Berkaca
dari perkembangan draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN
2017) yang sedianya memasuki tahap persetujuan DPR mengenai
perubahan/penyesuaian di pertengahan 2016, pemerintah tampaknya belum cukup
percaya diri dengan target penerimaan, terutama yang bersumber dari pendapatan
pajak.
Normalnya
pendapatan pajak di suatu negara tidak terlepas dari faktor-faktor fundamental
makroekonomi seperti pencapaian pertumbuhan ekonomi, pengendalian terhadap
dampak perekonomian global, fluktuasi harga komoditas, tingkat konsumsi dan
pendapatan masyarakat, geliat di sektor keuangan dan sektor riil, khususnya
industri. Kalau kita memahami karakteristik perekonomian Indonesia, peran
pemerintah masih sangat diperlukan untuk menstabilkan kegiatan ekonomi
produktif baik melalui kebijakan fiskal, moneter maupun protektif melalui
regulasi.
Ini
karena perekonomian Indonesia tidak bisa dilepas kepada mekanisme pasar secara
luas mengingat masih besarnya ketidaksimetrisan informasi, lemahnya kelembagaan
ekonomi, serta perbedaan yang cukup kuat dinamika ekonomi baik Jawa dan luar
Jawa maupun wilayah kota dan desa. Dengan demikian, sangat penting bagi
pemerintah memiliki arahan perencanaan pembangunan untuk mendorong roda
perekonomian dan pembangunan, khususnya yang digerakkan oleh pemerintah dan
masyarakat, demi mencapai tujuan pembangunan secara lebih efisien dan efektif.
Biasanya
penyusunan draf APBN-Perubahan (APBN-P) yang rutin dilakukan di pertengahan
tahun, pada umumnya akan digunakan kementerian/lembaga (K/L) pemerintah pusat
untuk berbondong-bondong menambah anggaran belanjanya melalui berbagai
penyesuaian program. Tahun ini justru menjadi sebuah anomali yang menarik
karena anggaran di beberapa instansi dipotong.
Presiden
Joko Widodo (Jokowi) sudah mendukung langkah-langkah efisiensi ini, apalagi
disinyalir banyak program kementerian/ lembaga yang masih menggunakan
bahasa-bahasa tidak fokus dan multitafsir sehingga menyulitkan pengukuran
kinerja dan berpotensi tumpang tindih (overlapping) dengan program
kementerian/lembaga lain. Dalam perspektif penulis, apa yang tengah dilakukan
pemerintah sekarang ini sangat wajar untuk segera dikerjakan.
Ini
lantaran penerimaan negara tidak begitu menggembirakan sebagaimana diharapkan.
Direktorat Jenderal Pajak melansir hingga akhir Mei 2016 penerimaan negara dari
pajak tercatat Rp364,1 triliun, yang berarti baru sekitar 26,8% dari sasaran
akhir penerimaan 2016 yang ditargetkan sebesar Rp1.360,2 triliun. Jika
dibandingkan dengan capaian tahun lalu, penerimaan tahun ini justru negatif
karena tahun lalu pada periode yang sama capaiannya sudah mencapai Rp377,03
triliun.
Capaian
pertumbuhan ekonomi dan kinerja net export pada kuartal pertama/2016 juga tidak
terlalu menggembirakan serta lemahnya tingkat konsumsi masyarakat, semakin
memperkuat keputusan pemerintah untuk mengurangi beberapa program yang dianggap
tidak terlalu mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Dalam
berbagai kesempatan, penulis cukup rajin menyampaikan pemikiran ini bagi
pemerintah untuk memperbaiki sisi kelembagaan antarinstansi perencana, agar
proses penyusunan perencanaan hingga pelaksanaan tidak menimbulkan banyak
kelemahan seperti yang akhirakhir ini sering terjadi. Kebutuhan perencanaan ini
semakin mendesak mengingat adanya keterbatasan ruang fiskal yang semakin
sempit.
Dengan
demikian, perencanaan pembangunan yang disusun harus mampu menjamin perencanaan
program dan anggaran yang lebih selektif, efektif, dan efisien. Baru-baru ini
Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Sekretaris Kabinet, beserta Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas mengusulkan adanya perubahan
kelembagaan agar kinerja perencanaan dan anggaran lebih tajam mendukung
program-program prioritas.
Rencananya
pada Agustus 2016 akan diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru mengenai
Perencanaan Penganggaran. PP ini akan menggantikan dua PP sebelumnya yakni PP
Nomor 40 Tahun 2006 dan PP Nomor 90 Tahun 2010 yang masing-masing berisi
tentang sistem perencanaan nasional dan tentang keuangan negara. Dari berbagai
pemberitaan yang tengah beredar, PP yang direncanakan ini akan memberikan hak
terhadap Bappenas untuk menyusun perencanaan anggaran pada program-program
prioritas.
Pertemuan
tersebut membahas upaya untuk mengembalikan marwah Bappenas kembali menjadi
leader dalam proses perencanaan pembangunan nasional. Dengan demikian Bappenas
diharapkan mampu menyinkronkan ulang proses penyusunan anggaran dan kebijakan
sehingga dana yang dikucurkan lebih efektif dan tepat sasaran.
Sejak
model perencanaan pembangunan bergeser dari pola perencanaan terpusat menjadi
bauran antara top-down dan bottom-up yang ditandai dengan
berlakunya putusan desentralisasi/otonomi daerah lebih dari satu dasawarsa
lalu, makna Bappenas sebagai pengelola perencanaan memang nyaris semakin
terkaburkan. Ego kedaerahan semakin mengemuka dengan gejala yang muncul dari
lemahnya proses integrasi spasial. Ini yang perlu kita hindari bersama sehingga
momentum otonomi daerah justru harus diimbangi dengan penguatan peran Bappenas
untuk mencegah adanya mismatch
pembangunan antardaerah.
Selama
ini peran Bappenas lebih terbatas dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah
(RKP), sedangkan untuk penetapan alokasi anggaran dikerjakan oleh Kementerian
Keuangan melalui Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Ke depannya penggunaan
anggaran akan semakin diperketat untuk menghindari penyalahgunaan dalam setiap
proyek pemerintah. Ketika pagu indikatif telah disusun Bappenas, Kementerian
Keuangan akan memberikan informasi mengenai resource envelope (kapasitas
fiskal atau ketersediaan anggaran).
Berikutnya,
Bappenas juga bisa berkolaborasi dengan badan-badan perencana di tingkat daerah
(Bappeda) untuk mengarahkan adanya pola integrasi spasial. Sebagai contoh dalam
pembangunan jaringan irigasi yang berfungsi mendorong ketahanan pangan. Dalam
proses pengembangan sistem irigasi akan sangat dimungkinkan tidak hanya
melibatkan satu wilayah/daerah saja, terutama sarana irigasi yang menggunakan
aliran sungai.
Pada
posisi ini akan dibutuhkan sistem yang mengatur jaringan irigasi antardesa dan
daerah agar masing-masing wilayah mendapat hak irigasinya secara proporsional.
Jika tidak diatur secara adil, yang dikhawatirkan akan terjadi persaingan tidak
sehat yang semakin mengukuhkan adanya ego-ego spasial.
Kepala
Bappenas sudah menjelaskan, Bappeda sebagai perencana pembangunan di tingkat
daerah harus memaksimalkan anggaran pembangunan dengan mengurangi inefisiensi
anggaran dan pembangunan, kemudian fokus pada kebutuhan yang lebih bermanfaat.
Sebab Bappeda memiliki peran strategis sebagai mitra Bappenas di daerah untuk
menjaga sinergi perencanaan pembangunan pusat dengan daerah, termasuk pemenuhan
targettarget proyek prioritas nasional.
Bappenas
dan Bappeda dapat saling bertukar informasi strategis agar ke depannya
integrasi spasial tidak hanya ditandai melalui pembangunan konektivitas
infrastruktur saja, tetapi mampu diterjemahkan melalui pertukaran arus barang
dan jasa yang mendukung peningkatan produktivitas ekonomi daerah. Kita perlu
mengapresiasi langkah ini sebagai bentuk penyegaran sistem perencanaan yang
tujuannya tidak hanya agar proses pelaksanaan pembangunan menjadi lebih ”low cost”, tetapi juga lebih strategis
pada target-target pembangunan.
Jika
proses yang ada dibiarkan berjalan pada mekanisme politik yang terpisah-pisah,
dikhawatirkan perencanaan anggaran pada K/L pemerintah pusat dan daerah hanya
terpaku pada rencana-rencana yang bersifat parsial. Selain itu upaya ini juga
dimaksudkan untuk menghindari potensi tumpang tindih fungsi dari K/L di tingkat
pemerintah pusat.
Dari
sini Bappenas bisa dipolakan sebagai server yang nantinya mem-plotting dan managing program-program yang diusulkan serta menempatkan fungsi
ideal dari instansi-instansi yang ada sesuai dengan tupoksi utamanya.
Antarinstansi
pemerintah bisa saling bergotong-royong untuk menemukan kebijakan yang bersifat
komplementer dan titik poinnya lagi-lagi harus ada mekanisme kelembagaan yang
utuh, dalam hal ini Bappenas, agar konflik kepentingan yang sering kali terjadi
lebih mampu untuk diminimalkan.
oleh Candra Fajri Ananda
disadur dari Koran Sindo, Senin, 20 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar