Seminggu
menjelang Hari Koperasi, tepatnya pada Selasa, 5 Juli lalu, Prof Richard
Robison di Universitas Melbourne menegaskan bahwa Indonesia tak akan jadi
kekuatan baru, baik di pentas regional maupun global, seperti harapan
sebelumnya.
Mengejutkan?
Ya! Namun, ada benarnya. Contohnya, koperasi diharapkan jadi sokoguru
perekonomian, tetapi sumbangannya cuma 1,7 persen dari produk domestik bruto
(PDB). Jadi, cukup sebagai "sokolidi" saja. Padahal, di Kenya
mencapai 43 persen.
Sebagai
negara Afrika yang sering dilecehkan, Kenya mampu melompati 21 peringkat,
menyalip Indonesia pada 2016 dalam laporan "Ease of Doing Business" dan bertengger di peringkat 108.
Indonesia tersua di posisi 109 dan hanya mampu naik 11 peringkat dari tahun
lalu.
Dewan
Koperasi Indonesia (Dekopin) adalah representasi penunggalan gerakan koperasi.
Ia berstatus lembaga nonstruktural plus kucuran APBN Rp50 miliar-Rp80 miliar
per tahun, monopolinya makin menguat. Dengan perangkat analisis dasar
mikroekonomi, kemubaziran dari monopoli pasti terjadi sebab pemaksimalan profit
selalu akan dilakukan untuk kepentingan si monopolis (Dekopin) yang
menyengsarakan gerakan koperasi.
Contoh,
ketika jadi Ketua Umum Induk KUD (1998-2003), Nurdin Halid mestinya
"beristirahat" sekitar dua tahun akibat tersandung masalah hukum.
Anehnya, dia "mampu" memimpin Dekopin selama empat periode
berturut-turut. Padahal, di Pasal 18 anggaran dasarnya, maksimal pemimpin
menjabat hanya dua kali.
Alat
partai
Fakta
itu menguatkan argumen Robison bahwa di Indonesia tak terlihat adanya intensi
dan kapasitas pemimpin politik dan ekonomi memproyeksikan kekuatan negara.
Sukses Nurdin Halid bertahan sebagai Ketua Dekopin sampai 2019 makin
mengukuhkan bahwa gerakan koperasi di Indonesia hanya alat gerakan partai saja.
Ini akan tetap sama, kecuali bila Presiden Joko Widodo dan kementerian di
bawahnya mengembalikan status Dekopin ke ormas biasa dan tak mendapat lagi dana
APBN sebagaimana tercermin dalam petisi yang tersua di
htpps://www.change.org/p/ hemat-apbn-cabut-status-dekopin-sebagai-lns.
Julukan
Dekopin sebagai macan ompong oleh Djabarudin Djohan sebagai Ketua LSP2I
(lembaga yang pernah jadi gudang pemikiran UU koperasi pertama) tak mampu
meluluhkan Dekopin. Yang terjadi justru anggota komunitas lembaga ini dibiarkan
saja diancam saat mengkritik Dekopin. Budaya perspirasi, berkeringat karena adu
otot, ternyata lebih kuat daripada aspirasi gerakan koperasi.
Dalam
"Cooperatives: Pathways to Economic,
Democratic and Social Development in the Global Economy", US OCDC 2007
menulis bahwa koperasi yang belum mampu membuat gebrakan ekonomi, bahkan
bercitra negatif, seperti di Indonesia, terjadi karena pemerintah yang represif
lantaran korupsi dan lingkungan kebijakan yang tidak pas.
Jurgen
Schwettmann, ILO dalam pertemuan pakar koperasi 2011 di Mongolia mengatakan
bahwa penyesuaian struktur di Afrika atas rekomendasi Bank Dunia 1991-1992
untuk mencabut kontrol dan dukungan pemerintah supaya muncul kemandirian dan
kemurnian gerakan koperasi sudah membuahkan keberhasilan di Kenya, yang
koperasinya dapat merealisasikan kekuatan sokoguru perekonomian.
Tak
mengherankan bila komunitas pro-Dekopin tak suka pada Bank Dunia karena takut
subsidi pemerintah dicabut.
Sebetulnya
aspirasi, bukan perspirasi, yang penting untuk menyuburkan gerakan koperasi.
Umumnya ini dikembangkan di universitas. Ironisnya saat PBB mencanangkan 2012
sebagai Tahun Internasional Koperasi, beberapa universitas di negeri kita
malahan menutup mata kuliah koperasi yang dianggap sudah tak berguna.
Malu
pakai "koperasi"
Institut
Koperasi Indonesia (Ikopin) yang lahir dari gerakan koperasi 1947 bahkan malu
memakai kata koperasi dan mulai menyamarkannya. Padahal, koperasi dipuji dalam
agama. Menurut Islam, koperasi adalah syirkah/syarikah
yang merupakan wadah kemitraan, kerja sama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha
yang sehat, baik, dan halal. Paus Benediktus dalam surat edaran Juli 2009,
"Caritas in Veritate"
(Cinta dalam Kebenaran), memuji koperasi sebagai wadah layak bagi upaya
mengembangkan manusia dan sudah saatnya mengubah dunia melalui kepemilikan perusahaan
secara kolektif, perusahaan mutual, maupun dengan model employee stock ownership plan-ESOP.
Koperasi
mampu menyediakan 100 juta lapangan kerja dunia dan memasarkan 50 persen hasil
pertanian global. Dengan jumlah terbanyak di dunia, yaitu 209.000 koperasi,
mengapa Indonesia justru terpuruk? Padahal, kalau digarap baik, sumbangan
koperasi bisa 68 persen total GDP seperti di Denmark. Ini terjadi karena
koperasi di Indonesia banyak yang tidak aktif, justru sering dipakai sebagai
akal-akalan untuk merampok dana subsidi pemerintah.
Menumbuhkan
aspirasi butuh waktu dan ketekunan. Sepuluh tahun diperlukan untuk mengubah
citra FEUI dari "neolib" dan "Mafia Berkeley" menuju
ekonomi kerakyatan. Ini dilakukan UKM Center FEUI www.ukmcenter.org sejak 2005
melalui acara bulanan "Bedah UKM" gratis; pelatihan berbagai bentuk,
klinik bisnis, lomba, penyaluran kredit PKBL BUMN, baik di seputar kampus
maupun dengan ikut mendirikan UKM Center Syiah Kuala di Aceh pada 2007.
Pada
tahun ketujuh replikasi best practice-nya
telah dilakukan di tujuh kota. Dengan mengundang Grameen Foundation di UI, UKM
Center FEUI mengajak alumni FEUI di Komunitas Sahabat Cempaka membina Koperasi
Mitra Dhuafa (Komida) dari tahun 2008. Di segmen penanggulangan kemiskinan
perempuan, Komida adalah koperasi terbesar di Indonesia dengan 306.000 anggota,
131 cabang di 11 provinsi, Rp140 miliar tabungan, dan Rp416 miliar pinjaman.
Dengan
perubahan nama jadi FEB UI, pembinaan yang semula hanya dalam wadah pengabdian
masyarakat, kini telah jadi program unggulan terintegrasi kurikulum ajar. Mulai
2015 semua mahasiswa S-1 di FEB UI wajib ikut kuliah mengenai UMKM dan
koperasi.
Tak mengherankan
bila pada 2016 panitia Upakarti (nama hadiah dari presiden untuk pembina
industri kecil menengah) mulai melirik UKM Center FEB UI sebagai salah satu
calon penerima penghargaan bergengsi ini. Universitas memang motor perubahan
karena tak berpolitik sehingga merupakan wadah paling tepat mengasah kaum muda
berpikir jujur, cerdas, bebas mengupas keterpurukan gerakan koperasi, bahkan
mengkritik Dekopin, dan mencari solusi terbaik tanpa dibayangi takut karena
diancam.
Mulai
tahun ini UI berencana merayakan Hari Koperasi sebagai bukti keberpihakannya
kepada gerakan koperasi. Dalam waktu dekat UI akan membuat Pusat Studi Koperasi
sebagaimana dilakukan di universitas ternama di AS (University of Wisconsin,
University of Nebraska, Drexel University, Northeastern University), dan Kanada
(Saskatchewan University, The University of Waterloo, Memorial University of
Newfoundland).
Semoga
kiprah UI ini dapat diikuti perguruan tinggi lain dan mampu mengubah peran
koperasi dari berkekuatan "sokolidi" jadi sokoguru perekonomian.
oleh Nining I Soesilo
Disadur dari Kompas, Kamis, 14 Juli 2016
oleh Nining I Soesilo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar