DALAM
APBN-P 2016, pemerintah mematok target pendapatan Rp1.786,2 triliun dengan
porsi penerimaan pajak sebesar Rp1.347,78 triliun. Rinciannya porsi dari PPh
sebesar Rp855,84 triliun, PPN Rp474,23 triliun, dan PBB Rp17,71 triliun.
Sementara itu, target belanja negara mencapai Rp2.082,95 triliun. Meski
pemerintah sudah memasukkan target perolehan dari tax amnesty dalam APBN-P 2016, patokan fiskal tampaknya belum
terlalu realistis dengan kondisi ekonomi saat ini. Potensi shortfall tampaknya masih cukup besar.
Selain
target pengampunan pajak masih dipatok di level yang cukup tinggi, ada efek Brexit yang bisa saja mengancam
pemulihan ekonomi global. Jika berkepanjangan, ekonomi dunia bisa meriang,
khususnya negara mitra dagang Indonesia. Efeknya, target penerimaan pajak bisa
tambah loyo. Celakanya, pemerintah juga sulit menggantungkan penerimaan dari
ekspor komoditas. Dus, jika penerimaan pajak terganggu, imbasnya belanja
pemerintah pun harus dipangkas kalau tak mau defisit anggaran melebar.
Sementara
itu, dalam APBN-P 2016, pemerintah telah mematok target defisit anggaran
sebesar 2,35% terhadap pertumbuhan domestik bruto. Namun, tampaknya bagi
pemerintah, apa yang telah disepakti dengan DPR ialah angka-angka yang sudah
sangat realistis. Selain mendorong kebijakan tax amnesty, supaya penerimaan
pajak tercapai, pemerintah pun berjanji akan melakukan ekstensifikasi dan
intensifikasi penerimaan pajak.
Pemerintah
juga akan membenahi sistem administrasi dan teknologi informasi perpajakan.
Selain itu, perubahan asumsi rata-rata harga minyak dalam negeri atau Indonesia crude price (ICP) yang kini
jadi US$40 per barel dan peningkatan target lifting minyak diyakini bisa
membuat penerimaan negara dari sektor itu mencapai Rp57 triliun.
Namun,
apakah faktanya selama ini mengena? Data bicara, selama lima bulan pertama di
tahun ini, rata-rata harga ICP masih berkutat di level US$34,5 per barel.
Sementara itu, realisasi lifting minyak pada Mei 2016 sekitar 807 barel, atau
di bawah target APBN-P sebesar 820 barel per hari sehingga wajar saja jika ada
pertanyaan yang menyisa, sanggupkah pemerintah mampu memanfaatkan momen
pengampunan pajak untuk amankan anggaran sekaligus untuk meningkatkan kepatuhan
pajak?
Payung hukum
Yang jelas, dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak menjadi undang-undang (UU), pemerintah mempunyai instrumen fiskal tambahan untuk memenuhi target penerimaan negara yang telah ditetapkan. Lebih dari itu, pemerintah pun diharapkan bisa sedikit bernapas untuk tidak memangkas belanja-belanja prioritas, terutama yang terkait dengan belanja infrastruktur.
Yang jelas, dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak menjadi undang-undang (UU), pemerintah mempunyai instrumen fiskal tambahan untuk memenuhi target penerimaan negara yang telah ditetapkan. Lebih dari itu, pemerintah pun diharapkan bisa sedikit bernapas untuk tidak memangkas belanja-belanja prioritas, terutama yang terkait dengan belanja infrastruktur.
Pengesahan
RUU tersebut memiliki arti bahwa pemerintah kini mempunyai payung hukum yang
kukuh untuk memberi pengampunan kepada orang atau badan yang selama ini tidak
membayar pajak sesuai dengan harta yang dimilikinya. Tentunya pengampunan tidak
bisa dibilang percuma karena ada konsekuensi berupa tarif tebusan. Nah, dengan
demikian, negara punya kans besar untuk mengantongi tambahan pendapatan dari
tarif tebusan yang akan dibayarkan.
Jika
tak ada aral melintang, kebijakan penghapusan pajak alias tax amnesty mulai
diberlakukan pada Juli 2016. Tentu pengesahan RUU tersebut menjadi kabar baik
tersendiri bagi pemerintah. Dalam APBN-P 2016, penerimaan negara dipatok
sebesar Rp1.786,2 triliun. Sumbangan terbesar diharapkan dari penerimaan pajak
yaitu Rp1.347,78 triliun. Dari target tersebut, pemerintah menggadang-gadang
tambahan penerimaan dari tax amnesty
sebesar Rp165 triliun.
Mau tak
mau, pemerintah harus kerja keras mengejar dana dari pengampunan pajak supaya
tak terjadi lagi shortfall atau
kekurangan pendapatan sebagaimana 2015. Dari perkembangan data yang ada, hingga
akhir Mei 2016, realisasi pendapatan negara masih sekitar Rp496,6 triliun.
Angka tersebut baru mencapai 27,80% dari target pendapatan yang dipatok dalam
APBN-P 2016.
Sementara
itu, sumbangan dari penerimaan pajak baru mencapai Rp364,1 triliun, atau 27,01%
dari target. Pemerintah boleh sedikit lega karena toh potensi penerimaan pajak
cukup terbuka lebar. Alasannya cukup masuk akal, masa berlaku kebijakan
pengampunan pajak telah ditetapkan untuk diperpanjang menjadi sembilan bulan
(Juli 2016-Maret 2017), dari rancangan awal hanya enam bulan.
Bahkan
kabarnya pemerintah agak sedikit sesumbar bahwa penerimaan negara bisa saja
melebihi Rp165 triliun. Kelebihan tersebut digadang-gadang akan berasal dari
tiga bulan terakhir periode pengampunan pajak, atau Januari-Maret 2017.
Bagaimanapun, pemerintah tentu punya dasar perhitungan. Target tersebut berdasarkan
pada adanya potensi wajib pajak (WP) yang melakukan deklarasi di luar negeri
senilai Rp3.500 triliun-Rp4.000 triliun.
Dengan
asumsi rata-rata tarif uang tebusan sebesar 4% saja, ada potensi penerimaan
pajak sebesar Rp160 triliun, ditambah potensi deklarasi dan repatriasi aset di
luar negeri sebesar Rp1.000 triliun. Jika dikalikan dengan asumsi rata-rata
tarif 2%, potensi penerimaan pajak akan bertambah sebesar Rp20 triliun. Menurut
pemerintah, potensi penerimaan pajak tersebut didasarkan pada data intelijen
terkait dengan WP yang selama ini menyimpan aset di luar negeri. Salah satunya,
data wajib pajak di negara surga pajak alias tax haven yang jumlahnya mencapai 6.519 warga negara Indonesia
(WNI).
Peluang manipulasi
Secara prinsip, setiap wajib pajak (WP, OP, dan WP badan) berhak mendapatkan pengampunan pajak. Pengampunan pajak diberikan melalui pengungkapan harta yang dimiliki dalam surat pernyataan. Pengecualian bagi WP yang sedang tahap penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21), sedang proses peradilan, atau sedang menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan. Pengampunan pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan.
Secara prinsip, setiap wajib pajak (WP, OP, dan WP badan) berhak mendapatkan pengampunan pajak. Pengampunan pajak diberikan melalui pengungkapan harta yang dimiliki dalam surat pernyataan. Pengecualian bagi WP yang sedang tahap penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21), sedang proses peradilan, atau sedang menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan. Pengampunan pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan.
Kewajiban
perpajakan yang mendapatkan pengampunan terdiri atas pajak penghasilan (PPh),
pajak pertambahan nilai (PPN), dan penjualan atas barang mewah (PPnBM). Peluang
memanipulasi data terkait dengan pemberlakuan UU Tax Amnesty tampaknya juga terbuka lebar. Apalagi, fasilitas yang
ditawarkan pemerintah melalui kebijakan tax
amnesty cukup menggiurkan. Selain dibebaskan membayar denda atas pajak yang
belum dilaporkan dalam SPT, pemerintah memberikan tarif uang tebusan yang jauh
lebih rendah dari tarif PPh yang diatur. Apalagi, jika aset yang dilaporkan itu
disertai dengan pengalihan aset dari luar negeri ke dalam negeri (repatriasi).
Oleh
karena itu, pemberlakuan tax amnesty
berpotensi menjadi moral hazard.
Karena tarif tebusan dihitung dari harta bersih setelah dikurangi utang, bisa
jadi seolah-olah ada utang dan dibesarkan. Oleh karena itu, pengawasannya harus
pula dilakukan secara baik dan superketat. Ditakutkan, pengampunan pajak justru
dijadikan kesempatan bagi WP untuk bersih-bersih sebelum pemerintah nantinya
bisa mendeteksi setiap harta yang ditempatkan di sejumlah negara lain.
Jadi pendeknya, sangat perlu bagi pemerintah untuk memperlakukan tax amnesty tidak hanya sebagai instrumen untuk memenuhi hasrat minimnya pemasukan pajak, tapi juga harus diperlakukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara luas dengan membenahi sistem dan administrasi perpajakan sebagai salah satu agenda prioritas. Semoga.
oleh
Ronny P Sasmita
disadur
dari Media Indonesia, Jum’at, 15 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar