dimulai pada 2001.

Meskipun Indonesia membuat beberapa kemajuan di kebanyakan area pelayanan publik tetapi banyak provinsi dan distrik yang justru hanya mengalami sedikit peningkatan atau bahkan justru kerusakan.

Sebagai contoh, kondisi jalan terus memburuk sejak 2001 dengan 40 persen jalan daerah kini ada dalam kondisi rusak. Padahal pada awal-awal tahun desentralisasi jumlahnya masih 35 persen.

Akses ke pelayanan air bersih juga menurun sejak desentralisasi dan hanya 48 persen rumah tangga kini yang memiliki akses air bersih. Angka itu lebih sedikit bila dibandingkan ketika satu dekade lalu yang mencapai 50 persen.

disadur dari Kompas, Rabu, 15 Juni 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar