Dampak
keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa masih terus berlanjut sampai hari ini.
Pasar keuangan global belum stabil.
Mata
uang poundsterling, misalnya, masih sulit menguat. Selain itu, ungkapan
pemisahan diri dari Skotlandia dan Irlandia Utara juga semakin kuat, serta
munculnya sentimen xenofobia terhadap migran Eropa di Inggris.
Apa
yang terjadi saat ini sebetulnya sudah diperingatkan oleh berbagai pihak
sebelum referendum, tetapi tak berpengaruh pada mayoritas rakyat Inggris. Kini,
banyak pemilih Brexit yang menyesali
keputusannya. Ada lebih dari 2 juta penanda tangan petisi yang ingin agar
referendum diulang. Namun, nasi sudah menjadi bubur.
Reaksi
negatif terhadap keputusan Brexit
membuat Inggris tidak segera mengurus perceraiannya dengan Uni Eropa (UE)
melalui pengaktifan Pasal 50 Traktat Lisabon. Jika pasal ini telah diaktifkan,
ada waktu sekitar dua tahun untuk mengurus administrasi perceraian.
Tahap-tahapnya adalah Inggris menginformasikan kepada Dewan Eropa, kemudian
dibuat draf kesepakatan yang ditentukan oleh Komisi Eropa. Tahap selanjutnya
negosiasi, baru setelah itu tahap persetujuan. Pasal ini belum pernah digunakan
karena Inggris negara pertama yang keluar dari UE.
Inggris
tidak ingin terburu-buru mengaktifkan Pasal 50 karena ingin jelas terlebih dulu
seperti apa masa depan hubungannya dengan UE. Selain itu, dengan mundurnya PM
Inggris David Cameron, PM baru kemungkinan juga baru akan terpilih pada
Oktober.
Bagi
Uni Eropa, menunggu sampai dengan Oktober dalam ketidakpastian akan berdampak
sangat buruk, baik secara ekonomi maupun dari sudut keutuhan UE. Pada hari
pengumuman Brexit, pasar saham dunia
telah kehilangan 2 triliun dollar AS. Sementara mata uang euro dan
poundsterling anjlok. Artinya, setiap satu hari dalam ketidakpastian akan
berdampak bagi UE.
Yang
lebih mengkhawatirkan adalah efek domino Brexit.
Sejumlah partai sayap kanan di Eropa sudah menyuarakan langkah serupa, yaitu
referendum untuk keluar dari UE. Pemilu tahun 2017 akan sangat krusial bagi
Perancis, Jerman, Belanda, dan Hongaria, yang memiliki partai sayap kanan yang
semakin populer.
Itu
sebabnya, UE menginginkan perceraian yang cepat dan tuntas dengan Inggris agar
memiliki waktu cukup untuk berbenah dan mengonsolidasikan diri. UE pun saat ini
memiliki persoalan mendesak lainnya, yaitu menyelesaikan krisis migran, ancaman
terorisme, dan resesi ekonomi.
Inggris
telah diberi kesempatan dan telah memilih. Kini saatnya bertanggung jawab
terhadap pilihannya dan tidak menyeret pihak lain "ikut menderita".
Opsi yang tersedia bagi Inggris adalah menyatukan warganya yang terbelah dan
menata masa depannya di luar UE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar