Dari
sisi materi dan gaya penyampaian, saya amati terdapat tiga macam ceramah agama.
Satu, ada ceramah yang memilih ayat Al-Qur’an maupun hadits yang nada dan
kesannya menakut-nakuti.
Penuh
dengan ancaman dan kemarahan Tuhan karena manusia tidak menaati ajaran Allah
dan Rasul- Nya. Biasanya mereka akan
mengutip sabda Nabi, ini semua merupakan fenomena zaman akhir yang sudah diprediksi
Rasulullah.
Dalam
hal ibadah pun umat beragama telah melakukan bid’ah. Menjalankan praktik ibadah yang tidak dicontohkan
Rasulullah. Itu termasuk bid’ah dan
semua bid’ah membawa pelakunya ke
neraka. Dalam hal ibadah mesti persis mengikuti contoh Rasul.
Beberapa
ustadz bahkan memasukkan tahlilan dan yasinan bagi keluarga yang ditinggal mati
juga bid’ah. Itu sesat karena Nabi
tidak melakukannya. Termasuk juga salawatan ramai-ramai dengan dilagukan juga bid’ah karena Nabi tidak mencontohkan.
Jika
dibuka memang banyak hadits yang mengesankan bahwa melaksanakan ajaran agama
itu berat. Surga itu sangat sulit untuk diraih. Jika melanggar larangan-Nya
akan hapus semua ibadahnya.
Belum
lagi ancaman siksa kubur akibat perbuatan yang tampaknya sepele ketika
dilakukan di dunia, tetapi berakibat fatal di akhirat kelak. Misalnya memotong
dahan pohon tetangga.
Atau
kencing di sembarang tempat. Atau utang yang belum dibayar, sekecil apa pun
utangnya. Semuanya akan mendatangkan siksa kubur. Dalam Al-Qur’an memang banyak
ayat yang bernada ancaman, mewakili sifat Allah yang maha perkasa dan
menghukum.
Di sisi
lain, ada ceramah keagamaan yang memberikan kabar gembira. Surga itu tidak
terlalu sulit diraih. Lalu dikemukakan beragam formula dan hadits. Misalnya
siapa yang sudah bersyahadat dan hatinya tetap beriman kepada Allah, maka
dijamin masuk surga.
Siapa
yang selalu membiasakan zikir dan bersalawat di pagi dan petang hari akan
dijauhkan dari neraka. Cerita yang populer adalah seorang pelacur yang masuk surga
gara-gara berbagi air minum dengan anjing yang mau mati karena kehausan.
Lalu
siapa yang melakukan puasa dengan penuh iman, bersihlah seluruh dosanya.
Bagaikan anak kecil yang baru terlahir. Siapa yang berhaji dan berumrah karena
Allah, pintu surga sudah terbuka baginya.
Demikianlah
seterusnya sehingga masyarakat seakan disuguhi pilihan, mau mendengarkan
ceramah agama yang penuh kabar gembira dengan menghadirkan wajah Allah yang
maha pemurah dan pengampun ataukah wajah Allah yang kejam (muntaqim) dengan
siksa-Nya yang pedih.
Saya
juga mengamati ceramah dan doa dilingkungan masjid dan di lingkungan pejabat
tinggi atau keluarga gedongan. Di masjid sering kali khatib seakan memarahi
jamaah.
Bahasanya
lantang, keras, dan mengkritik mengapa umat Islam ketinggalan dari umat dan
bangsa lain. Karena bodoh, malas, beragama hanya main-main, beragama hanya
keturunan. Agama untuk modal mengejar jabatan politik. Itu semua merupakan
tindakan memperolok-olok agama. Dan tempatnya di neraka.
Namun
sering kali saya mengamati ceramah di hadapan pejabat tinggi, bahasanya sopan,
tertata baik, dan dalil-dalil yang dikemukakan serba menggembirakan
pendengarnya. Misalnya sabda Rasulullah yang memuji umat yang hidup setelah
zaman beliau.
“Mereka
tidak kenal aku, tetapi mengikuti ajaranku. Maka pahala keberagamaan mereka
jauh lebih tinggi daripada mereka yang mengenal langsung denganku.”
Hadits
ini berbeda kesannya dengan prediksi bahwa zaman akhir itu dunia semakin rusak.
Umat Rasulullah akan terbagi menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan yang
masuk surga. Makanya penduduk surga itu nantinya lebih sedikit daripada
penghuni neraka.
Namun
ada pula penceramah yang lebih menekankan sifat kuasa dan kasih Allah. Dengan
mengutip ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, kasih sayang Allah itu mengatasi
kemarahan-Nya.
Jadi
setiap orang bisa optimistis masuk surga semuanya mengingat luas surga itu
melebihi luas langit dan bumi sehingga mampu menampung seluruh penduduk bumi.
oleh
Komaruddin Hidayat
disadur dari Koran Sindo, Jum’at, 24 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar