Pada 23
Juni lalu rakyat Inggris (Britain) sudah memutuskan akan keluar (exit)
atau yang dikenal Brexit dari Uni
Eropa (UE). Keputusan keluar dari UE ini mengejutkan karena sebelumnya
diprediksi Inggris akan tetap (remain) di UE.
Kemenangan
Brexit ini akhirnya menimbulkan
ketidakpastian terkait masa depan Inggris dan UE. Tidak hanya itu, implikasi Brexit ini juga akan dirasakan oleh
negara lain yang memiliki hubungan Inggris dan UE, termasuk Indonesia.
Pertanyaannya, sejauh mana implikasi Brexit
ini bagi Indonesia? UE merupakan kesatuan politik dan ekonomi yang
beranggotakan 28 negara di Eropa.
Pembentukan
UE telah diinisiasi sejak 1958 melalui Perjanjian Roma (Treaty of Rome) dan
secara resmi UE efektif ketika Perjanjian Maastricht (Treaty of Maastricht)
disepakati 7 Februari 1992 dan efektif berlaku pada 1 Januari 1993. Kini UE
telah berkembang menjadi pasar tunggal. Kebijakan UE adalah menjamin pergerakan
orang, barang, jasa, dan modal secara bebas (free market) di UE.
UE juga
membentuk kesatuan moneter pada 1999 dengan memberlakukan mata uang euro. UE
juga membentuk bank sentral Eropa dan sejumlah perangkat sistem supranational
lain. Keluarnya Inggris dari UE ini menjadikan Inggris tidak lagi memiliki
kewajiban untuk mengikuti sistem hukum yang berlaku di UE.
Inggris
akan memberlakukan aturan hukum sendiri dan sistem ekonomi sendiri. Namun, saya
memiliki keyakinan bahwa Inggris tidak akan melakukan perubahan yang drastis
dan ekstrem terhadap ketentuan hukumnya yang sudah diterapkan saat masih
bersama UE. Kenapa demikian? Inggris merupakan pusat keuangan terbesar di Eropa
dan salah satu yang terbesar di dunia.
Posisi
ini diperoleh Inggris berkat kebijakannya yang mempermudah arus orang, barang,
jasa, dan modal keluar-masuk Inggris. Sehingga, bila Inggris mengambil sikap
menjadi lebih tertutup, perekonomian Inggris diperkirakan akan merugi. Hanya,
keluarnya Inggris dari UE ini memang berpotensi akan merugikan negara UE lain.
Ini mengingat selama ini Inggris dapat dikatakan sebagai salah satu the last lending resort penting bagi
negara-negara UE lain yang membutuhkan pinjaman keuangan.
Dengan
keluarnya Inggris dari UE, sumber pendanaan bagi UE menjadi berkurang. Bank
sentral Eropa akan kehilangan salah satu pemodal terbesarnya. Hal inilah yang
lantas menimbulkan kekhawatiran terkait prospek pemulihan ekonomi di sejumlah
negara UE yang kini masih berkutat dengan krisis ekonomi seperti Yunani,
Portugal, dan Spanyol.
Bila
pemulihan ekonomi di UE berjalan lambat, tentu akan memukul pertumbuhan ekonomi
dunia. Bagi Indonesia, implikasi Brexit
ini dapat melalui jalur perdagangan dan jalur keuangan. Dari jalur perdagangan,
dampak Brexit bagi kita secara
langsung (first round) sebenarnya relatif kecil. Ini mengingat ekspor
kita ke Inggris hanya sekitar 1% dari total ekspor kita.
Meski
demikian, dampak lanjutan (second round) dari terganggunya hubungan perdagangan
Inggris-Eropa perlu dicermati mengingat pangsa ekspor Indonesia ke Eropa (di
luar Inggris) mencapai 9,85% (2015). Sebagian besar ekspor Indonesia ke Eropa
adalah bahan baku dan mentah.
Kita
juga perlu mencermati dampak lanjutan berupa terganggunya ekspor kita ke
negara-negara lain yang memiliki hubungan dagang dengan Inggris dan UE.
Terganggunya hubungan perdagangan Inggris-Eropa dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi
UE, Inggris, dan dunia terhambat.
Di
Asia, Vietnam dan India merupakan negara yang memiliki pangsa ekspor ke Inggris
cukup besar masing-masing sekitar 3,6% dan 3,3% dari total ekspornya. Bila
ekspor India dan Vietnam ke Inggris (dan ke UE) terganggu, hal ini berpotensi mempengaruhi
kinerja ekonomi India dan Vietnam. Padahal, India dan Vietnam saat ini menjadi
salah satu ”penolong” Asia di tengah perlambatan ekonomi Asia akibat
melambatnya ekonomi China. Tahun ini India diperkirakan tumbuh sekitar 7,5%
tertinggi di Asia.
Vietnam
diperkirakan tumbuh sekitar 7%. Bila ekspor dua negara ini terganggu,
pertumbuhan ekonominya juga berpotensi terhambat. Kondisi ini dapat menyebabkan
dampak lanjutan berupa berkurangnya impor India dan Vietnam yang berasal dari
negara Asia lain sehingga ekspor Indonesia ke dua negara ini juga berpotensi
terganggu.
China
sendiri memiliki pangsa ekspor ke Inggris cukup besar, sekitar 2,6% dari total
ekspornya. Sehingga, ekspor China pun berpotensi terganggu oleh Brexit ini. Akibat itu, laju pertumbuhan
ekonomi China pun berpotensi terhambat. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi China
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara Asia lain, termasuk Indonesia.
Implikasi
lebih besar dari Brexit sebenarnya
berasal dari sektor keuangan, khususnya terkait pergerakan modal jangka pendek
(portfolio investment) atau hot money. Ini mengingat keterkaitan Brexit dengan sektor keuangan ini cukup
signifikan. Investasi portofolio Inggris ke emerging market Asia
berkisar 5-13%. Di Indonesia investor portofolio asal Inggris memegang aset
keuangan sekitar 7% dari total aset investasi portofolio di Indonesia. Brexit telah direspons negatif oleh
pelaku pasar keuangan.
Nilai
tukar euro dan poundsterling jatuh terhadap dolar Amerika (USD). Penguatan USD
ini telah menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah. Pasca pengumuman Brexit, rupiah langsung melemah menjadi
Rp13.296 per USD (26 Juni) dari sebelumnya Rp13.265 per USD (23 Juni) dan kini
melemah lagi menjadi Rp13.495 per USD (27 Juni). Pelemahan terhadap rupiah
inilah yang tidak kita inginkan.
Pelemahan
rupiah dapat mengganggu industri kita yang sedang berupaya pulih akibat
kelesuan permintaan di pasar global. Dalam jangka pendek, respons terhadap Brexit ini dapat berpotensi menyebabkan capital
outflow dan mengganggu likuiditas sektor keuangan kita. Sementara dalam
jangka menengah dan panjang, Brexit
sebenarnya dapat berdampak positif bagi sektor keuangan kita.
Brexit dapat menyebabkan investasi portofolio di UE
dan Inggris kurang menarik. Selanjutnya para pemilik modal ini akan menaruh
dananya ke emerging markets, termasuk
ke Indonesia. Namun, peluang positif menengah dan panjang ini dapat tidak
diraih apabila kita tidak mampu mengendalikan efek negatif jangka pendek berupa
pelemahan rupiah di atas.
Kesimpulannya,
implikasi Brexit bagi Indonesia
sebenarnya terbatas, baik di pasar keuangan maupun kegiatan perdagangan dan
investasi. Kuncinya adalah terletak pada kemampuan otoritas kita dalam
mengendalikan dampak jangka pendek yang berasal dari sektor keuangan. Bukan
tidak mungkin, bila kita mampu melewati fase jangka pendek ini, Brexit justru berpotensi berdampak
positif bagi sektor keuangan kita dengan masuknya investasi limpahan dari UE
dan Inggris.
oleh
Sunarsip
disadur dari Koran Sindo, Kamis, 30 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar