Editors Picks

Rabu, 10 Agustus 2016

Daerah Masih Kekurangan Tenaga Kerja Terampil



Migrasi ke kota besar di Indonesia, terutama Jakarta, bisa ditekan dengan investasi besar-besaran dan perbaikan birokrasi di daerah. Akan tetapi, meski investasi besar sudah masuk, ketersediaan tenaga kerja terampil menjadi kendala di daerah. Banyak peluang menjadi sia-sia Untuk itu tenaga terampil perlu disiapkan di daerah.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), misalnya, meminta warganya tidak lagi bekerja di Jakarta dan sekitarnya. Mereka harus meningkatkan keterampilan, terlebih kontribusi Jateng tahun 2015 setara 56 persen dari total investasi tekstil di Indonesia.

Gubemur Jateng Ganjar Pranowo, Senin (11/7), di sela-sela halal-bihalal dengan jajaran pejabat dan pegawai negeri sipil di Kantor Gubemur Jateng, mengatakan, nilai investasi selama 2015 di bidang tekstil tercatat mencapai Rp4,6 triliun dengan jumlah proyek sebanyak 188. “Dengan proyek sebanyak itu, serapan tenaga kerja bisa diatas 80.000 orang. Investasi tidak berhenti, tetapi akan terus mengalir. Dengan demikian, warga yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan industri tidak perlu lagi urbanisasi ke Jakarta, cukup bekerja di daerahnya,” ujarnya.

Dengan peluang tenaga kerja yang besar itu, diakui Ganjar, ternyata tidak mudah mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Misalnya, pabrik sepatu di Kabupaten Jepara yang membutuhkan sedikitnya 7.000 pekerja, hingga saat ini juga belum bisa terpenuhi seluruhnya.

Rendahnya penyerapan tenaga kerja lokal, lanjut Ganjar, ada kemungkinan disebabkan oleh dua hal. Pertama, minimnya sosialisasi adanya industri baru di daerah, serta kurangnya tenaga terampil sesuai yang dibutuhkan pabrik.

Dengan tersedia lapangan kerja baru seiring adanya industri baru itu, upaya menekan urbanisasi yang mengiringi kegiatan balik pemudik setiap kali pasca Idul Fitri dapat ditekan. Jumlah warga dari Jateng yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya selama ini cukup besar. Bahkan, diperkirakan sekitar 60 persen pemudik yang masuk Jakarta dan seki­tarnya berasal dari kabupaten di Jateng.

Pejabat Sementara Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Jateng Didik Subiyantoro me­ngatakan, belum banyak terserapnya tenaga kerja lokal oleh industri menunjukkan bahwa tenaga terampil yang tersedia di masyarakat itu terbatas.

Dia mencontohkan, industri tekstil baru di Kabupaten Boyolali yang memerlukan sekitar 5.000 pekerja baru ternyata su­dah setengah tahun belum ter­penuhi. ”Hal semacam ini tantangan bagi sekolah formal untuk menyiapkan lebih banyak lagi lulusan terdidik di sektor tekstil di sekolah menengah kejuruan (SMK),” ujar Didik.

Didik menyebutkan, di Kota Semarang, SMK yang memiliki jurusan tata busana dan lulusannya siap bekerja untuk ditampung di bidang industri tekstil hanya dua sekolah. Sementara lembaga balai latihan kerja yang diselenggarakan oleh dinas dan instansi pemerintah untuk mencetak tenaga kerja terampil di sektor tekstil belum mampu menghasilkan lulusan secara massal.

Di Jakarta, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat, perekonomian Indonesia belum berupa investasi produktif, tetapi konsumsi dan belanja pemerintah.

“Investasi yang produktif berdampak ke penciptaan lapangan kerja. Sayangnya, kami memandang belum ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menciptakan kondisi yang mendukung masuknya penanam modal. Upaya BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) maupun pemerintah pusat baru langkah awal yang belum banyak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah,” ujar Robert.

Secara terpisah, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics Indonesia M Faisal berpendapat, diversifikasi inves­tasi di luar Jawa tidak terlalu banyak jenis sektornya. Selain itu, komoditas alam yang jadi andalan investasi sekarang harganya tengah menurun.

Ancaman pidana
Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, mengancam memidanakan pengemis yang kembali beroperasi di Kota Surabaya meski sudah dipulangkan ke da­erah asalnya.

Wakil Wali Kota Tangerang Sachrudin meminta warga pendatang yang ingin mencari kerja di Kota Tangerang harus memi­liki keterampilan dan tak sekadar modal nekat.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pasca Lebaran 2015 sampai akhir Desember 2015, tercatat 1.216 jiwa pendatang, sedangkan laju pertumbuhan penduduk 3,10 persen per tahun.

Menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Erlan Rusnarlan, se­tiap hari, ada 75 hingga 100 orang yang melakukan permohonan pembuatan KTP baru.

Kepala Bidang Informasi Di­nas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok M Iqbal menga­takan, angka pendatang di kota ini berkisar 4-5 persen dari 1,6 juta penduduk.

sumber Kompas, Selasa, 12 Juli 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar