Editors Picks

Rabu, 08 Juni 2016

PANAMA PAPERS: Berlayar di Lautan Transparansi dan Akuntabilitas




Saya tidak sedang melawan arus ketika mengatakan bahwa pendirian perusahaan cangkang (shell company) untuk keperluan bisnis transnasional sangat banyak ditemukan.

Dalam pekerjaan saya sebagai konsultan hukum saya sering berpapasan dengan perusahaan cangkang yang masuk ke Indonesia yang didirikan oleh perusahaan induknya (perusahaan cangkang ini masuk sebagai badan hukum terpisah).

Konglomerat Indonesia yang berinvestasi di negara lain juga sering menggunakan perusahaan cangkang. Selama berpuluh tahun praktik menggunakan perusahaan cangkang sebagai kendaraan bisnis (special purpose vechile) seolah menjadi praktik bisnis yang lazim.

Rasionalnya adalah bahwa perusahaan induk tak mau terkena risiko (liability) kalau perusahaan cangkang yang didirikannya itu merugi, disita atau digugat ke pengadilan. Selain itu perusahaan cangkang itu didirikan di negara ‘tax heaven’ sebagai bagian dari perencanaan pajak (tax planning).

Kepada pejabat BKPM saya tanyakan apakah BKPM pernah dan akan menolak perusahaan cangkang yang masuk membawa modal ke Indonesia?

Jawabnya tidak akan menolak karena BKPM tahu persis bahwa masuknya perusahaan cangkang itu adalah strategi korporasi dari penanam modal.

Dalam UU Penanaman Modal kita tak ada persyaratan pendirian PT PMA yang mewajibkan perusahaan itu tak didirikan di negara yang disebut surga pajak atau tax heaven countries.

Kalau perusahan cangkang ditolak maka tak akan banyak penanam modal masuk ke negeri ini karena sangat jelas bahwa perusahaan induk tak mau mengkaitkan aset dan kekayaannya sebagai sumber pembayaran liability jika penanaman modalnya itu mengalami kerugian atau digugat oleh pihak lain.

Dan kalau dilihat dalam strategi bisnis korporasi maka strategi ini punya rational yang kuat karena di mana bisnis mau merugi? Bisnis itu pasti mencari untung dan untuk itu kekayaan perusahaan induknya pasti dipisahkan agar tak menjadi jaminan pembayar ganti rugi jika perusahaan cangkabg yang didirikannya merugi.

Adalah sangat biasa perusahaan multinasional dan konglomerasi yang ada mencari fasilitas yang menguntungkan buat bisnisnya apalagi investasinya terbilang besar.
Jadi kenderaan perusahaan juga dicari yang memberikan keleluasaan dan terjauhkan dari risiko, dan perusahaan cangkang adalah yang paling lincah sebagai ‘special purpose vechile’ atau SPV.

Melalui SPV inilah perusahaan masuk ke negara manapun yang dianggap memberikan semua insentif dan prospek keuntungan.

Perlu kita ketahui bahwa walaupun perusahaan cangkang ini merupakan warga negara dari negara di mana dia didirikan tetapi pada dasarnya perusahaan itu tak memiliki nasionalitas.

Perusahaan itu juga bukan stateless actor. Perusahaan itu adalah aktor bisnis yang ideologinya keuntungan (profit). Jadi kalau negara mengharapkan perusahaan itu punya nasionalisme maka harapan itu mungkin terdengar sangat idealistik dan romantik.

Panama Papers yang bocor ke publik memang menggemparkan dunia karena banyaknya nama-nama penguasa, politisi dan selebritas yang muncul di sana.
Mereka serta merta dituduh menghindari kewajiban mereka membayar pajak. Mereka dituduh melarikan modal ke luar negeri. Mereka dituduh melakukan pencucian uang. Mereka dituduh tidak nasionalis. Mungkin tuduhan itu ada benarnya tapi belum tentu semuanya benar. Mungkin ada yang sengaja menghindari pajak, melakukan pelarian modal dan mencuci uang.

SPV itu bisa juga sebagai perusahaan yang didesain sebagai tempat menerima uang (kickback). Tetapi banyak juga yang mendirikan itu murni sebagai strategi bisnis yang meminimalisir risiko dan tanggung jawab kalau perusahaan merugi atau digugat.
Banyak juga yang mendirikan perusahaan itu untuk sekadar jaga-jaga kalau ada ‘business opportunity’ dan SPV sudah tersedia. Dan jangan lupa, banyak juga yang sudah didirikan lantas mati karena tidak ada bisnis yang dikerjakan, dan SPV itu menjadi mubazir.

Poinnya adalah kita tak bisa menyamaratakan semua perusahaan cangkang seolah mereka itu punya niat jahat, pengemplang pajak dan pelaku pencucian uang. Kita mesti melihatnya secara kasuistik.

Beban Pembuktian
Jadi di sini ada soal beban pembuktian (burden of proof). Perusahaan cangkang  yang dituduh menghindari pajak, menerima kickback atau mencuci uang harus dibuktikan bahwa mereka memang melakukan itu. Tetapi jika perusahaan cangkang itu semata-mata didirikan sebagai aktor bisnis untuk investasi maka keberadaan perusahaan cangkang itu musti diterima sebagai praktik bisnis yang lazim.

Belum tentu perusahaan cangkang itu membawa modal dari negara di mana pemegang sahamnya berasal. Bisa jadi perusahaan cangkang itu mendapatkan modalnya dari pasar modal internasional atau pinjaman dari berbagai lembaga keuangan. Sejatinya, inilah konsekuensi dari globalisasi di mana bisnis tak mengenal lagi batas-batas negara.

Namun demikian Panama Papers harus diterima sebagai bagian dari revolusi yang terjadi, revolusi dari sistem tertutup menuju sistem yang lebih terbuka.

Rahasia bank tak lagi absolut. Konfidentialitas dokumen tak lagi kebal akan penyelidikan publik. Singkat kata, Panama Papers adalah pertanda bahwa kita tengah berlayar di lautan transparansi dan akuntabilitas.

Di sini prilaku bisnis harus juga berkiblat pada kemaslahatan orang banyak, tak lagi hanya memikirkan pemegang saham. Prinsip bahwa hak milik itu punya fungsi sosial tampaknya menjadi utama dan sekaligus apa yang disebut sebagai illicit enrichment menjadi sama sekali mustahil (serta melawan hukum).

Dalam konteks ini bisa dikatakan bahwa Panama Papers bisa disebut sebagai eye opener untuk lebih berkaca pada diri kita dan bertanya sejauh mana kita menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Khususnya mereka yang memangku jabatan publik sama sekali tak boleh memiliki perusahaan cangkang karena itu mengkhianati kewajiban mereka sebagai pelayan rakyat.

Dan kalau mereka pernah memiliki perusahaan cangkang maka sebelum menjabat semua itu musti dilepaskan, dan dilaporkan kepada publik melalui Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara. Buat mereka yang tak melaporkan diharapkan untuk mundur.

oleh: Todung Mulya Lubis
Disadur dari Bisnis, Jum’at, 13 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar