Ada 5
(lima) kesepakatan antara kedua lembaga tersebut. Di antara lima kesepakatan
itu, intinya mereka tidak sepakat tentang substansi persoalan kasus Sumber
Waras. Pada intinya KPK dan BPK tetap pada pendiriannya semula. Lalu, siapa
yang harus dirujuk dalam penanganan kasus ini, BPK atau KPK?
Secara
ketatanegaraan, kedua lembaga itu memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama
kuat. BPK dan KPK merupakan organ konstitusional. BPK jelas ditegaskan dalam
Pasal 23E-G sebagai lembaga konstitusional yang bertanggung jawab untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sementara KPK,
meskipun tidak disebutkan secara jelas dalam UUD 1945, sebenarnya dibentuk
berdasarkan naungan Pasal 24 ayat 3 bahwa dibentuk badan-badan lain yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum. KPK
didirikan dalam rangka menjalankan amanat kosntitusi tersebut, bagian dari sistem
peradilan untuk menegakkan hukum pemberantasan korupsi.
Konstitusionalitas
kewenangan KPK juga tidak perlu diragukan lagi. Sebab, telah berkali-kali
kewenangan KPK dalam memberantas korupsi diuji di Mahkamah Konstitusi dan MK
kukuh menyatakan bahwa KPK konstitusional. Jadi dari perspektif konstitusi, BPK
dan KPK punya kedudukan yang kuat untuk menjalankan kewenangan masing-masing.
Kewenangan
KPK
Perbedaan
mendasar antara kedua lembaga terletak pada kekhususan kewenangannya. BPK ialah
lembaga audit yang kewenangannya terbatas untuk melakukan audit atas keuangan
negara (pemerintah). Sementara KPK ialah lembaga penegak hukum yang
kewenangannya melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara
korupsi. BPK bekerja atas dasar rezim hukum keuangan negara, untuk memeriksa
pengelolaan keuangan negara. Sementara itu, KPK bekerja atas dasar rezim hukum
tindak pidana korupsi. Jelas terdapat perbedaan pendekatan yang dilakukan kedua
lembaga itu. BPK menggunakan pendekatan hukum administrasi, sedangkan KPK mengusut
ada atau tidaknya korupsi berdasarkan unsur-unsur pidana korupsi.
Dalam
penegakan hukum tindak pidana korupsi, KPK-lah yang berwenang. KPK secara
khusus diberikan kewenangan yang istimewa oleh UU No 30 Tahun 2002 yang bahkan
tidak dimiliki kepolisian dan kejaksaan. Dapat dikatakan bahwa KPK ialah
lembaga koordinator dalam pemberantasan korupsi, sehingga KPK dibekali dengan
kewenangan koordinasi dan supervisi. Maka terkait pertanyaan lembaga manakah
yang berwenang mengusut kasus Sumber Waras, dengan mudah dapat dijawab bahwa
KPK-lah yang berwenang, bukan BPK. Hasil penyelidikan dan penyidikan KPK-lah
yang akan digunakan di persidangan untuk mendakwa perkara korupsi berdasarkan
UU Tipikor.
Tidak
ikut BPK
Lalu
bagaimana dengan hasil audit BPK? Perlu diingat bahwa audit itu dilakukan atas
permintaan KPK. Hasil audit dapat digunakan KPK untuk mengusut kasus Sumber
Waras. Sebagai salah satu bahan, maka hasil audit belum tentu akan menjawab
seluruh kebutuhan KPK untuk menyatakan ada atau tidak korupsi di kasus Sumber
Waras.
Perlu
juga diingat bahwa unsur pidana korupsi tidak hanya kerugian negara, tetapi
yang paling pokok ialah adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan
wewenang serta unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Dan
kesemua unsur itu harus saling terkait satu sama lain. Adanya kerugian negara
belum tentu karena korupsi. Boleh jadi karena perbuatan hukum perdata atau
administrasi. Seandainya kerugian itu terjadi karena perbuatan pidana, maka
belum tentu serta-merta akan menjadi tindak pidana korupsi. Sebab, semua unsur
korupsi dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor harus terpenuhi.
Jadi,
hasil audit BPK atas kasus Sumber Waras merupakan data yang penting bagi KPK.
Namun, tidak ada kewajiban bagi KPK untuk mengikuti logika hasil audit BPK itu.
Apalagi mengingat putusan MK, sebenarnya KPK dapat mengenyampingkan hasil audit
BPK. Dalam putusannya Nomor 31/PUU-X/2012, MK menyatakan bahwa kewenangan
perhitungan kerugian negara bukan lagi monopoli BPK.
Selain
BPK, KPK dapat berkoordinasi dengan BPKP atau instansi lain, bahkan bisa
membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang
ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang
mempunyai fungsi yang sama dengan itu. Bahkan, dari pihak-pihak lain (termasuk
swasta) yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian
keuangan negara atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.
Pada
titik inilah sepertinya KPK menggunakan kewenangannya untuk mengambil kesimpulannya
sendiri atas kasus sumber waras. KPK sepertinya menggunakan kewenangannya untuk
menghitung sendiri potensi kerugian negara dengan melibatkan ahli dan
pihak-pihak lainnya. Yang pada akhirnya KPK berkesimpulan belum ditemukan cukup
bukti untuk membawa kasus itu pada ranah tindak pidana korupsi. Dengan
demikian, mestinya terjawab sudah perdebatan mengenai lembaga mana yang
berwenang. Semoga BPK dan KPK konsisten untuk saling menghormati kewenangan
lembaga masing-masing.
oleh
Oce Madril
disadur dari Media Indonesia, Rabu, 22 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar