Editors Picks

Kamis, 23 Juni 2016

Pelajaran dari banjir dan longsor



Citizen journalism yang berbasis di kota Solo melaporkan setidaknya 24 orang meninggal dunia, akibat longsor dan banjir di Jawa Tengah, sementara 26 orang hilang dan masih dalam pencarian. Ribuan rumah juga hancur disapu banjir atau tertimbun tanah longsor di 16 kabupaten dan kabupaten akibat hujan lebat yang turun sejak Sabtu (18/6) siang hingga malam dan pagi harinya (19/6).

Bencana banjir dan longsor yang tiap tahun terjadi di berbagai tempat sebetulnya menjadi peringatan penting untuk bangsa Indonesia bahwa bencana semacam itu kini terus mengintai kita. Makin banyaknya lereng-lereng gunung yang gundul, rusaknya hutan konservasi dan hutan lindung; makin luasnya alih fungsi lahan (dari pertanian menjadi kawasan industri, perumahan, dan perkantoran) serta habisnya pepohonan di sepanjang sempadan sungai-sungai besar menyebabkan bencana banjir dan longsor.

Kondisi tersebut diperparah dengan makin tingginya kenaikan suhu bumi akibat global warming dan naiknya permukaan air laut. Akibatnya, banjir tidak semata disebabkan air hujan, tapi juga kenaikan permukaan air laut (rob). Gabungan antara banjir akibat krisis lingkungan di darat dan rob air laut inilah yang menjadikan meluapnya air di kota-kota pantai berlangsung lama.

Fenomena banjir rob, khususnya, tiap tahun makin merangsek ke daratan dan skalanya makin besar karena manusia ternyata tak mampu mengatasi global warming. Keserakahan manusia untuk mengonsumsi energi fosil secara berlebihan masih berlangsung di mana-mana meskipun peringatan-peringatan akan bahaya meningkatnya kadar gas rumah kaca akibat konsumsi energi fosil yang rakus terus dikumandangkan.

Fenomena banjir yang makin dahsyat, gabungan antara "banjir darat" (karena hujan) dan "banjir laut" (karena mencairnya salju di kutub) akhir Mei dan awal Juni lalu, misalnya, melanda Eropa. Kota Paris nyaris tenggelam dengan korban mencapai 50 orang. Permukaan air Sungai Seine yang membelah Paris naik 6,5 meter dari biasanya. Begitu juga Sungai Danube yang membelah beberapa negara di Eropa. Akibatnya banjir melanda sejumlah negara Eropa.

Jos Delbeke, Direktur General for Climate Action at the European Commission, menyatakan dampak global warming sekarang jauh melampaui prediksi. Para pakar lingkungan dibuat kaget, ternyata dampak lingkungan akibat global warming jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Delbeke mencontohkan banjir Eropa 2016 dan badai raksasa Katrina yang menghantam Miami, AS, 2005, yang menewaskan 1.500 orang dan menimbulkan kerugian US$ 95 miliar.

Memulai dari sederhana
Jika negara-negara Eropa yang punya kepedulian terhadap lingkungan dan global warming saja diterjang banjir besar yang tak terpetakan sebelumnya, apalagi Indonesia. Saat ini, pembangunan infrastruktur untuk menarik investasi (dalam bentuk pembangunan industri) sedang digencarkan di seluruh Indonesia. Di Jawa misalnya, pembangunan jalan tol sudah hampir menjangkau setiap kabupaten dan kota. Dalam beberapa tahun lagi akan banyak industri dan pabrik di Pulau Jawa. Dampaknya, Jawa yang mudah dilanda banjir. Berkurangnya lahan resapan dan hutan serta meningkatnya iklim mikro niscaya menyebabkan Pulau Jawa makin rentan banjir.

Menghadapi fenomena banjir dan longsor tersebut, semua stake holder di Indonesia harus punya keprihatinan dan kepedulian serius. Kini saatnya kita harus merenungkan bahwa hidup kita hari ini adalah untuk masa depan anak cucu kita. Jika kita tetap serakah, merusak alam, dan terus mengonsumsi energi berlebihan, dan membangun gedung-gedung raksasa tanpa memperhitungkan beban permukaan tanah, dunia akan dilanda badai dan banjir raksasa.

Banyak cara untuk mengatasi katastropik banjir dan longsor akan datang. Setiap orang kudu membuat biopori. Lalu menanam pohon dan menampung air hujan untuk dipakai untuk kebutuhan rumah tangga guna mengurangi pemakaian air tanah. Juga sedikit mungkin memakai kendaraan bermotor serta menghemat pemakaian listrik di rumah dan kantor.

Sederhana memang. Tapi bila itu dilakukan secara massal oleh penduduk dunia niscaya hasilnya sangat signifikan: mampu meredam kenaikan suhu bumi, mencegah banjir, dan menahan longsor! Memang tidak langsung, tapi melalui perubahan ekosistem yang mengakibatkan bumi makin sehat, kuat, dan aman.

oleh Nyoto Santoso
disadur dari Kontan, Kamis, 23 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar