Citizen journalism yang berbasis di kota Solo melaporkan
setidaknya 24 orang meninggal dunia, akibat longsor dan banjir di Jawa Tengah,
sementara 26 orang hilang dan masih dalam pencarian. Ribuan rumah juga hancur
disapu banjir atau tertimbun tanah longsor di 16 kabupaten dan kabupaten akibat
hujan lebat yang turun sejak Sabtu (18/6) siang hingga malam dan pagi harinya
(19/6).
Bencana
banjir dan longsor yang tiap tahun terjadi di berbagai tempat sebetulnya
menjadi peringatan penting untuk bangsa Indonesia bahwa bencana semacam itu
kini terus mengintai kita. Makin banyaknya lereng-lereng gunung yang gundul,
rusaknya hutan konservasi dan hutan lindung; makin luasnya alih fungsi lahan
(dari pertanian menjadi kawasan industri, perumahan, dan perkantoran) serta
habisnya pepohonan di sepanjang sempadan sungai-sungai besar menyebabkan
bencana banjir dan longsor.
Kondisi
tersebut diperparah dengan makin tingginya kenaikan suhu bumi akibat global warming dan naiknya permukaan air
laut. Akibatnya, banjir tidak semata disebabkan air hujan, tapi juga kenaikan
permukaan air laut (rob). Gabungan
antara banjir akibat krisis lingkungan di darat dan rob air laut inilah yang menjadikan meluapnya air di kota-kota
pantai berlangsung lama.
Fenomena
banjir rob, khususnya, tiap tahun
makin merangsek ke daratan dan skalanya makin besar karena manusia ternyata tak
mampu mengatasi global warming. Keserakahan
manusia untuk mengonsumsi energi fosil secara berlebihan masih berlangsung di
mana-mana meskipun peringatan-peringatan akan bahaya meningkatnya kadar gas
rumah kaca akibat konsumsi energi fosil yang rakus terus dikumandangkan.
Fenomena
banjir yang makin dahsyat, gabungan antara "banjir darat" (karena
hujan) dan "banjir laut" (karena mencairnya salju di kutub) akhir Mei
dan awal Juni lalu, misalnya, melanda Eropa. Kota Paris nyaris tenggelam dengan
korban mencapai 50 orang. Permukaan air Sungai Seine yang membelah Paris naik
6,5 meter dari biasanya. Begitu juga Sungai Danube yang membelah beberapa
negara di Eropa. Akibatnya banjir melanda sejumlah negara Eropa.
Jos
Delbeke, Direktur General for Climate Action at the European Commission,
menyatakan dampak global warming sekarang jauh melampaui prediksi. Para pakar
lingkungan dibuat kaget, ternyata dampak lingkungan akibat global warming jauh
lebih besar dari yang diperkirakan. Delbeke mencontohkan banjir Eropa 2016 dan
badai raksasa Katrina yang menghantam Miami, AS, 2005, yang menewaskan 1.500
orang dan menimbulkan kerugian US$ 95 miliar.
Memulai dari sederhana
Jika
negara-negara Eropa yang punya kepedulian terhadap lingkungan dan global
warming saja diterjang banjir besar yang tak terpetakan sebelumnya, apalagi
Indonesia. Saat ini, pembangunan infrastruktur untuk menarik investasi (dalam
bentuk pembangunan industri) sedang digencarkan di seluruh Indonesia. Di Jawa
misalnya, pembangunan jalan tol sudah hampir menjangkau setiap kabupaten dan
kota. Dalam beberapa tahun lagi akan banyak industri dan pabrik di Pulau Jawa.
Dampaknya, Jawa yang mudah dilanda banjir. Berkurangnya lahan resapan dan hutan
serta meningkatnya iklim mikro niscaya menyebabkan Pulau Jawa makin rentan
banjir.
Menghadapi
fenomena banjir dan longsor tersebut, semua stake
holder di Indonesia harus punya keprihatinan dan kepedulian serius. Kini
saatnya kita harus merenungkan bahwa hidup kita hari ini adalah untuk masa
depan anak cucu kita. Jika kita tetap serakah, merusak alam, dan terus
mengonsumsi energi berlebihan, dan membangun gedung-gedung raksasa tanpa
memperhitungkan beban permukaan tanah, dunia akan dilanda badai dan banjir
raksasa.
Banyak
cara untuk mengatasi katastropik banjir dan longsor akan datang. Setiap orang
kudu membuat biopori. Lalu menanam pohon dan menampung air hujan untuk dipakai
untuk kebutuhan rumah tangga guna mengurangi pemakaian air tanah. Juga sedikit
mungkin memakai kendaraan bermotor serta menghemat pemakaian listrik di rumah
dan kantor.
Sederhana
memang. Tapi bila itu dilakukan secara massal oleh penduduk dunia niscaya
hasilnya sangat signifikan: mampu meredam kenaikan suhu bumi, mencegah banjir,
dan menahan longsor! Memang tidak langsung, tapi melalui perubahan ekosistem
yang mengakibatkan bumi makin sehat, kuat, dan aman.
oleh Nyoto
Santoso
disadur
dari Kontan, Kamis, 23 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar